webnovel

Zombie : walking dead

Dalam kurun waktu kurang 24 jam, semuanya berubah, kota metropolitan yang terkenal akan kepadatan penduduknya, seketika berubah menjadi kota mati yang padat akan zombie. Arjun, pemuda biasa yang kebetulan lahir dari keluarga konglomerat, harus memimpin teman-temannya keluar dari semua ini, menjauhi kota yang kini bahkan tidak layak di tinggali. Namun siapa sangka, jika ternyata ada yang lebih berbahaya dari zombie, yaitu pencipta zombie itu sendiri.

Eshaa_ · Sci-fi
Not enough ratings
302 Chs

Zombie

"Bi.. Bi Asih tolong bikinin minum dong," teriak Yuki.

"Teriak-teriak mulu lo. Dikata hutan," cibir Sonya.

"Kalo nggak teriak nggak bakalan kedengeran sampe dapur Son," tukas Lucas, "Nggak inget lo rumahnya Yuki gede banget?"

"Rumah lo juga segede ini Cas," Dino menatap temannya datar, "Dasar nggak ngaca,"

"Bentar weh jangan ribut," Yuki merentangkan kedua tangannya, "Bi Asih mana? Kok nggak nyaut,"

"Ke pasar kali," jawab Sonya asal.

"Sekarang jam 3 cantik. Mana mungkin ada orang ke pasar sore-sore gini,"

"Nah dengerin tuh apa kata Dino. Cek sana Cas," Yuki mendorong tubuh besar Lucas kasar.

"Dih kok gua?" Lucas melotot kesal, "Sama Dino juga dong. Mager ini,"

"Yaudah sono berdua. Kalo nggak ada kalian aja yang bikin minum, capek nih kita ngerjain tugasnya. Apaan banget kerkom tapi yang ngerjain cuma gue sama Yuki-"

"Iya iya ini berangkat," sela Dino, tidak ingin mendengar omelan Sonya lebih lanjut.

Kedua pemuda itu segera beranjak, melangkahkan kaki menuju dapur.

Sedangkan Yuki dan Sonya hanya menyunggingkan senyum kemenangan.

"Btw habis ini mau ngapain? Nonton?" tanya Yuki, "Bonyok gue lagi di LA malem ini nggak pulang. Nginep aja kalian, dari pada gue sendirian di rumah,"

"Ada pembantu, tukang kebun, satpam, lo nggak sendirian Ki,"

"Ya tapi nggak enak kalo sama mereka mah, ayo lah," bujuk Yuki, "Masa lo tega biarin temen lo yang cantik jelita macem Princess Diana ini sendirian di rumah,"

"Dih, Lucas tuh ajak, udah biasa kan dia nginep sini,"

"Dih apaan bosen lah sama dia," Yuki mencebik kesal, "Ayolah, besok libur juga kok, ntar lo pake baju gue deh,"

"Hmm yaudah deh, bentar gue telfon nyokap dulu,"

"Oke," Yuki tersenyum lebar.

Sonya meraih ponselnya, hendak menghubungi ibunya. Namun setelah beberapa saat bukan suara sang ibu yang terdengar namun suara operator telepon.

"Kok di luar jangkauan sih?" Sonya mengernyit, "Apaan banget,"

"Lagi sibuk kali nyokap lo, ntar sore aja bilangnya," jawab Yuki santai, "Habis ini ayo nobar,"

"Boleh mau nonton apa? Traine to Busan?"

"Plis deh Son, gue nggak berani sama yang gituan,"

"Ihh nggak serem padahal," Sonya mencebik, "Bagus loh film nya,"

"Serem tau,"

"Enggakkk, cuma zombie juga,"

"DAMN GUYS," Yuki dan Sonya menoleh serempak saat mendengar teriakan Lucas, "KE KAMAR YUKI SEKARANG-"

"Ada apaan Cas? Kalem oke kalem?" Yuki menenangkan, "Sekarang cerita ada apa,"

"Nggak ada waktunya cerita, sekarang kita harus ke kamar Yuki," sahut Dino dengan napas terengah-engah, "Buruan,"

Dengan kebingungan yang luar biasa, Sonya dan Yuki akhirnya berdiri mengikuti Lucas dan Dino yang berjalan cepat menuju kamar Yuki.

Sonya mengernyit kala sayup-sayup telinganya mendengar suara geraman seseorang, gadis itu menoleh ke belakang, "AAAAAA,"

Lucas, Dino, dan Yuki sontak menoleh.

"Ada ap-AAAAAA," Yuki ikut berteriak.

"AYO LARI SEKARANG," titah Dino segera menarik lengan Sonya lalu mengambil langkah seribu menuju kamar Yuki.

Tanpa babibu Lucas ikut menarik lengan Yuki lalu segera berlari menyusul temannya.

