Part 5
1 Bulan kemudian…
Sudah satu bulan berlalu sejak kejadian itu. Raena sempat baku hantam dengan Hoseok ketika sampai rumah. Namun di pisahkan oleh member BTS, agar Raena tidak semakin kalap dengan Appanya. Sedangkan Lien, dia mencoba bangkit dari traumanya, dan tidak akan minta pertanggung jawaban dari Hoseok jika dia hamil namja itu. Cukup Raena dan Jiwoo yang tahu soal ini, jangan sampai merembet ke hal yang lain.
"Oennie, hari ini kau tambah gemuk saja." Ucap Raena saat berkunjung ke café untuk menjemput semua karyawan café.
Ya, hari ini adalah hari pernikahan Hoseok dan Seulgi. Raena di utus Jiwoo untuk menjemput semua karyawan café agar hadir. Sekaligus memujuk Raena hadir juga ke acara itu. Karena Jiwoo tahu, keponakannya tak akan mau hadir ke acara Appanya itu.
"Lien oennie dari kemarin juga muntah – muntah, Raena – ya." Ucap Haru salah satu karyawannya sekaligus tunangannya Taehyung.
"Jinja? Oennie gwaechana?" tanya Raena khawathir.
"Gwaenchana, ini sudah sering terjadi." Ucap Lien lemah sambil mengusap perutnya.
"Lien Oennie seperti orang sedang hamil. Apa hanya pikiranku saja?" batin Raena memperhatikan tubuh Lien.
"Ya, sudah. Kalian naik ke mobil sana sudah di tunggu Sopir Im. Untuk Lien Oennie, kau satu mobil denganku. Karena aku malas menyentir sendirian." Raena menarahkan karyawan Café untuk masuk mobil.
"Raena – ya, oppa ikut kau dengan Lien noona ya?" modus Jung Il salah satu karyawan café yang suka menjahili Raena.
"Mianhae, Oppa ikut dengan yang lain saja. Kalau kau tidak mau gajimu aku potong bulan ini." Langung saja semua karyawan tertawa melihat Jung Il dan merangkul namja itu untuk masuk ke dalam mobil.
Selama perjalanan menujun acara pernikahan, Raena tiada henti merasa gelisah dan khawatir dengan kondisi Lien di sebelahnya. Dia tahu Lien sedang hamil, dan yeoja itu tidak mengatakannya. Jangan di tanyakan Raena seperti itu, karena dia calon dokter dan pernah mempelajari tentang ilmu kandungan meskipun Raena tidak mengambil jurusan itu.
"Raena – ya, kau tahu. Saat ini, di dalam perutku ada malaikat kecil yang akan mejadi dongaengmu," ucap Lien lirih dan membuat Raena bernafas lega.
"Akhirnya kau bicara, Oennie. Aku khawatir kau merahasiakan ini," ucap Raena.
"Tapi kau tidak akan mengadu ke Appamu, kan?" tanyanya kepada Raena yang sedang serius menyetir.
"Kalau itu aku pikirkan dulu, oennie. Sekarang yang aku pikirkan Appa yang maih terus melangsungkan pernikahan dengan Seulgi oennie. Walau bukti sudah jelas kalau dia selingkuh." Jelas Raena kepada Lien.
"Lebih baik, kau jangan beritahu Appamu. Karena aku ingin membesarkan anak ini sendiri." Raena tentu saja terkejut mendengar perkataan Lien.
"Oennie, kau jangan bilang seperti itu. Appa harus bertangung jawab dengan janinmu. Walaupu bagaimana juga, di dalam perut Oennie itu adikku juga." tegas Raena dan membuat Lien terkejut mendengar Raena bersikap dewasa di usianya masih 17 tahun.
***
Sesampainya di tempat acara pernikahan, tiba – tiba Raena mimisan kembali seperti pagi tadi saat dia bangun tidur. Jung Taekwoon melihat itu, langung menjitak keponakannya satu itu. Karena dia tahu Raena tidak meminum obatnya dan terlalu lama berkendara dengan mobil.
"Ahjussi, kenapa kau menjitakku?" protes Raena.
"Kau tadi sudah aku peringatkan biar aku yang menjemput mereka. Kenapa harus kau yang jemput, huh? Lihat itu, kau mimisan lagi." Taekwoon membatu Raena membersihkan darah dari hidung Raena.
"Oh, iya. Raena juga tadi mengangkat box besar di café." adu Lien kepada Taekwoon.
