Enam penjahat yang berniat membuat keributan dengan bom telah dihentikan oleh Sema dan yang lainnya. Saat ini para penjahat tersebut diikat dan dikumpulkan di ruangan rengah yang terdapat bom.
"Hei, mau diapakan bom ini?"
Tanya Roy, Miyazaki dan Akbar mengacungkan tangan kanan mereka.
"Baiklah, Miyazaki dulu."
Miyazaki yang sedang bersandar di dinding segera mengutarakan usulannya.
"Bagaimana kalau bom ini dinyalakan lalu ditinggalkan di sini dan 'Bum!' meledaklah mereka."
"Bodoh, itu sama saja dengan melakukan keributan dan membunuh mereka. Giliranmu Akbar, jangan bercanda untuk saat ini."
Ucap Roy kepada Akbar yang sedang duduk di kursi dan di hadapannya terdapat bom rakitan tadi.
"Bagaimana kalau kita percayakan saja kepada Sema, lagipula dia masih baru di kelas ini."
"Mmm ... ide bagus, apakah dari kalian ada yang setuju?"
Tanya Roy kepada semuanya, lalu mereka mengacungkan tangan kanan pertanda setuju. Akbar melemparkan bom tersebut kepada Roy, Roy pun memberikannya kepada Sema yang sedang berdiri di belakangnya.
"Jadi beginilah keputusannya, kami percayakan kepadamu Sema."
Ucap Roy kepada Sema seraya memberikan bom tersebut, dia pun menepuk pundak Sema lalu berbalik badan. Sema memperhatikan bom rakitan tersebut dan dia menyadari jenis dari bom yang ia pegang.
"Semuanya, bukankah bom ini jenis C4? Jika jenis bom seperti ini akan aku bawa pulang."
"Hebat juga kau bisa mengetahuinya, apakah kau pernah membuatnya?"
Tanya Akbar, beberapa dari mereka ada yang penasaran dengan asal-usul Sema.
"Bukannya aku pernah membuatnya, tetapi aku hampir terkena bom ini ketika menjalankan misi dulu."
"Begitukah, baguslah kau masih bisa hidup sampai sekarang. Baiklah ..."
Ucap Akbar, dia menyuruh Roy untuk menelepon kepolisian terdekat memakai telepon genggam No*ia miliknya untuk melaporkan hal ini.
"Hei, kita harus segera pergi dari sini keburu polisi datang. Lebih baik kita pulang ke rumah masing-masing, besok sekolah seperti biasa agar tidak terlalu mencurigakan."
Ucap Roy, semuanya menjawab baik dan segera pergi. Sema membawa bom C4 dan memasukkannya ke dalam tasnya.
Sebelum pergi, telepon genggam milik Roy dihancurkan agar tidak ada yang mengetahui identitas mereka.
* * * * * *
Hari sudah larut malam, sesampainya di kontrakan yang ia sewa. Sema menyalakan lampu seluruh ruangan agar menjadi lebih aman.
Pulang sekolah, Sema segera mengeluarkan bom dan menyimpannya di meja. Dia mengambil mie di lemari dekat dapur beserta dengan beberapa bumbu bubuk seperti merica bubuk.
Sema menyalakan kompor dan memasak air untuk merebus mie. Dia menunggu sambil membongkar C4 memakai pisau seraya duduk di lantai.
"Mmm ... pemicunya memakai kabel kuning dan mesiu yang digunakan hampir sedikit dari amonia. Jika bom ini diledakkan seperti di mall atau gedung mungkin bakal bahaya."
Gumam Sema, dia beranjak dari tempat duduknya lalu membuang bom tersebut ke tempat sampah di sampingnya.
"Mending makan dulu daripada mati kelaparan, aku juga harus membeli bahan-bahan yang lainnya."
Pikir Sema, dia membuka bungkus mie dan memasukkannya ke air yang mendidih. Dia menunggu dengan tampang bodohnya melihat buih-buih air yang membuatnya greget.
Setelah lima menit, Sema mengangkatnya lalu ditiriskan. Memasukkan mie tersebut bersama kuahnya lalu memasukkan bumbu.
Karena Sema suka pilih-pilih makanan tetapi dia memiliki alasan sepele dibalik hal tersebut. Sema mendiamkan mie tersebut sebentar sampai bagian permukaannya sedikit dingin.
Dia langsung menghabiskannya dengan cepat di bawah enam detik namun kuahnya tidak dia habiskan. Sema mengambil air mineral botol di dalam kulkas dan menenggaknya habis.
Sema bersiap-siap pergi keluar untuk membeli beberapa bahan makanan. Dia memakai jaket hitam dan membawa sarung tangan anti pedang miliknya.
Diperjalanan yang sepi dan hanya kendaraan umum yang melintasi dirinya, membuat Sema tenang dengan suasana sunyi ini. Sema berniat pergi ke mini market yang berjarak 2 kilometer dari kontrakannya.
"Selamat malam dan selamat datang."
Sapa penjaga mini market yang merupakan seorang perempuan yang terlihat masih muda. Sema menghiraukannya dan segera mengambil sebuah keranjang yang telah disediakan.
Dia berkeliling untuk mencari bahan-bahan keperluan sehari-harinya. Dia membeli sepuluh susu kalengan, beberapa Mie dan buah-buahan.