"MEREKA APA WOY, GILA," Sonya menjerit keras, "GILA BANYAK BANGET,"

"LO DIEM DULU, SEKARANG YANG PENTING KITA SECEPATNYA SAMPE DI KAMAR YUKI," sahut Dino.

"GILA BERASA LAGI MAIN DRAMA,"

"INI BUKAN DRAMA SONYA! BESOK-BESOK NGGAK USAH NONTON DRAMA LAGI,"

"NGGAK MAUUU!"

Di belakang mereka, Yuki tampak berlari terseok-seok dengan wajah pucatnya, gadis itu merutuki bagaimana bisa perjalanan dari ruang tengah menuju kamarnya terasa sangat panjang.

"Ca-cas jauh..hah...banget gilahhh," Yuki terengah, "Masihh hahh lamah nggak sihh?"

"Bentar lagi sampe, udah keliatan itu pintu kamar lo," balas Lucas, "Kamar sendiri lupa,"

"Hah nggak bisah..hah..gila capekk, nggak bisa..hah..hah..mikir gue,"

"Hadeh, besok-besok olahraga lu, lari gini doang ngap-ngapan kek ikan," Lucas berdecak, segera menarik Yuki ke dalam gendongannya.

"ANJING KAGET GUE," teriak Yuki kesal, "GILA ZOMBIENYA BANYAK BANGET, NAH INI MAKANYA GUE OGAH NONTON TRAINE TO BUSAN,"

"AYO BURUAN MASUK-MASUK,"

Brakkk

Lucas menutup pintu kamar Yuki dengan kasar, lalu menurunkan tubuh sang empunya diatas tempat tidur.

"Gila mereka apa sih?" Sonya mengacak rambutnya frustasi, "Zombie itu nggak ada kan?"

"...gue nggak tau, tapi, lo liat sendiri kan?" balas Yuki, "Damn,"

"Hidupin tv nya," titah Lucas, "Pasti ada beritanya,"

"Oke," Dino menurut segera menghidupkan televisi di kamar Yuki.

"Wabah zombie kini menyerang ibu kota, di harapkan untuk semua orang agar tetap berada di dalam rumah, jangan biarkan ada pintu dan jendela yang terbuka,"

"Fuck, ini beneran," Sonya mengerang, "Gimana bisa? Oh shit,"

"Sekarang harus gimana?" tanya Yuki putus asa matanya bahkan sudah berkaca-kaca, "Kita nggak mungkin kan tetep stay terus di kamar gue,"

"Kalo itu pilihan teraman why not? Di kamar lo ada makanan, ada tv, kamar mandi, dan di lantai 3," sahut Lucas, "Sementara kita aman di sini,"

"Tapi kita nggak bisa stay lama di sini dong," protes Yuki, "Kita harus keluar, cari tempat yang lebih aman,"

"Lo gila? Keluar bahkan bisa bikin kita mati Ki," Lucas menatap Yuki tajam.

"Tapi mau gimana lagi? Makanan di sini cuma sedikit, sekedar cemilan doang, kalo habis kita mau makan apa? Batu?"

"Di kamar lo nggak ada batu Ki," Sonya mengingatkan, "Dari pada ribut mending sekarang kita cari cara bunuh si zombie,"

"Hm bener juga," Dino mengangguk.

"Ya gimana caranya?" tanya Lucas ketus.

"Googling coba," ujar Yuki.

"Gue nggak ada kuota hehe," Sonya melemparkan cengiran lebarnya.

Yuki berdecih, "Wifi ada, eh pake hape gue aja nih,"

"Oke," Sonya mengangguk.

Hening setelahnya.

Yuki merebahkan tubuhnya yang kini terasa berat bahkan hanya untuk membuka mata.

Lucas mengikuti, merebahkan diri di samping gadis itu, "Gimana bisa?"

"Gue nggak tau," balas Yuki, "Gila, mereka banyak banget,"

"Gue...serius gue masih agak nggak percaya," Dino mengacak rambutnya frustasi, "Gue kira mereka cuma ada di film-film,"

"Nggak ada sesuatu di dunia ini yang namanya nggak mungkin, termasuk zombie," sahut Sonya, "Gue nemu caranya, secara gampang, nyawa mereka ada di kepala. Otak lebih tepatnya,"

"Tapi kita serang mereka pake apa? Pisau? Terlalu beresiko kalau misalnya kita lawan mereka jarak dekat," jelas Dino, "Apalagi jumlah mereka banyak banget,"

"Gue sama sekali nggak punya senjata di sini," Yuki menggigit bibirnya. Berpikir keras untuk menemukan solusi dalam masalah mereka saat ini, "Bakalan gampang kalo kita pake pistol. And gue nggak punya pistol. Pake senapan angin paling efektif nggak sih? Suaranya nggak terlalu keras,"

"Terlalu lembek kalo pake senapan angin. Revolver better," balas Lucas.