265 Kenyataan

Terkejut, itulah yang diarasakan oleh Zen setelah mendengar penjelasan dari adiknya Irene saat ini. Zen sangat bingung, karena dia tidak pernah menyuruh adiknya untuk memindahkannya kedunia ini, apalagi mereka sudah menyepakati tentang kapan waktu perpindahan Zen.

"Bukankah aku akan berpindah dunia saat diriku akan menikahi semua wanitaku Irene?" tanya Zen kemudian.

[Benar Kak, tetapi sepertinya pertemuan Kakak dengan Sang Pencipta menyebabkan terbukanya sebuah anomali ruang. Sehingga Irene terpaksa harus menggunakan tiket Kakak untuk memindahkan Kakak ketempat ini, sebelum Kakak terombang ambing pada ruang yang acak] kata Irene.

"Hah.... benarkah? Kalau begitu terimakasih atas ketanggapanmu Irene" kata Zen, yang menyadari perbuatan adiknya tersebut memiliki alasan yang logis.

Mendengar penjelasan adiknya, Zen langsung mengaktifkan tandanya dan bersiap kembali ke Alaska saat ini juga dan membawa Tio dan Froze yang berhasil dia sembuhkan sebelumnya.

Zen sangat mengkhawatirkan kondisi mereka berdua dan ingin langsung membawa mereka kembali, agar mereka bisa beristirahat dan memulihkan kondisi mereka yang saat ini sepertinya sangat kelelahan melewati ruang yang membawa mereka ketempat ini mengikuti Zen.

Untung saja mereka berpegangan dengannya hingga membawa mereka kedunia ini, walaupun mereka mengalami luka yang sangat parah. Jika mereka tidak berpegangan dengannya tadi, kemungkinan mereka berdua akan tersesat dalam ruang acak saat ini.

"Tunggu... mengapa aku tidak bisa kembali ke Alaska" kata Zen.

Tio dan Froze yang mendengar hal tersebut, juga mulai melakukan hal yang sama, yaitu mencoba kembali ke Alaska. Namun mereka sangat terkejut, karena mereka tidak bisa kembali kekediaman mereka saat ini.

"Aku juga tidak bisa kembali Master" kata Tio, yang akhirnya berusaha untuk menghiraukan aura ketampanan yang dikeluarkan Zen saat ini.

Lalu Zen mulai memakai cara lain, yaitu menteleportkan dirinya menuju tanda wanitanya yang berada di Alaska. Namun usahanya tersebut kembali sia – sia karena dia juga tidak bisa menteleportkan dirinya menuju mereka.

"Apakah skill teleportku tidak berfungsi" kata Zen, lalu dia mencoba menteleportkan dirinya kearah Tio, namun kali ini berhasil.

"Apa yang sebenarnya sedang terjadi?" gumam Zen setelah mengalami kejadian yang aneh saat ini.

[Kakak mendapatkan sebuah Main Quest baru saat ini] kata Irene.

Tentu saja Zen terkejut mendengar suara adiknya saat ini, dikarenakan dia masih panik dengan apa yang dia alami, dan tiba - tiba saja adiknya memberikan sebuah pemberitahuan tentang sebuah quest tanpa menjelaskan sesuatu yang sedang terjadi kepadanya.

"Bisakah kamu menjelaskan apa yang sedang terjadi terlebih dahulu Irene?" tanya Zen kemudian dan tidak memperdulikan perkataan adiknya sebelumnya.

[Sebaiknya Kakak melihat Main Quest yang Kakak dapatkan sebelumnya] kata Irene.

Akhirnya Zen mengikuti perkataan adiknya. Dan tindakan Zen ini membuat Tio dan Froze yang saat ini masih mencari solusi atas apa yang terjadi kepada mereka, akhirnya mencoba menunggu penjelasan Zen yang sepertinya sedang merencanakan sesuatu.

<Quest>

Main Quest:

[Masukilah sebuah sekolah dan tinggalah didunia ini selama 2 tahun]

[Hadiah]

[Store point: 10.000.000]

[Skill: Merge World]

[1X Tiket 0]

[Peringatan:]

[Skill berpindah antara dunia terkunci sementara selama Quest ini berlangsung, karena adanya kekacauan ruang yang tidak stabil.]

[Penyesuaian waktu didunia ini dengan Dunia yang lainnya akan dilambatkan saat Quest ini berlangsung]

"Apa – apaan ini Irene?" kata Zen yang terkejut melihat quest yang diterimanya saat ini.

[Irene juga tidak tahu Kak] kata Irene.

Melihat ekspresi Zen yang tidak bisa dijelaskan saat ini, Tio menyadari mereka saat ini berada pada situasi yang sangat serius. Tio perlahan mendekati Zen dan mencoba meraih tanganya dan mencoba menenangkan Zen yang terlihat sedang panik.

"Ada apa Master?" tanya Tio yang menggenggam erat tangannya.

"Sepertinya kita terjebak didunia ini selama 2 tahun" kata Zen.

"APA!"

.

.