Tanpa sengaja, matanya melirik kepada seorang perempuan yang sedang mengambil beberapa minuman teh botol plastik. Sema samar-samar mengenal perempuan tersebut.
Seorang perempuan berambut putih panjang sedikit keunguan dan memakai seragam sekolah. Ia tidak menatap Sema akan tetapi ia sendiri menutup kedua matanya.
Perempuan tersebut beranjak dari posisi jongkoknya lalu mengambil dompet dari tas yang ia bawa. Dia menyadari kehadiran Sema yang menatapnya dari tadi dan menyapa Sema.
"Bukankah kau murid baru itu? Salam kenal, namaku Euphraise Heles."
Sapanya seraya menghampiri Sema, Sema mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. Namun, Euphraise mencium pipi kanan Sema dengan cepat sehingga Sema tidak menyadari tingkah lakunya.
Secara reflek mundur, Sema langsung menjatuhkan barang bawaannya lalu menyentuh pipi kanannya bekas ciuman Euphraise.
"Apa yang kau lakukan tiba-tiba mencium pipiku?"
Tanya Sema dengan tenang, Euphraise yang melihat reaksi Sema sedikit bingung. Dia pun memejamkan matanya dan mulai memikirkan sesuatu.
"Akh! Maaf Sema, aku yang salah. Seharusnya aku tidak melakukan kebiasaanku ini."
Panik Euphraise seraya memegang kepalanya menggunakan kedua tangan. Sema memaafkannya lalu Euphraise menoleh ke belakang kemudian membungkuk meminta maaf.
"Sudahlah, lagipula aku yang tidak tahu apa-apa. Jadi kita berdua bisa dibilang impas."
"Begitukah, maaf ya. Karena kebiasaanku yang memberi sebuah kecupan kepada seseorang merupakan bentuk sapa dan salam kenal dari kami."
"Ngomong-ngomong, Euphraise berasal dari negara mana?"
Tanya Sema, lalu Euphraise melakukan pose dengan mata sebelah kanan yang tertutup.
"Fufufu~ itu rahasia, lagipula kita baru saja kenal. Seiring waktu kita juga akan semakin akrab, ngomong-ngomong apa yang kau beli?"
Tanya Euphraise, Sema menoleh ke bawah dan mengambil kembali keranjang bawaannya.
"Hanya beberapa kebutuhan untuk tinggal sendiri, apakah Euphraise juga tinggal sendiri?"
"Mmm ... begitulah, dan tolong hentikan memanggilku dengan nama Euphraise. Itu terlalu panjang, Heles saja cukup lalu aku akan memanggilmu Sema."
"Baiklah, sepakat. Apakah kau hanya membeli teh saja?"
Tanya Sema, Heles mengambil keranjang bawaannya lalu memasukkan dompet miliknya ke keranjang.
"Persediaan teh di tempat tinggalku sudah mulai menipis, makanya aku mulai mengisinya lagi."
Ucapnya, mereka berdu pergi bersama-sama menuju kasir. Sema mempersilahkan Heles dahulu lalu dirinya.
Heles menunggu Sema di luar untuk pulang bareng karena hari sudah malam dan itu berbahaya.
"Ngomong-ngomong di mana tempat tinggalmu? Jika ke arah sini berarti sejalur."
"Mmm ... apartemennya dekat sini kok, kita pulang bareng sekalian karena sejalur."
"Baiklah, Heles. Ada yang ingin aku tanyakan tentang suatu hal."
"Boleh saja, tanyakan saja padaku. Aku akan menjawab pertanyaan yang aku bisa jawab."
Di malam hari yang sunyi ini, bintang-bintang yang gemerlapan dan bulan yang menyinari mereka membuat suasana diantara mereka berdua menjadi romantis.
"Apakah misi kalian tadi itu tentang kasus penyelundupan?"
Tanya Sema, Heles menanggapinya dengan sebuah anggukan dengan kedua mata yang tertutup.
"Begitu ya, pasti berat mendapatkan misi seperti itu."
"Tidak juga, kami yang menyelesaikannya mendapatkan hasil rampasan seperti pistol dan beberapa amunisi. Itu membuatku sedikit bersemangat ketika memakai senjata api Ak-12."
Ucap Heles, mereka berdua saling melontarkan pertanyaan seraya pulang menuju rumah mereka masing-masing.
Mereka berdua tiba di kontrakan, Sema dan Heles menaiki tangga menuju lantai dua. Sema berhenti di pintu kedua sedangkan Heles berhenti di pintu ketiga.
"Ekh?"
Ucap mereka berdua, lalu Sema dan Heles terkagetkan akan sebuah takdir dan menertawakan kebetulan ini.
Mereka berdua merupakan tetangga, karena Heles sudah tinggal lama dan Sema baru datang. Tentunya mereka berdua tidak saling mengenal karena dulunya Heles tinggal sendiri di lantai dua.
Mereka berdua saling mengucapkan 'selamat malam' lalu masuk ke ruangan masing-masing.
Heles terdiam seraya menyandarkan punggungnya di balik pintu ruangannya dengan wajah yang tidak percaya akan suatu hal.
"Sema Dharmawan, dirinya tidak berubah sama sekali sejak dulu ... "
Gumam Heles, dia melepaskan sepatunya lalu membawa barang bawaannya dan diletakkan di atas meja ruang tengah.
To Be Continue....
* * * * * *