webnovel

Bab 25 | Simpul Dasi

25. Simpul Dasi

Aku merasa hubungan kita seperti simpul dasi. Butuh waktu lama untuk menyimpul dan mengikatnya dengan kuat. Namun hanya butuh sekali tarikan yang sebentar untuk membuatnya rusak dan terurai kembali. Lalu kita berjalan sendiri-diri.

***

Semua sosial media murid Advent penuh dengan berita hilangnya Alta. Dari instagram, timeline, blog anggota jurnalis sekolah, bahkan facebook. Hal itu berlangsung selama hampir satu minggu lebih sampai tiba-tiba saja di hari senin yang sedikit gerimis lelaki itu menampakkan dirinya setelah upacara bendera usai. Bersamaan dengan Keral yang sejak empat hari lalu sudah kembali ke sekolah setelah dua minggu absen.

Beberapa siswi dibuat terperangah dan mengurungkan niat mereka untuk kembali ke kelas. Mereka memilih diam di pinggiran lapangan outdoor sambil menahan diri agar tidak berteriak karena pangeran mereka kembali.

Ada yang menggigit-gigit kukunya.

Menyelipkan anak rambut ke belakang telinganya sambil tebar-tebar pesona.

Hingga menjambak rambut teman sebelahnya menahan euforia karena bertemu Alta.

Padahal, Alta seperti biasa dan tidak banyak berubah, tampilannya rapi. Tidak seperti ketiga temannya yang selalu berantakan kalau berseragam. Meskipun sering dipandang sebelah mata oleh guru karena sering melanggar aturan, Alta selalu rapi. Kemeja dimasukkan, dasi terpasang sempurna, seragamnya juga bersih, hanya satu yang kurang yaitu rambutnya yang sekarang sudah berganti warna lagi jadi abu-abu.

"Alta, Keral!! Lapangan basket indoor 20 kali putaran!!" teriak Bu Ramti dari kejauhan. Ia sudah tidak tahu lagi harus bagaimana menyikapi mereka. Bahkan bermacam hukuman tidak mempan untuk membuat mereka kapok.

Begitulah remaja. Semakin ditentang, semakin berulah.

Dengan tenang Alta berjalan melewati Bu Ramti. Di sampingnya, Keral masih seperti biasa. Tidak ambil pusing dan memilih menurut saja daripada tambah ribet urusannya.

Mereka melewati koridor diiringi tatapan mata kagum dan kepo dari beberapa murid. Risih, Alta mempercepat jalannya begitupula dengan Keral. Mereka dapat bernapas lega begitu berbelok ke arah barat dan koridor menuju lapangan indoor sedikit lengang.

Alta segera menarik pintu ke samping ketika sudah sampai di depan lapangan indoor. Ia membukanya lebar lalu turun ke bawah diikuti Keral yang sebelumnya sudah menutup pintu kembali.

"Lo tau, gue ngerasa beruntung banget dihukum," ujar Keral. Ia melemparkan tasnya ke salah-satu kursi tribun. "Nggak ikut pelajaran dan gue bisa tidur nyenyak disini," lanjutnya. Keral mulai duduk dan merebahkan dirinya di antara beberapa kursi. Lalu ia memejamkan mata.

Alta mendengus dan melempar tasnya ke arah Keral membuat temannya itu spontan membuka mata kembali dan mengumpat.

"Anji*r!!"

Alta menyeringai lalu mengedikkan dagu ke arah cctv. Ia mulai duduk. "Bu Ramti pasti mantau kita."

"Bodo amat. Kalau ngomel gue jejelin duit udah diem." Alta terkekeh mendengar ucapan Keral. Ia mengerti maksudnya. Kemudian ia beranjak ke arah lapangan dan mengambil bola basket yang tergeletak di pinggiran.

Alta mulai mendribble bola, menciptkan suara pantulan yang menggema di setiap sudut ruangan yang sepi. Ia berlari kecil mendekati garis three point, setelah itu ia mengambil ancang-ancang dan langsung melakukan shooting.

Hap.

Meleset.