Dan saat itu juga, Dokter Jung itu melototkan mata kepada Raena. Karena Jung Taekwoon, sudah menyuruh Raena tidak mengangkat beban barang berat. Karena pendarahan yeoja itu masih saja belum berhenti.
"Mianhae, ahjussi. Aku tadi hanya membantu saja, tidak lebih." aku Raena dan memberi isyarat kepada Lien agar tidak bicara macam – macam.
Kalian pasti tahu, kenapa Lien juga kenal Taekwoon bukan? Ya, meraka dulu satu sekolah saat SMA Taekwoon adalah Sunbae atau senior Shin Lien, dan mereka sama ikut satu club bahasa inggris dulu. Jadi jangan heran mereka bisa akrab dan menggoda Raena bersamaan.
"Oh, Taekwoon hyung. Kau datang juga?" ucap Jungkook langsung merangkul pundak Raena.
"Yak! Jauhkan tanganmu di pundak keponakanku," Taekwoon menyingkirkan tangan Jungkook di pundak Raena.
"Dia juga keponakanku juga, hyung." Jungkook tidak mau kalah.
Raena memutar bola matanya malas, karena semua member Appanya sering rebut jika bertemu dengan Taekwoon.
Dari pada melihat kedua ahjussinya sedang ribut, Raena mengajak Lien untuk duduk karena acara pemberkatan akan di mulai. Namun Raena lebih memilih duduk di kursi paling belakang. Meskipun Jiwoo dan Nyonya Jung menyuruhnya duduk di depan Raena menolaknya. Karena Raena paling malas dengan acara pernikahan dua manusia bejat menurutnya.
Beberapa saat kemudian, Hoseok berjalan menuju altar pernikahan dengan setelan jas warna hitam putih. Tidak lupa rambutnya dia semir dengan warna kuning. Raena melihat itu, ingin sekali pergi dari tempat itu. Namun dia mendapatkan tatapan tajam dari Jiwoo dan Haloemmoeninya jika dia pergi. Kini tinggal menggu mempelai wanitanya datang ke altar. Raena bersumpah kalau Seulgi mengacaukan acara ini. Dia akan menyerat Lien bersanding dengan Appanya. Agar Appanya bertanggung jawab dengan bayi di kandung Lien.
"Jung Hoseok, gawat!" teriak salah satu staff pengiring pengantin wanita.
"Ada apa ini?" tanya Tuan Jung.
Walaupun pernikahan ini di adakan secara tertutup. Namun banyak tamu yang hadir di acara itu. Sehingga jangan heran hanya sedikit berita tentang pernikahan Hoseok dan Seulgi.
"Nona Seulgi tidak ada di ruangannya, dan hanya meninggalkan surat ini kepada Tuan Hoseok." Hoseok yang terkejut, langsung mengambil surat yang dibawa stafnya, dan membaca suratnya.
"Oppa, mianhae. Aku belum siap menikah denganmu.
Aku masih ingin mengejar mimpiku, dan juga belum siap menjadi ibu.
Dari cintamu, Seulgi"
Hoseok langsung meremat kertasnya dan membuangnya dengan kasar. Dia sangat malu dengan semua yang hadir. Dia pikir sudah menyadari kesalahannya dan mau melajutkan pernikahannya. Apalagi semua orang di tempat itu langsung membicarakan dirinya.
Sementara Raena udah menduganya, kalau Seulgi akan mengacaukan semuanya.
"Para hadirin undangan, semuanya tenang. Pernikahan tidak akan batal, dan pernikahan akan tetap berlangung." Ucap besar Jung menenangkan semua tamu.
"Haraboeji, apa maksudmu? Seulgi tidak akan datang ke acara ini." Protes Hoseok dengan tatapan tajam dan sedikit kecewa.
"Shin Lien, kemarilah. Gantikan posisi Seulgi di altar." Tentu saja Shin Lien yang duduk di belakang dengan Raena terkejut.
Raena juga terkejut ketika kakek buyutnya memanggil nama Shin Lien ke altar.
"Haraboeji, apa makudmu? Kenapa kau memanggil wanita lain menggantikan Seulgi?" Hoseok tidak terima dengan usulan kakeknya.
"Perbuatanmu satu bulan yang lalu haru dipertanggung jawabkan, Hoseok – ah. Sekarang yeoja itu, sedang mengandung hasil bejatmu." Jawab Tuan Besar Jung.
"Raena – ya, apakah ini rencanamu?" tanya Lien kepada Raena.
Tentu saja Raena menggelengkan kepalanya, karena dia jelas tidak tahu menahu soal itu.
"Terakhir Oennie periksa di mana?" tanya Raena.