Sekarang Zen berusaha sekuat tenaga untuk menenangkan dirinya beserta Tio saat ini. Dengan dibantu oleh Froze yang sepenuhnya patuh kepada Zen, akhirnya mereka mulai duduk pada bangku taman yang berada didekat mereka dan mencoba membuat rencana.

"Lalu apa yang harus kita lakukan saat ini Zen?" kata Tio.

"Sepertinya kita harus mendapatkan uang terlebih dahulu, karena semua yang kulakukan untuk membawa kita kembali semuanya gagal" kata Zen yang dibalas anggukan oleh Tio dan Froze. Zen saat ini berusaha menerima keadaannya, namun sesuatu membuatnya khawatir, yaitu dia tidak bisa menemani Asuna dan Aki saat mereka melahirkan anaknya.

Untuk hidup didunia modern yang dimana mereka baru saja tiba ditempat ini, mau tidak mau mereka harus mempunyai uang untuk membantu mereka hidup didunia ini dengan tentram. Untung saja, Zen tidak menyimpan semua harta rampasannya pada ruang hartanya pada Alaska.

Zen perlahan mulai memeriksa penyimpanannya dan terkejut, karena menemukan sebuah benda yang selama ini tidak ada didalam penyimpanannya saat hendak mengeluarkan beberapa harta yang dimilikinya.

"Kartu Pelajar?" gumam Zen lalu memeriksa kartu tersebut.

Dia sangat tahu dengan nama sekolah yang terpampang pada sebuah kartu pelajar yang dikeluarkannya tadi, yang berisi data dirinya beserta nama sekolah. Akhirnya Zen menyadari bahwa dia harus memasuki sebuah sekolah selama tinggal didunia ini.

"Hahhh... mengapa hari – hariku pada dunia baru selalu dimulai dengan bersekolah" kata Zen yang mulai muak dengan kehidupan bersekolah.

Selain kartu pelajar, dia juga dapat melihat sebuah seragam sekolah dimana dia akan bersekolah nanti. Namun dia tidak tahu, kapan dia akan mememulai kesehariannnya menjadi murid sekolah tersebut.

"Akan kupikirkan nanti, lebih baik untuk mencari uang dan tempat tinggal" kata Zen lalu mengeluarkan berbagai perhiasan yang mewah dari penyimpananya.

"Menurutmu ini akan laku berapa Zen?" tanya Tio melihat berbagai perhiasan yang dipeganggnya.

"Aku tidak tahu, tetapi bukankah benda – benda ini yang membantu Yuna menjadi orang terkaya didunia?" kata Zen.

Memang Zen selalu memberikan harta berharganya untuk dikelola oleh Yuna agar dia dapat dapat memanfaatkannya. Hasilnya, dia mendapatkan modal yang sangat besar dengan penjualan semua harta Zen, yang menurutnya bisa diuangkan dengan sangat besar.

"Hm... benar juga. Lalu kita akan menjualnya kemana?" tanya Tio kemudian.

"Lebih baik kita mencari toko perhiasan yang besar saat ini" kata Zen.

Akhirnya mereka bertiga mulai mengeluarkan ponselnya dan mulai mencari tempat yang ingin mereka tuju saat ini. Memang, Ponsel yang dimiliki Zen dan semua wanitanya bisa menangkap jenis sinyal apapun dan dapat memanfaatkannya.

Jadi walaupun mereka berada didunia yang berbeda, mereka masih bisa menggunakannya, walaupun untuk menghubungi antara dunia satu dan lainnya harus menggunakan satelit yang pernah Zen, Rinko dan Lisbeth ciptakan sebelumnya.

Namun saat mereka sedang sibuk mencari sesuatu pada ponsel mereka, mereka tidak menyadari bahwa Zen saat ini mulai ditatap oleh beberapa wanita yang sedang berolahraga pagi pada taman tempat mereka berada.

[Kakak harus mematikan aura dewa Kakak secepatnya sebelum bencana akan menimpa Kakak] kata Irene yang menyela kegiatan Zen saat ini.

"Aura dewa?" gumam Zen karena dia sudah mendengar adiknya dua kali mengatakan hal tersebut.

[Saat ini, Kakak merupakan manusia setengah dewa. Jadi aura dewa Kakak mulai keluar, sehingga lawan jenis akan menganggap Kakak sangat mengagumkan, dan sebentar lagi mungkin akan memperebutkan Kakak.] kata Irene.

"Benarkah, lalu bagaimana cara mematikannya?" tanya Zen.

[Gunakan metamorfosis Magic, dan lakukan seperti Kakak membuka kekangan Kakak dahulu] kata Irene.

Dengan sigap Zen melakukan apa yang dikatakan adiknya untuk menghentikan auranya, dan bisa dilihat beberapa wanita akhirnya mulai meninggalkan tempat ini, yang sebelumnya terpengaruh oleh aura dari Zen.

Melihat hal tersebut, Zen mulai bernafas lega dan kembali menggunakan ponselnya untuk mencari tempat menjual perhiasannya kelak.

"Sepertinya aku menemukannya, mari kita pergi kesana"

avataravatar
Next chapter