webnovel

Your Black Blood

Aku tahu resiko yang aku hadapi. Sisi brutal yang menuntunku itu kadang . . . .

Noelloria · Others
Not enough ratings
4 Chs

2. What Happen?

"Kau sudah bisa bercerita?" tanya Crystal pada Dami.

"Dari mana aku memulainya?." Dami meletakkan cangkir besar cokelat panas.

Keduanya ada di kediaman Crystal. Dami menghabiskan 2 cangkir cokelat panas, memakai 2 selimut dan pemanas ruangan maximal.

.

.

"Pagi-pagi di Dermaga?" pancing Crystal

"Ah iya." Dami menghela nafas, diam sejenak lalu memulai ceritanya. "Aku bertengkar dengan kekasihku karena dia membatalkan kencan kami tanpa alasan yang aku bisa mengerti."

". . . ." Crystal menunggu dengan sabar.

"Padahal aku sudah baangun pagi dan berjalan jauh. Tujuan utamaku bukan ke dermaga. Tapi .." Dami menggigit bibir bawahnya seakan tak mampu menggerakkan bibirnya.

"Dami, jika kau belum sia .."

"Aku hanya berhenti sebentar untuk memaki kekasihku." Dami menyela cepat. Dia menunduk mengeratkan genggamannya pada cangkir.

.

.

"Dami.. " lirih Crystal meraih tangan teman dekatnya.

"Aku mendengar suara seseorang kesakitan dan minta tolong. Lalu kau tahu yang terjadi selanjutnya"

Crystal memeluk temannya erat mencoba mengatakan semua telah berlalu. Hanya pada dirinyalah Dami bebas meninggalkan sifat tomboy dan 'swag'nya. Dia tak masalah bila temannya berubah cengeng dan lemah, tak sekalipun dia mengolok-olok ataupun mengejek sifat lembek Dami didepan teman-teman yang lain

Dami pun berbuat sebaliknya, dia tahu kapan Crystal harus sendiri, kapan harus serius dan kapan harus didengarkan.

.

.

.

Crystal baru saja selesai mencuci cangkir saat mendengar suara bel.

Ternyata kekasihnya berkunjung.

"Selamat datang." sambut Crystal hangat.

"Milik siapa?" tanya Taehyung menunjuk sepatu di depan pintu.

"Itu milik Dami, ayo kemari." ajak Crystal diekori Taehyung.

Taehyung duduk di dekat jendela sambil menunggu Crystal menyiapkan minuman panas.

/

/

/

"Ini dia." Crystal meletakkan kopi panas di meja samping lalu berdiri disamping Taehyung.

"Apa kau pergi keluar?" tanya Taehyung datar menatap lurus kemata Crystal

"Eh?" Crystal tertegun, itu pertanyaan atau memastikan?

Aura Taehyung mulai terasa mengintimidasi.

"Crystal?" panggil Taehyung dingin.

"Aku mengatakan akan keluar bila terdesak." Crystal memalingkan pandangannya. Dia agak merinding dengan sikap kekasihnya.

". . ." Taehyung tak menanggapi, masih memegang cangkir di meja dengan tangan kanan, dia bersandar tanpa mengalihkan tatapannya.

"Dami dalam masa . . ."

"Kau terluka?"

"Ap .. " Crystal mendongak menatap Taehyung namun tetap saja dia tak bisa membaca tatapan itu. Dia ingin sekali menceritakan apa yang terjadi pada dirinya dan Dami barusan.

.

.

Tapi ..

.

.

Taehyung beralih ke belakang Crystal memeluk lehernya yang hangat.

"Apa kau terluka?"

Pertanyaan Taehyung dia jawab dengan gelengan pelan. Ada apa ini? dirinya tak pernah merasa seasing ini pada kekasihnya.

Taehyung mencium puncak kepala Crystal, menghirup perpaduan aroma vanilla dan violet pada rambut kekasihnya. Wangi menenangkan yang ia sukai.

Crystal semakin merasa terintimidasi, perasaan aneh yang seharusnya tidak ia rasakan ketika dalam pelukan kekasih yang ia percayai.

.

.

.

"Tae.." Crystal membuka mulutnya ingin mengatakan apa saja yang bisa menghilangkan rasa gugup yang tak wajar ini.

"Jangan keluar" Taehyung kembali berbisik

Kali ini Crystal menekan kalimatnya.

"Ada apa denganmu? Kau tidak pernah seperti ini."

Taehyung melepas pelukannya memutar tubuh Crystal kemudian menangkup pipi chubbynya agar bisa menatap lurus ke matanya.

"Jangan .. keluar!!"

" ! "

.

.

.

Crystal membisu dan membeku.

Matanya mengikuti punggung Taehyung hingga menghilang di balik pintu. Seketika mendudukan dirinya lemas.

Dia bukan Taehyung yang aku kenal selama ini!

Mata itu bukanlah mata hangat dan ceria yang selama ini memantulkan bayangan dirinya.