"Tempat Appaku di rawat," jawab Lien lesu.
"Pantas saja Kakek buyut tahu, kau periksa di rumah sakit miliknya." Lien tentu saja terkjut dan menatap ke arah Raena.
"Maaf, nona Shin. Semuanya sedang menunggu anda di Altar." Ucap salah satu ajudan Tuan Besar Jung.
"Sudahlah, Oennie. Ini demi adikku yang di dalam, dan maaf aku tidak bisa membantu kalau berurusan dengan kakek buyutku." Pintah Raena ketika Lien meminta bantuan.
Siapa yang berani menolak dengan Tuan Besar Jung itu. Raena pernah menolak untuk operasi paru – parunya. Malah Kakek buyutnya yang ikut serta turun tangan mengoperasinya. Jika menolak, siap – siap hidup kalian tidak tenang.
Sementara Hoseok, hanya pasrah ketika dia harus bersanding dengan Lien. Kalau menolak, taruhannya adalah karirnya menjadi musisi.
***
Setelah mengucapkan janji suci, dan resepsi kecil – kecilan. Hoseok langsung membawa Lien ke rumah sederhana yang pernah dia belikan untuk Raena agar anak itu tidak mengganggu dirinya. Dan satu bulan yang lalu, Raena sudah menepati kembali karena dia malas bertemu dengan Appanya yang sudah berbuat bejat.
"Kau jangan harap ada pernikahan indah dariku. Aku mau menikahimu karena kau sedang mengandung anakmu. Setelah anak itu lahir, aku akan menceraikanmu." Ucap Hoseok menohok hati siapa yang mendengar.
"Appa, kau tidak sadar. Perkataan itu membuat Lien Oennie tertekan." Raena tidak terima.
"Anak sial, jika bukan ulahmu berurusan dengan Seulgi. Pasti tidak akan begini jadinya," Hoseok membentak ke arah Raena.
"Tapi memang benar, kan. Kalau Seulgi oennie tidak siap menjadi ibuku?" ujar Raena.
Tanpa banyak bicara, Hoseok meleparkan vas bunga di sebelahnya ke arah Raena. Untung saja Raena bisa menangkisnya meskipun salah satu lengan tergores pecahan vas yang dia tangkis.
"Hoseok – ssi, sudah. Kau jangan melakukan pengangiayaan kepada Raena lagi." Lien menghentikan ulah Hoseok yang akan menghajar Raena.
"Aku beritahu juga, urus yeoja itu juga. Selama kau menjadi istriku, jangan sampai anak itu mengganggu karirku dan ketenanganku. Aku mau ke kamar dulu," ucapnya geram.
Raena yang sedang menahan tangannya yang perih, berjalan menuju kamarnya di lantai dua. Lien juga tahu banyak tetesan darah dari lengan anak itu.
"Raena – ya, lenganmu berdarah." Lien menahan Raena untuk pergi.
"Tidak apa, Oennie er.. maksudku Oemma." Raena mencoba untuk tersenyum, dan berjalan lesu meninggalkannya.
Lien tahu, sebenarnya anak itu hatinya rapuh, dan butuh sandaran. Namun Raena selalu menutupinya dengan wajah cerianya.
***
Ketika rebulan di gantikan mentari, Lien terbangun dari tidurnya dan menatap ke arah Hoseok masih tertidur di sebelahnya. Lien tidak mau menganggu tidur Hoseok, karena namja itu pulang jam 3 dini hari. Perlahan dengan hati – hati, Lien turun dari ranjangnya sambil memegang perutnya yang buncit. Maklumlah, di usia kandungannya 4 bulan. Gerak tubuhnya sedikit lambat, karena dia hamil anak kembar dan Hoseok tidak peduli.
"Yak! Sudah aku peringatkan berapa kali. Kalau pagi jangan pernah minum kopi dulu. Katanya calon dokter," ucap Lien kesal melihat Raena sedang menyeduh capucino kesukaannya di pagi hari.
"Oemma, ini hanya capucino…," rengek Raena melihat Lien menaruh kopinya ke dalam kulkas.
"Lebih baik segera sarapan dan minum susumu sana." Pintahnya tegas kepada Raena.
Memang, selama 3 bulan ini Lien harus bersabar menghadapi Hoseok yang terlampau datar dan Raena yang selalu menutupi kesedihannya. Selama ini Lien sudah berkali – kali melihat Hoseok melampiaskan amarahnya kepada Raena. Sehingga banyak luka memar yang menghiasi lengan Raena di balik kemeja panjangnya.
