webnovel

Your Presence

Ketika fisik sudah tidak mampu untuk bertahan lagi, harapan terakhir agar diri tak menggila hanyalah pada batin dan akal sehat. Namun, bagaimana jika akal sehat sudah mulai tak bisa diajak untuk berkompromi lagi? Adit, sebagai contoh dari sekian anak yang merasa kurang beruntung akibat menjadi korban dalam kekerasan rumah tangga orang tuanya. Menjadi sasaran empuk kala sang Ayah dan Ibu tengah lelah karena perkerjaan mereka, bahkan membuat Adit sudah sangat lelah untuk terus bertahan di dunia yang begitu kejam untuknya. Nurani sudah menghilang, batin pun mulai berbisik agar enyah dari dunia yang kejam ini. Mengakhiri hidup mungkin, menjadi akhir kisah Adit yang begitu kelam. Agar ia bisa lepas dari kedua orang tua nya yang tak menginginkannya untuk terlahir ke dunia ini. Namun .... "Kalo mau bunuh diri jangan di sini, Aa ganteng!" Suara khas sang gadis yang terus menggema, mengganggu pikiran Adit hingga akal sehatnya perlahan kembali membaik. "Siapa dia? Mengapa aku selalu memikirkannya?" Akankah, Tuhan mempertemukan Adit dengan gadis yang berhasil mencegah dirinya untuk mengakhiri hidupnya itu? Atau, kah sebaliknya? Apakah Adit akan mendapatkan kebahagiaan yang tak pernah ia rasakan sejak berusia 5 tahun hingga sekarang?

AQUELLA_0803 · Urban
Not enough ratings
278 Chs

Terbongkar.

Adit sedang berada di kantor dan mengerjakan pekerjaannya. Tiba-tiba ada karyawannya masuk dan membawa beberapa dokumen lagi pada Adit.

"Ini dokumen baru yang harus segera diselesaikan, Pak. Nanti Presdir ingin melihat dokumen-dokumen ini," jelas karyawannya.

"Baiklah akan saya selesaikan," balas Adit sambil tersenyum.

Karyawan itu pun membungkuk dan langsung keluar dari ruang kerja Adit. Ya, seperti biasa laki-laki ini selalu sibuk dengan dokumen-dokumen dan harus dikerjakan dengan cepat, jika tidak ayahnya akan memberi hukuman padanya.

Drtt..drtt.. ponsel tiba-tiba berbunyi, Adit langsung mengangkat telepon tersebut dan terkejut saat mendengar ayahnya tengah membentaknya. Pria itu langsung keluar dari ruangan dan menuju ruang Presdir. Ayahnya melempar berkas saat Adit baru membuka pintu.

"Apa-apaan ini? Kenapa kau salah mengerjakan berkas itu?!" bentak ayahnya.

"Maksud, Papa?" tanya Adit yang mengambil berkas yang dilempar kearahnya tadi.

"Pa bukan aku yang mengerjakan berkas bisnis restoran ini," sambung Adit.

"Jadi siapa lagi yang mengerjakannya, selain kau anak sial!" bentak ayahnya sambil menarik rambut Adit.

"Akh.. Sakit, Pa.." balas Adit.

"Kau tau sakit! Tapi kenapa selalu membuatku marah!" bentak ayahnya.

Ayah Adit semakin menarik rambut anak laki-lakinya dan mencubit pinggang Adit sangat keras.

"Ampun Pa, kepala Adit sakit.." sambung Adit yang tak tahan menahan rasa sakit saat disiksa oleh ayahnya.

Plak

Plak

Dua tamparan mendarat di wajah Adit dan bibir yang kemarin terluka, kembali mengeluarkan darah. Adit memegang wajahnya dan menatap ayahnya dengan tatapan kesal.

"Apa tidak suka dengan sikap ku?!" bentak ayahnya.

"Pergi dari ruanganku anak sial!" sambung nya.

Adit berdiri dan keluar ruangan dengan keadaan bibir yang berdarah. Semua karyawan yang berkerja disana merasa kasihan pada Adit, yang selalu disiksa oleh ayahnya sendiri. Namun, tidak dengan pria yang tengah duduk sambil tersenyum puas melihat penderitaan Adit. Pria itu berjalan keluar kantor menuju sebuah taman untuk menemui seseorang.

***

Kini Adit berada di taman sambil memegang kepalanya yang sakit. Darah di bibirnya tidak berhenti mengalir, ia mengepal tangannya dan meneteskan air mata di pipinya. Ia meratapi nasibnya, karena telah di lahirkan ke dunia yang penuh kejahatan ini. Adit mengambil pisau dari saku jas yang ia pakai, dia mengarahkan pisau itu ke tangannya.

Namun, tanpa disengaja Adit melihat Sinta sedang bersama karyawannya tengah duduk di kursi taman, sambil bercumbu dengan nikmat. Ia berlari menghampiri Sinta dan menarik tangan gadis tersebut.

"Akh! Lepas!" bentak Sinta.

"Apa maksud mu, ha? Kenapa kamu bisa bersama karyawan ku!" bentak Adit yang kesal.

"Heh! Kau tau aku sudah lama berpacaran dengan laki-laki ini! Sudah 3 tahun lamanya, kau hanya pelarianku," balas Sinta menatap tajam Adit.

