webnovel

Kawasan Ring Road

Bug!

Sebuah motor berwarna hitam metalic terjatuh, membuat si pengendara ikut terbanting. Helm full face yang dikenakannya sedikit tergores aspal jalan raya malam itu. Lelaki yang motornya baru saja ditendang mendadak oleh pria tak dikenal itu ialah Baron. Tepat pukul delapan lewat enam menit dia bergegas menuju Ring Road untuk balapan liar. Namun sial, komplotan pria yang memakai pakaian serba hitam tiba-tiba memojokkan dirinya.

Baron melepas helmnya—tatapan elangnya seolah ingin memangsa siapa saja yang menghalanginya balapan malam ini.

19, Oktober 2095.

Ini adalah hari sakral. Tepat ulang tahunnya ke-21. Dia tak mengharapkan apapun dari siapapun. Dia ingin membuat hari ini berharga, dengan memenangkan balapan melawan Teddy. Teddy adalah musuh bebuyutannya, melebihi sosok Ramon. Sebuah insiden mengenaskan masih terngiang di kepala Baron hingga saat ini. Kehilangan sahabat, kehilangan sosok lelaki yang sangat mengerti dirinya, membuat dia kehilangan akal. Baron hampir membunuh Teddy kala itu juga.

"Sial."

Lima pria bertopeng mencoba menahan tangan Baron. Mereka juga mengikat tangan Baron kuat hingga Baron sulit memberontak.

"Kamu tidak boleh ikut balapan malam ini!"

"Siapa kalian?!?" Baron meronta, suaranya berdesis seram seperti ingin menerkam. Hanya dalam satu hentakan, kelima pria itu terjungkal ke belakang. Baron melepas ikatan tali pada kedua tangan menggunakan gigi kuat miliknya. Dia menduduki salah seorang pria itu dan langsung membuka topeng hitamnya.

"Vernon?!?" Baron membulatkan kedua mata usai melihat siapa pria yang ada di bawahnya kala ini.

"D-den..."

Baron menjauhkan tubuhnya. Dia memperhatikan empat pria lainnya. "Kalian juga?"

"Lepas!"" perintah Baron menunjuk pada topeng keempat pria yang belum terlepas.

Mereka melepas topeng satu per satu. Helaan napas panjang terdengar. Baron memegang keningnya, merasa frustasi.

"Dad or Mom?" tanyanya.

"N-nyonya," jawab Vernon, pria kepercayaan keluarganya. Vernon adalah mantan mafia yang mengabdikan diri di keluarganya, sebab ayahnya dulu berhasil membebaskannya dari penjara yang dijatuhi hukuman seumur hidup.

"Tahu dari mana kalau aku balapan?"

"Den Ramos," jawabnya sambil menunduk. Kini mereka berdiri berjejer di hadapan Baron.

Baron kira, para pria yang menghadangnya bukan berasal dari keluarganya. Dia kira Teddy dalang dibalik semua ini. Kini dia merogoh ponsel di saku celana, melihat jam yang tertera di sana tengah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Meskipun masih setengah jam lagi sebelum balapan dimulai, namun Baron harus mempersiapkan beberapa hal di sana.

"Bilang ke Mommy, nggak usah ngatur hidup aku lagi. Buat kalian, pergi dari sini atau gue kubur hidup-hidup kalian di sini?" Ancaman maut—mereka lantas pergi sebab Baron tak pernah main-main akan ucapannya.