"Nanti jangan lupa, Oemma harus mengikuti prosedur USG. Minta di antarkan Appa sekali – kali biar tahu perkembangan anaknya bagaimana." Ucap Raena di sela sarapannya.
"Kan sebentar lagi grup Appamu comeback, Raena – ya. Oemma tidak mau ganggu kerja dia. Biar oemma yang ke rumah sakit sendiri." Tanggapnya sambil menyiapkan sarapan untuk Hoseok.
Tanpa mereka sadari, Hoseok mendengar pembicaraan mereka di dalam kamarnya dengan diam.
"Mianhae, aku belum bisa menerima ini semua." Ucap Hoseok lirih.
Sementara itu, Raena sudah selesai dengan sarapannya dan berpamitan kepada Lien untuk berangkat ke kampus.
"Bye.. bye.. adik kecilnya Noona. Kalian jangan nakal, ya." Ucap Raena mengecup perut Lien, dan kemudian dia pamit pergi.
Setelah Raena pergi dengan motornya, Hoseok akhirnya keluar dari kamar dan berjalan menuju ruang makan. Lien yang sedikit terkejut, langsung menyediakan sarapan untuk Hoseok.
"Hari ini kita sarapan nasi goring kimchi dulu, ya? Karena Han Ahjumma masih belanja," ucap Lien kepada Hoseok.
"Kau sudah minum susumu?" tanya Hoseok menikmati nasi goreng masakan istrinya.
"Sudah tadi bersama Rae.." perkataan Lien berhenti ketikan hampir kelepasan menyebut nama Raena. Karena dia tahu, Hoseok paling tidak suka Lien menyebut nama putrinya saat di meja makan.
"Oh, begitu. Nanti aku temani kau chek up ke rumah sakit. Aku sudah ijin kepada Sejin hyung dan Namjoon." Lanjut Hoseok tentu saja Lien terkejut mendengarnya.
"Tapi.. kan kau ada…" Hoseok langsung menatap tajam Lien.
"Tidak ada penolakan," ucapnya membuat Lien menghentikan kata – katanya.
***
Raena sebenarnya tidak ke kampus, melainkan ke tempat makam Hyemi. Karena kampusnya ada acara dan semua mahasiswa di liburkan. Raena meletakkan bunga mawar putih di atas gundukan tanah itu.
"Oemma, maaf aku terlambat datang ke sini." Ucap Raena sendu.
Kemudian Raena membuka topi yang dia pakai, dan terlihat banyak rambut sudah rontok karena sakitnya. Penyumbatan pembuluh darah di salah satu punggungnya dan pendarahan tulang belakang mebuat rambut sebahunya rontok dan mau tidak mau membuat Raena memakai topi dan badana setiap hari.
"Jangan tanya ini kenapa, Oemma. Ini ulah suamimu yang tak lain Appaku sendiri." Lanjutnya menatap ke arah batu nisan milik Oemmanya.
"Oemma, kapan kau menjemputku?" tanyanya pelan dan duduk di sebelah makam Hyemi.
"Kau tahu, aku sudah lelah. Appa yang masih tetap tidak menganggapku ada. Park Haraboeji yang terus – terusan mengancamku dan Appa. Lien Oemma yang masih sabar menghadapi Appa yang semakin dingin, dan lelahnya teraphy terus agar pendarahanku tidak parah. Kenapa saat operasi itu Oemma tidak mengajakku saja, huh? Aku ingin bersama Oemma, dan bagaimana tempat Oemma sekarang." Racau Raena menitikkan air matanya.
"Kau tahu, Oemma. Aku sebentar mewujudkan cita – citamu sebagai dokter. Dan aku ingin membuat Appa bangga kepadaku lalu memelukku dengan erat. Karena sejak awal bertemu dengan Appa, hanya pukulan dan makian yang aku dapat. Pelukkan dan kasih sayang tidak pernah aku dapat selama ini." Lanjut Raena, sambil menangis.
"Aku mohon oemma, biarkan aku bersamamu jika aku kembali koma lagi. Aku sudah tidak tahan dengan semua ini, oemma." Raena menangis mengeluarkan semua isi hatinya.
Tanpa dia sadari seorang wanita paruh baya mendengar curahannya. Dialah Nyonya Park nenek kandungnya. Selama ini nyonya Park mengawasi Raena sejak suaminya mengancam kepada cucunya sendiri. Nyonya Park takut jika cucunya akan menyusul anaknya.
"Kau sangat tidak punya hati, yeobo. Cucumu sendiri kau ancam seperti itu. Kau tidak punya hati kepada gadis belum dewasa sebelum waktunya itu, huh?" gumamnya sedikit geram.