Ia menangkap bola basket yang terpantul ke arahnya lalu melakukan dribble kembali, matanya menatap fokus pada ring di atas. Setelah itu ia melakukan shooting.

Lagi-lagi gagal.

Alta berdecih. Ia mengambil bolanya dan menoleh ke arah Keral. Mengangkat sebelah alis sambil menyeringai, Alta melemparkan bolanya dengan keras ke arah Keral yang sedang tidur.

"Kehed teh sia!!"

Kemudian Alta tertawa sangat keras saat melihat Keral langsung terbangun dengan wajah kesal.

Sedangkan Keral melongo mendengar suara tawa Alta yang begitu keras. Tidak seperti biasanya. Ia moment langka karena tawa Alta itu limited edition banget dan Keral boleh berbangga diri karena secara tidak langsung sudah membuat Alta tertawa meskipun dengan cara yang sangat menyebalkan.

Setelah itu Keral geleng-geleng kepala sambil terkekeh kecil. Ia mengusap bahunya yang sakit karena lemparan bola tadi.

"Udah woy seneng banget ketawanya!!" teriak Keral lantang.

Alta langsung menghentikan tawanya lalu berdeham. Ia melangkah ke pinggir lapangan dan merebahkan tubuhnya di tribun paling bawah.

Alta mmenatap langit-langit ruangan yang berwarna coklat.

"Denger-denger lo udah official taken sama cewek ya," kata Keral. Lelaki itu mulai menyalakan rokoknya. Mulutnya terasa pahit jika tidak merokok barang satu-dua jam. Rasa kantuknya juga sudah menguap setelah Alta melemparkan bola basket padanya.

Alta tidak menjawab. Ia memejamkan mata. Mencoba menulikan telinga.

"Foto-foto lo sama si doi nangkring di semua sosmed, anj*r nggak tuh, berasa punya temen selebriti gue," tukas Keral.

Alta memalingkan wajah, ia melihat Keral yang sedang menghisap rokoknya dalam-dalam lalu menghembuskanya perlahan.

Setelah itu Alta kembali menatap langit-langit ruangan. Keral terlihat lebih baik dari beberapa minggu yang lalu. Lelaki itu sekarang sudah seperti semula seakan masalah yang kemarin-kemarin tidak pernah terjadi dan dialaminya.

Seandainya ia bisa seperti Keral. Mudah melupakan suatu masalah pasti hidupnya akan terasa lebih ringan.

"Itu cewek yang lo tolongin di kantin waktu itu kan?" tanya Keral. Alta diam. Keral mengedikkan bahu. Berarti jawabannya 'iya'.

"Cantik juga sih. Katanya dia adik selebgram nya BHS. Siapa dah namanya.." Keral terlihat sedang berpikir. Padahal menurut Alta ia tidak punya otak. "Kalka kalo nggak salah.. Nah iya, kapten futsalnya BHS."

Alta menghembuskan napas. "Sejak kapan lo jadi tukang gosip?"

Sekarang giliran Keral yang diam.

"Jangan-jangan dua minggu libur lo manfaatin kumpul bareng ibuk-ibu PKK komplek," celetuk Alta.

"Enak aja lo bacot."

Keral melempar putung rokoknya yang masih panjang dan hendak kembali tiduran ketika ia mendengar suara pintu tergeser. Ia refleks menoleh.

Pandangannya langsung tertuju pada sosok gadis yang berdiri di ambang pintu. Keral langsung tersenyum kecil ke arahnya lalu ia menoleh pada Alta.

"Al," panggilnya. Saat Alta menoleh ia mengedikkan dagu ke arah pintu.

Meskipun bingung dengan kedatangan gadis itu Alta tetap memilih bangun dan berdiri, ia naik ke atas lalu mengambil tasnya.

"Duluan," pamit Alta sebelum berlalu menghampiri gadis itu.

"Yoi."

Kemudian Keral hanya melihat Alta meraih pergelangan gadis itu dan membawanya keluar ruangan. Setelah itu pintu kembali tertutup.

Nächstes Kapitel