Frustasi tentu saja. Baron mengacak rambutnya serta berteriak kesal. Ibunya benar-benar sudah keterlaluan kali ini. Dia harus menanyakan hal ini langsung pada Helena. Jika tidak, wanita itu bisa bertindak lebih jauh dari ini dan Baron tak akan membiarkan hal itu terjadi.

~~~

Kali kedua Ariana berada di kawasan Ring Road untuk menyaksikan balapan. Seperti yang dia tulis di novel, kemarin Baron memenangkan balapan. Lalu sekarang? Ariana tak bisa menebak. Dirinya tidak pernah membuat scene dimana Baron balapan dengan Teddy. Ariana hanya membuat mereka berdua sebatas bermusuhan lewat perkelahian biasa, bukan sampai taruhan balapan seperti sekarang ini.

Gadis itu jengah. Sudah tiga puluh menit berlalu, namun Baron belum juga menunjukkan batang hidungnya. Di kejauhan, dia melihat seorang pria yang tempo hari lalu diketahuinya.

"Dia… Gerald, 'bukan?"

Gerald tengah sibuk berbincang dengan teman-temannya. Dia berada di seberang, memakai jaket kulit warna hitam dengan rambut yang ditata agak klimis.

"Dia siapa ya? Punya hubungan apa sama Agnes?" tanyanya pada dirinya sendiri.

Tiba-tiba seseorang datang dengan mengendarai motor ninja, yang tak lain dan tak bukan ialah Baron yang tengah berkendara memasuki kawasan balap. Para reporter bersiap dengan kamera—malam itu Baron benar-benar bak artis.

Jika Ariana yang berada di sana, dia pasti akan kewalahan menghadapi berbagai macam pertanyaan dari para reporter itu. Perceraian, kelanjutan hidup, balapan, dan cinta. Itulah tema topik mereka malam ini.

Baron sungguh muak. Dia bukan tipe pria yang akan menampilkan senyum palsu di depan kamera. Mengetahui Baron yang mulai jengah, Mike pun turun tangan. Cepat-cepat dia berlari layaknya seorang manajer atau seorang staf agensi yang melindungi aktornya. Dia langsung menggeret Baron agar keluar dari kerumunan itu,—Mike tak ingin konsentrasi Baron teralihkan malam ini.

Pukul 21.00 WIB.

Kawasan Ring Road semakin ramai. Suara mekanik saling menderu bersamaan. Cahaya dari kamera yang menyorot itu sama sekali tak menganggu konsentrasi Baron. Lelaki itu—dengan tajam mendaratkan tatapan elang pada Teddy yang telah bersiap di sampingnya. Baron tahu, dibalik helm full face itu, ada smirk memuakkan yang tersembunyi.

Sebelum Grid Girl mengibarkan bendera, Baron mengambil napas dalam-dalam. Hanya dalam sekali sentak, Grid Girl itu memulai balapan. Suara motor Baron beradu bersamaan dengan motor tak kalah besar milik Teddy.

"Balapan ini bakal sengit dan lama," ucap Vero yang entah sejak kapan telah berdiri seraya membawa segelas teh poci.

"Lah, lo sejak kapan berdiri di situ?" tanya Mike. Kini Ariana berdiri di antara dua pria tampan itu.

"Gue abis berobat ni rambut gue rontok soalnya kemarin abis di jitakin sama Baron. Kampret tu anak," kesalnya.

Ariana tak bisa menahan tawa. Pasti Baron memarahi Vero karena kesalahan teori membangunkan tidur. Hah, mengingatnya membuat Ariana tersenyum sendiri. Baron benar-benar damai dan tampan saat tertidur.

Ketika sadar dia menggelengkan kepala cepat. Tidak. Apa yang baru saja dia pikirkan? Dia tak jatuh hati pada ilusi ciptaannya sendiri bukan?

"Dih, lo juga ngapain geleng-geleng gitu?" Mike pun beralih tanya pada Ariana. "Emang dasar orang-orang aneh. Dah gue mau ke sana sama Bang Larry."

Seperti namanya, Larry adalah ketua Agabronx. Dahulu Baron lah yang ditunjuk sebagai ketua geng motor itu, namun Baron menolaknya mentah-mentah. Itu pasti sangat merepotkan, pikirnya.

Larry tengah berdiri, bergulat dengan perbincangan asik bersama kawannya yang lain. Saat Mike melambaikan tangan, dia pun membalasnya. Senyum terukir jelas di bibirnya. Pria bertubuh teralu kekar dengan tinggi tubuh yang tak biasa itu bahkan melebihi Vernon yang dijadikan andalan keluarga Baron.

"Wohoho, Agnes? Kata abang lo, lo udah tobat? Kok lo main ke sini lagi?" tanya Larry mengetahui keberadaan Ariana di sana.

Ariana hanya meringis. Dia sangat tahu sifat Larry—tentu saja karena dia penciptanya. Larry pria yang baik dan murah hati, meskipun berkebalikan dengan fisiknya yang menakutkan.

"E-ehehe, bosen aja di rumah. Jadi ikut Mike ke sini," jawab Ariana.

"Alah lo kayak nggak tau Agnes aja. Dia ke sini buat nonton Baron lah," sela Mike disertai gelengan kepala.

"Ish, apaan dah? Nggak!"

Larry hanya tersenyum menanggapi. Mereka terus berbincang seperti tak kenal waktu. Hingga tak terasa, sebuh suara motor mendekat mulai terdengar. Para reporter di pinggiran jalan telah bersiap dengan kameranya.

"Mereka datang!"