webnovel

Penulis Yang Membosankan

Dentingan jarum jam terdengar jelas di dalam ruangan gelap dengan aroma apel yang menguak. Ariana Olivin, mahasiswi semester tiga itu masih bergulat di depan monitor berukuran 24 Inch. Sebuah kacamata kotak sesekali dia lepas, untuk memudahkannya mengucek kedua mata yang mulai sayu. Tak terasa, sudah hampir lima jam ia mengetik kelanjutan novelnya.

Ariana atau gadis yang biasa dipanggil Ana, dia adalah seorang penulis terkenal sejak dirinya meluncurkan sebuah novel berjudul "Young Rider", yang artinya pengendara muda. Penjualan novelnya melonjak sejak pertama kali rilis, dan Ariana sama sekali tidak menyangka hal itu akan terjadi. Dia bahkan menjadi bahan sorotan di kampusnya sebab karier cemerlang sebagai penulis muda.

"Karena lo udah buat gue kaya. Ya, setidaknya agak kaya dibanding sebelumnya, gue akan buat lo menang di chapter kali ini," ujar Ariana pelan.

Klik...

Berhasil publish.

Itulah kalimat yang tertera dalam layar.

"An, masih belum pulang?"

Sebuah suara berat membuat Ariana sontak menolehkan kepalanya menghadap ke belakang. Dia tersenyum ketika mendapati Galang yang berdiri di ambang pintu seraya membawa sebuah kotak warna putih.

"Udah gue duga lo pasti belum pulang. Lagian, kenapa lo nggak beli PC sendiri sih? Uang lo kan banyak." Galang berkomentar seraya mengeluarkan kotak tersebut yang ternyata berisi makanan.

"Kan gue udah punya laptop, Gal."

"Lah, makanya lo udah punya laptop, lo mending lanjut nulis di rumah aja. Ini kalo nggak ada gue, pak satpam udah kunci lo di sini," omelnya dan ditanggapi kekehan kecil oleh Ariana.

"Enakan di sini. Sunyi. Kalo di rumah, yang ada gue malah denger orang tua ribut mulu. Lagian, kalau pakai laptop nih, punggung gue sakit tau, Gal. Di sini enak, kursinya kayak kursi kantoran, hehe."

"Banyak cincong. Nih, makan!" titah Galang seraya menyodorkan kotak makan tersebut pada Ariana. Ariana pun tersenyum dan menerima tanpa basa-basi.

Galang adalah tetangga sekaligus temannya sejak memasuki kampus. Dulu Ariana tinggal di ibu kota, dan dia pindah ke Bandung karena ayahnya terlibat banyak masalah. Ayahnya merupakan maniak judi. Dia penjudi ulung dan selalu beruntung. Tapi itu dulu, sebelum ibunya mengancam untuk menceraikannya jika terus melanjutkan perbuatan berdosa itu.

"Gue nggak mau tau, lo besok di rumah aja, An. Sekarang banyak kabar begal motor lo!"

"Kan gue naik taksi, Gal. Lo gimana sih?"

"Y-ya, sekarang naik motor aja. Biar hemat. Gimana sih lo?"

Ariana menghela napas lantas berkata, "Gue usahain, tapi gue nggak janji."

"Serah dah. Ya udah cepet habisin makannya, habis itu gue barengi lo pulang."

"Shaps komandan!"

Malam itu, Ariana pulang diantar Galang. Galang telah menghilang dari pandangannya setelah dia memasuki pekarangan rumah. Hari ini benar-benar melelahkan, sebab Ariana harus segera menamatkan novelnya. Ariana hampir menyelesaikan Young Rider di series yang ke-tiga. Ya, seterkenal itu karya Ariana hingga dia menciptakan tiga series atas permintaan para pembacanya.

Rumahnya terlihat sepi. Mungkin orang tuanya masih sama-sama kerja. Ibunya adalah seorang koki di restoran terdekat. Sedangkan ayahnya tengah bekerja di sebuah bengkel, baru satu minggu. Ayahnya pun bekerja karena terpaksa. Lagi-lagi ibunya berhasil mengancam untuk menceraikan jika ayahnya tidak menuruti keinginannya. Ariana sama sekali tak keberatan apapun pekerjaan ayahnya, selagi itu halal. Dia bukanlah tipikal perempuan gengsian dan hedonisme. Dia perempuan sederhana, cenderung pendiam, dan tertutup.