Perasaan Crystal campur aduk. Setelah berhadapan dengan pembunuh, sekarang kekasihnya bersikap seperti ... seperti ... entahlah! sulit dijabarkan.

-

-

-

-

@Fleur Noir Mansion = Mansion Bunga Hitam

Mansion besar nan suram jauh dari keramaian dengan beberapa penghuni yang tak ingin kau temui.

Di aula tengah yang sangat besar, terdapat 4 pilar ukir dan disekitarnya ada beberapa orang penting bahkan ada orang pemerintahan yang berdiskusi sesuatu yang serius.

Jangan lupakan seseorang yang sedang duduk di singgasana tengah ruangan,

Lelaki tampan berambut perak panjang dengan baju berjubah hitam sangat cocok dengan tubuh tingginya, serta kilau mata merah mampu menusuk jantung siapa saja.

.

.

.

"Lord Arxen!! keputusan anda?" salah seorang petinggi bicara pada lelaki berambut perak.

"Aku perintahkan kalian bergegas bukan panik atau ceroboh." jawab sang Lord membungkam penghuni aula

"Maafkan kami." seorang pemuda berambut hitam tebal, mata runcing dan tatto di bagian leher kanan memanjang ingga lengan menunduk hormat.

"Temukan!!" perintah Lord Arxen tegas

"Baik!!" pemuda tadi bergeas pergi bersama beberapa temannya.

Diskusi alot berlanjut hingga mendekati fajar.

.

.

.

"Lord Arxen, Zach disini." lapor buttler pribadi yaitu lelaki yang nampak sudah berumur, berdiri diambang pintu ruang baca sang Lord menunggu dengan sabar.

"Ya."

Sang buttler membungkuk sebelum pergi meski Lordnya tak melihat.

.

.

.

Beberapa saat saja, masuklah seorang lelaki dengan surai putih seleher kontras dengan tatto bergambar rantai melingkar dilehernya, tampan, berperawakan proposional, memakai baju tanpa lengan warna hitam, jelana panjang hitam dengan rantai melingkar di saku kirinya.

"Lord Arxen." sapa Zach pada Lord tertinggi clan.

"Zach." Lord Arxen berdiri menatap pemuda dihadapannya lalu mengulurkan tangan kanannya.

Itu bukan uluran tangan biasa, sang Lord mengulurkan tangannya dalam keadaan mengepal.

Entah apa yang membuat Zach tersentuh, mata hijaunya berkaca-kaca lalu berjalan mendekat dan berlutut sopan tidak lupa menundukkan kepalanya.

.

.

Sang Lord mendekat merenggangkan kepalan tangannya menampakkan medalion bulat berhias ukiran perak melilit batu Swarovski biru berkilau di tengah.

"Zach! atas namaku sebagai pemimpin tertinggi klan. Mulai hari ini kulepaskan segel di tubuhmu dengan batas yang kukehendaki." Lord Arxen menekan medalion ke kepala Zach.

.

.

Ledakan sinar menyilaukan tercipta. Zach mengerang kesakitan, seiring tatto dilehernya memudar perlahan.

Sinar dan tatto menghilang bersamaan, Zach terengah-engah mengambil nafas sebanyak yang ia bisa dapatkan. Setelah reda, dia berdiri berhadapan dengan Lord Arxen.

"Bawa siapapun dari mereka padaku." perintah Sang Lord dingin.

"Baik Lord." jawab Zach langsung menghilang.

.

.

.

@Crystal Apartment

Crystal dan Dami makan sambil mendiskusikan apa yang terjadi kemarin. Ternyata sesaat setelah mereka sampai di rumah, terdapat berita siaran langsung yang menyampaikan penemuan mayat di Dermaga.

Dan mereka bedua bingung harus bagaimana, apakah akan menuju kantor polisi untuk bersaksi meski belum dipanggil, ataukan diam saja.

Karena cepat atau lambat, polisi yang menyelidiki kasus ini kemungkinan besar akan menemukan mereka.

.

.

.

"Polisi bilang tidak ada jejak CCTV karena salju yang menutupi kamera. Kita akan baik-baik saja." celetuk Dami membawa peralatan makannya juga yang dipakai Crystal ke pantry dan mencucinya.

Crystal yang memasak, Dami yang mencuci piring.

"Kau yakin?" Crystal masih belum bisa menentukan keputusannya.

"Aku bercanda." sahut Dami datar tanpa berpaling. Dan itu berarti dia serius.

"Baiklah" Crystal mendesah berat.

.

.

.

"Aku akan pulang. Ku hubungi nanti." Dami menyahut jaket biru Crystal sambil berlalu menuju pintu.

"Pulang? Dami!!" Crystal beranjak menyusul temannya.

"Kenapa? kau tidak usah ikut. Aku sudah baik-baik saja"

"Kau bercanda? ini bukan waktu yang tepat untukmu berjalan diluar!! Lihat berita tentang ancaman badai tadi?" omel Crystal

"Aku akan selamat dari badai jika kau tak mengulur waktuku!! Bebek cerewet."

