webnovel

Lanjutannya 8

31 Desember 2000

Pukul 17.30

Raine membuka pintu rumahnya dan kaget melihat Dewa ada di depan pintu rumahnya sedang tersenyum.

"Ngapain lo kesini?"

"Ngajak lo jalan."

Raine merasa tidak percaya dengan pendengarannya saat ini, seorang Dewa mengajaknya jalan dimalam tahun baru. Sungguh sulit dipercaya, tapi dia ingat satu hal, hari Sabtu Minggu lalu dia dan teman-temannya pernah mengobrol tentang rencana malam tahun baru dikantin sekolah.

Flashback

"Rencana lo apa Re?"

"Gak tau, tapi pengen deh sekali-kali jalan-jalan. Enaknya yang punya pacar."

"Makanya punya pacar Re."

"Hehehehee.."

Raine kembali melihat Dewa yang masih tersenyum didepannya, Raine sibuk dengan fikirannya sendiri. Apa dia denger perkataannya? Apa dia tahu dari orang lain? Apa dia..

"Hoi.. mandi sana.!"

Raine kembali terseret ke dunia nyata saat mendengar suara Dewa yang memanggil namanya, dia kemudian mempersilahkan Dewa masuk walau bingung tapi dia langsung pergi kekamarnya untuk mandi dan berganti pakaian. Setelah selesai berbenah diri, dia melihat Dewa dan Juni sedang tertawa di ruang tamu, Raine melangkah ragu kearah mereka.

"Aa.. itu Raine."

Juni berdiri dan menghampiri Raine, dan mendorong punggung Raine lembut untuk duduk disamping Dewa, Raine tersenyum kecil kearah Juni.

"Kalian mau jalan kemana?"

Belum sempat menjawab pertanyaan Juni, ibu menghampiri mereka dan menyuguhkan es jeruk di meja tamu, tersenyum lembut kepada putrinya yang sudah terlihat rapih siap berangkat pergi.

"Diminum dulu nak Dewa, berangkatnya nanti aja ya. Abis maghrib."

"Iya tante."

Dewa mengangguk tanda setuju dengan ucapan ibu, Raine masih tidak percaya dengan cowok yang sekarang ada disampingnya itu, Juni diam-diam menjauh dari ruang tamu, memberikan sedikit ruang untuk mereka berdua. Raine masih memandang aneh kearah Dewa.

"Kalo ada yang mau ditanya, bilang aja."

Raine menggigit bibirnya, karena Dewa berhasil menebak apa yang sedang difikirkannya saat ini.

"Lo tuh kok aneh sih hari ini.?"

Dewa tersenyum senang, tebakannya kini tidak meleset, dipandanginya gadis disampingnya itu, matanya kini beradu dengan mata gadis yang selalu ingin tahu tentang berbagai hal.

"Lo kesini sebenernya mau ngajak Juni kan?"

Dewa masih memandangi bola mata coklat gelap yang kini memancarkan sinar kecewa dan menyelidik maksud dan tujuannya, walau dia mencoba menahan perasaannya saat ini dan berusaha sebisanya untuk bertindak biasa saja, tapi Dewa tahu apa yang sedang difikirkan oleh gadis tersebut, menurutnya gadis yang ada didepannya itu seperti buku yang terbuka hingga sangat mudah dibaca olehnya.

"Berangkat yuk."

Dewa menarik tangan Raine untuk segera bangun dari tempat duduknya yang nyaman. Dewa berpamitan dengan ibu dan ayah Raine yang sedang bercanda sambil mencuci piring di dapur. Juga kepada Juni yang sedang berjalan menuju ruang keluarga sambil membaca majalah dan di mulutnya terdapat roti yang diolesi mentega seadanya.

Dewa membukakan pintu mobil untuk Raine, lalu menyalakan mobilnya menuju jalan raya. Sepanjang perjalanan entah menuju kemana, Raine terus saja memandang supir dadakan yang ditemuinya hari ini, merasa aneh dengan keadaan seperti ini. Mobil sport buatan tahun 1999 masih melaju di jalan raya Jakarta yang padat merayap dengan tenang.

***

Nächstes Kapitel