Dia pun mulai memasuki rumahnya lantas bergegas memasuki kamar yang letaknya ada di samping ruang keluarga. Sejenak dia rehat, lantas mandi untuk menyejukkan badan. Akan tetapi, pikirannya masih terngiang akan kelanjutan kisah Baron dalam novelnya.

"Kalau gue buat Baron meninggal di series ke-tiga, apa nggak apa-apa gue bangkitkan dia lagi di series selanjutnya?" gumamnya di bawah pancuran air shower yang menenangkan.

Baron adalah tokoh utama dalam novelnya. Dia menciptakan Baron tanpa alasan. Tangannya dengan lihai mengetik apa saja yang ada dalam nalurinya. Baron berperan sebagai pria dengan umur yang sama sepertinya. Baron adalah anak pengusaha sukses di bidang transportasi, Balexa Corp. Nama perusahaan itu diambil dari nama Baron, Baron Alexander.

Baron sendiri tak terlalu menanggapi masalah bisnis orang tuanya. Dia lelaki yang hanya suka bersenang-senang. Balapan motor adalah hidupnya. Ariana bahkan membuat sebutan untuk Baron, yaitu "Real Ghost of Rider".

"Sampai series ke-tiga, gue bahkan belum sampai buat Baron jatuh cinta sama siapapun. Apa di chapter ini gue buat karakter cewek buat dia? Tapi, gimana tanggapan pembaca gue ya?" lanjutnya.

Sebenarnya Ariana heran, mengapa begitu banyak orang-orang yang menyukai novelnya hingga sangat menantikannya rilis lagi. Apakah Baron faktor terbesar pemikat hati mereka? Padahal, bagi Ariana, Baron hanya karakter biasa yang dia ciptakan dari naluri.

"Tapi, gimana kalau mereka malah nggak suka kalau ada karakter perempuan buat Baron? Gue kan juga lemah kalau disuruh buat karakter cewek." Ariana masih terus bergulat di dalam kamar mandi, sampai dia lupa bahwa kulitnya hampir mengeriput sebab saking lamanya berada di sana.

"Gue ciptain cewek yang gimana ya buat dia? Introvert? Atau yang seksi ala-ala novel adult? Ah, nggak deh. Jangan. Menyalahi aturan novel yang gue buat sendiri. Gue nggak boleh buat novel adult. Titik!" tegasnya.

Sudahlah. Ariana akan berhenti memikirkan Baron sekarang. Dia pun keluar dari kamar mandi hanya dengan lilitan handuk yang menutupi tubuhnya. Kulitnya yang putih itu dapat merasakan angin menyengat. Suhu di luar kamar mandi begitu dingin.

Saat Ariana hendak menuju almari, dia dikagetkan oleh jendela kamar yang tiba-tiba tertutup hingga menimbulkan suara mengejutkan. Berpikir bahwa itu hanya angin saja, Ariana kembali menutup jendela kamarnya dan bergegas mengambil baju di lemari untuk dia kenakan.

Namun, Ariana merasa ada sosok di belakang yang mengintainya. Tanpa ragu dia langsung menolehkan kepalanya, dan malah menemukan sebuah bayangan hitam yang melewatinya dan menghilang begitu saja. Handuk yang melilit tubuhnya itu bahkan hampir saja terlepas.

"A-apa itu...." gumamnya ketakutan.

Dia akhirnya memejamkan mata rapat sebab tak berani melihat apa yang terjadi saat ini. Meskipun Ariana tidak pernah melihat hantu sebelumnya, namun dirinya yakin bahwa mereka itu memang ada. Lalu, saat ini mungkin hantu sedang mengganggunya, itulah yang ia pikirkan.

Saat terasa kembali hening lagi, Ariana mencoba memberanikan diri untuk membuka kedua kelopak mata indahnya. Tiba-tiba, laptop yang berada di atas meja ujung kamarnya menyala dengan sendirinya. Ariana sempat menganga, namun ia cepat-cepat bergegas menuju ke sana untuk melihat apa yang terjadi.

Saat itu kedua bola mata Ariana membulat ketika melihat adanya tulisan di layar laptopnya.

"Kau penulis yang membosankan."