"Apa kamu bilang?! Aku pelarianmu? Jadi uang yang ku berikan padamu, untuk biaya kau berpacaran dengan pria ini? Sadar diri gadis sialan! Kau akan menyesal bersama pria miskin ini!" bentak Adit.

"Aku tidak akan menyesal! Selama ini kita pacaran, aku hanya memanfaatkan mu!" teriak Sinta.

Bruk!

Satu pukulan mendarat mulus di wajah Adit. Laki-laki itu mengepal tangannya dan membalas pukulan tersebut. Sinta mencoba menjauhi mereka, namun tetap saja tidak bisa. Karena kedua laki-laki tersebut begitu kuat dan dia kewalahan menjauhi mereka.

"Beraninya kau merebut kekasih atasanmu sendiri dan memukul wajah atasanmu, mau mati kau!" bentak Adit memukul wajah karyawanya.

Bugh!

"Alah, kau kira aku takut padamu. Aku tidak pernah takut dengan pria menyedihkan sepertimu, nanti akan ada yang mengambil foto dan memasukkan wajahmu ke dalam artikel kekerasan terhadap karyawan sendiri, setelah itu kau akan disiksa oleh keluarga mu sendiri bodoh!" jawab karyawannya sambil tersenyum remeh.

Adit pun mendorong karyawannya dan menatap tajam ke arah Sinta. Ia pergi dalam keadaan banyak memar di wajahnya, Sinta dan selingkuhnya acuh pada Adit.

"Kau baik-baik saja sayang?" tanya Sinta.

"Aku baik, dasar laki-laki gila. Berani dia menyentuh wajah tampanku," ucap karyawannya.

"Sudah tau gila, jangan dilawan sayang. Bikin capek aja tau, lihat wajahmu ya Tuhan." jawab Sinta yang mengobati wajah selingkuhannya.

Mereka berdua masih di dekat taman, sedangkan Adit ia memilih berlari ke sebuah restauran tempat Putri bekerja. Saat melihat Putri yang sedang membuang sampah, Adit langsung memeluk gadis tersebut dengan erat.

"Dia selingkuh," ucap Adit sambil menangis.

Putri terkejut dan membalas pelukkan Adit, dia berusaha menenangkan Adit yang ada di pelukkannya dan menepuk pelan punggung pria tampan tersebut. Sedangkan Adit masih saja tetap menangis dipelukkan Putri, karena hanya Putri yang bisa membuatnya tenang, walau mereka baru berkenalan.

Pandangan karyawan restauran dan pelanggan tertuju pada mereka berdua. Putri membawa Adit untuk duduk di kursi depan tempat kerjanya. Ia menggeggam erat tangan pria itu dan Adit kembali memeluknya sambil terisak.

Pemilik restauran menatap Putri yang sedang di peluk oleh Adit. Hanya diam dan mengangguk pada gadis itu agar tetap bersama Adit. Putri mengiya'kan dan setia di samping Adit sampai ia tenang.

***

Di rumah kediaman keluarga Adit,

Ayahnya sedang duduk di ruang tamu dan menghempaskan tas kerjanya. Istrinya datang dan membawakan minuman untuk suaminya.

"Ada masalah apalagi, Kang?" tanya sang Istri.

"Anak sialan itu berulah lagi, aku pusing melihatnya!" kesal ayahnya yang mengacak rambut.

"Sekali saja membuatku tenang apa susahnya!" sambungnya lagi.

"Sabar Kang, anak itu selalu saja bikin kesal. Hadeh, apa perlu kita masukkan ke rumah sakit jiwa? Sepertinya dia mulai gila," jawab istrinya.

"Kalau dia gila mana mungkin bisa mengerjakan tugas kantor? Dia hanya malas dan hanya ingin melihat kita cepat mati, karena terus memarahinya!" bentak Ayah Adit.

Oliv pulang dan menghampiri kedua orang tuanya. Ia duduk di sofa depan ayah dan ibunya, gadis itu menunduk'kan kepala lalu meletakkan kotak kecil di atas meja.

"Apa ini nak?" tanya Ibu.

Oliv hanya diam dan tetap menunduk'kan kepalanya. Akhirnya sang Ayah mengambil kotak tersebut dan terkejut setelah membuka kotak itu. Ia melempar kotak tersebut wajah anak perempuannya.

"Apa-apaan ini ha?! Sejak kapan kau jadi gadis murahan!" bentak ayahnya menatap tajam ke anak perempuannya.

Sang Ibu mengambil kotak tersebut, lalu menatap Oliv dengan tatapan penuh kecewa. "Bawa pria yang menghamilimu ke rumah ini!" teriak sang Ibu.

"Dia kabur, Ma.." jawab Oliv yang mulai ketakutan.

"Anak sial!" sambung ayahnya sambil menarik tangan putrinya.

"Ampun Pa, aku minta maaf.." jawab Oliv yang kesakitan saat ayahnya menarik tangan dirinya.

"Kau sama saja dengan adikmu, selalu membuatku kesal dan hampir membuatku gila!" teriak ayahnya.

"Ampun, Pa. Aku tidak tau kalau sampai hamil, seperti ini..." sambung Oliv sambil memeluk kaki sang Ayah yang tengah diselimuti emosi.

.

To be continued