Dami membanting pintu seakan itu adalah pintunya. Crystal kembali menghela nafas. Untung saja dia tak sekeras kepala itu, jadi persahabatan mereka tidak sulit.

.

.

.

.

.

Dami sampai ke apartmentnya yang hanya berjarak 30 menit dari apartment Crystal. Rasa lelah dan sisa syok kejadian tadi pagi masih membuat jantungnya berdegup sedikit lebih cepat.

Ditambah orang asing memakai masker berpakaian serba hitam yang masuk bersamaan ke lift dengan dirinya. Orang aneh itu hanya masuk, berdiri dibelakang Dami tanpa memencet tombol lift.

Mungkin karena gemang (takut), dengan bodohnya dia menekan angka 8 yang merupakan lantai tempat dia tinggal. Keringat mulai muncul di dahi kinclong Dami, dilihatnya dari pantulan pintu lift, orang aneh dan tinggi dibelakangnya menurunkan masker, maju selangkah lebih dekat padanya.

.

.

TING..!!

Huh?

Lantai 3?

Pintu lift terbuka memunculkan sosok wanita seksi berbaju hitam ikut bergabung dengan mereka langsung menekan angka 14.

Dami mengenali wanita ini tapi tak terlalu akrab untuk memulai percakapan. Kehadiran si seksi lumayan melonggarkan kecemasannya.

.

.

.

Sampai di lantai 8, Dami keluar sendirian. Lelaki aneh tadi tak mengikutinya.

"Haah, pikiranku kacau sekali."

Dami segera mengguyur tubuhnya dengan air hangat, setelah ganti baju dia berniat menghubungi Crystal melalui telpon rumah karena ponsel mereka berdua rusak karena berenang di Dermaga,

tapi ..

Lelaki yang tadi di lift bersamanya sudah ada di dalam apartment.

"Selamat malam?"

.

.

.

"Siapa kau!!" Dami mengambil ancang-ancang siaga.

". . ." si lelaki tak menjawab, hanya menyeringai lalu berjalan mendekat.

"Jangan mendekat dasar penguntit!!"

Dami reflek mengangkat kakinya menendang lelaki itu.

Si lelaki menyingkir dengan mudah, tak mau kalah, Dami kembali memukul, salto sambil menendang dan sebagainya hingga mengobrak-abrik ruang tamu.

.

.

Perlawanan Dami bukanlah apa-apa. Sekali banting, Dami langsung muntah darah dan tak berdaya bahkan sekedar berdiri saja dia kesakitan.

Si lelaki berjalan mengambil jaket Crystal yang dipinjam Dami tadi kemudian mendekatkannya ke hidung.

"2 aroma?"

"K-kau.." Dami kesakitan mencoba bergerak.

Jadi Dami menyimpulkan ketika si lelaki mendekat di lift, bertujuan untuk mencium aroma jaketnya.

"Aku tidak akan menyakitinya." si lelaki jongkok di samping Dami mengusap kepalanya pelan. Seakan tahu apa yang sedang Dami khawatirkan.

"Kau mau apa?" tanya Dami ketus hanya dibalas dengan seringai

"Namaku Zach."

Hanya begitu saja dan lelaki bernama Zach pergi tanpa Dami tahu kapan dia melangkah pergi, yang ia tahu bahwa teman dekatnya dalam bahaya dan Dami pun kehilangan kesadaran.

.

.

.

"Apa kau keluar?"

"ASTAGA!!!"

Crystal menjatuhkan tumpukan baju Dami yang ia bereskan karena Taehyung tiba-tiba ada dibelakangnya. Memang dia memberitahu nomor pin apartment pada Taehyung, namun ini kali pertama masuk tanpa memencet bel.

Taehyung mendekat memeluk Crystal yang masih tertegun melihat kelakuan kekasihnya yang semakin tak jelas.

"Aku percaya padamu." bisik Taehyung melonggarkan pelukannya.

.

.

Dingin

Kenapa semuanya dingin.

Tatapan kelewat tajam, ekspresi wajah datar serta pelukannya tak menenangkan sama sekali.

Sekali lagi, Crystal tak sanggup mengatakan apa-apa.

.

.

.

"Tae?" cicit Crystal tak mengalihkan matanya pada obsidian Taehyung.

"Hm?"

"Kenapa? Apa yang.."

"Sssstt" Taehyung mengunci bibir Crystal dengan jari telunjuknya.

Takut

Berbagai pikiran buruk berseliweran di kepalanya. Kekasihnya bersikap seperti ini sejak kemarin malam di kereta. Dia memang ridak keras kepala, tapi rasa penasarannya beradu dengan kegelisahan.

_____Bersambung_____To Be Continued_____

Halo,, saya kembali dengan FF pengganti Black Blood.

Untuk komen yang sudah masuk akan saya tulis di akhir paragraf sesuai dengan chapter.

Silahkan tulis komentar karena saya terbuka dengan saran & kritik yang membangun.

Silahkan tinggalkan jejak bila kalian suka.

Jangan lanjutkan bila tidak suka. See ya~

Creation is hard, cheer me up!

Noelloriacreators' thoughts