***
Di rumah sakit, Hoseok tiada henti melihat kagum sebuah layar SUG ketika dokter memeriksa kandungan Shin Lien. Seumur – umur baru kali ini, dia menemani istrinya periksa. Beda saat Hyemi sedang mengandung Raena dulu.
"Mereka berdua sangat normal, dan detak jantung mereka juga normal." Ucap Dokter.
"Lalu jenis kelamin mereka apa, dok?" tanya Hoseok penasaran.
"Untuk sementara jenis kelaminnya belum kelihatan karena tertutup dengan kaki – kaki mereka. Mungkin menunggu 2 bulan lagi, bisa di periksa kembali." Jelas Dokter dan membuat Hoseok mengerti.
Setelah melakukan segala pemeriksaan dan menebus resep dokter. Hoseok dan Lien berjalan beriringan menyusuri lorong rumah sakit. Tiba – tiba saja, Hoseok meraih tangan Lien dan menggandengnya.
"Begini saja dulu sementara waktu," ucap Hoseok saat Lien ingin melepaskan tangannya.
"Kita ke ruangan Appaku dulu, ya. Kemarin aku belum menjenguk Appa…," Hoseok hanya mengganggukan kepalanya.
Karena dia terakhir menjenguk mertuanya, beberapa bulan yang lalu setelah minta maaf, dan menikahi Lien. Ya, Tuan Shin sekarang beliau sedang koma sudah lama karena penyakitnya
Sesampainya di ruangan Tuan Shin, hanya suara dari layar EKG yang menyambut mereka. Lien sesekali mengusap wajah Appanya dengan penuh kasih sayang, dan mengecup keningnya.
"Appa, aku datang ke sini untuk berkunjung." ucapnya sendu.
"Aboemin, annyeonghaseyo. Ini menantumu, kali ini aku berkunjung bersama calon cucumu. Aboenim tahu tidak, sebentar lagi kau punya cucu kembar." Bisik Hoseok di telinga mertuanya.
Beberapa saat kemudian, mereka berdua terdiam dengan pikrannya masing – masing.
"Oh, iya. Kalau boleh tahu, Oemmanim kemana?" tanya Hoseok memecahkan keningan mereka.
"Oemma sudah meninggal setahun yang lalu karena kecelakaan. Saat pulang dari membeli kue ulang tahun untuk Appa. Sejak Oemma meninggal, kesehatan Appa mulai menurun. Dia terus tanpa henti bekerja menjadi petugas kebersihan pagi, siang, dan malam." Cerita Lien membuat Hoseok iba.
"Sebenarnya, Oemma yang meninggal itu bukan oemma kadungku. Sejak Appa usia 16 tahun, Appa sudah memiliki anak yaitu aku. Semetara Oemmaku sendiri meninggal saat melahirkanku. Semua keluarga Oemma kandungku, menyalahkan Appa. Namun, Appaku tidak marah dan membenciku sedikitpun. Walaupun aku penyebab kematian Oemmaku sendiri." Lanjut Lien kepada Hoseok.
Hati Hoseok seperti di cubit, karena nasib Tuan Shin hampir sama dengan dirinya. Namun apa yang dia perbuat kepada anaknya? Dia justru melimpakan semua kesalahan yang ada kepada Raena yang tidak tahu apa – apa. Tangan yang seharusnya memberikan kasih sayang kepada Raena. Justru memberikan pukulan dan cacian yang menyakitkan untuk Raena sejak kecil.
***
Malam harinya, hal yang paling Raena suka adalah duduk di teras belakang rumah. Karena malam ini sepertinya rembulan akan di temani banyak bintang di langit. Raena selalu beranggapan kalau Oemma kandungnya sedang menjenguk dia.
"Besok usiaku genap 17 tahun, dan itu pertengahan musim semi. Juga 17 tahun kematian Oemma." gumam Raena menyandarkan punggungnya di dinding teras.
Rumah Raena yang dulu, sekarang banyak sudah di renovasi oleh Hoseok. Dari rumah sederhana berlantai satu, dan 2 kamar. Kini menjadi rumah sederhana berlantai 2 dan memiliki kamar 3. Karena Hoseok tahu, member BTS sering menginap di rumah ini jika Raena tidak pulang ke dorm mereka.
"Sedang apa kau malam – malam begini di luar?" Raena tahu suara dingin, tajam dan ketus milik siapa.
"Hanya mencari angina, Appa." jawab Raena malas.
Hoseok mendudukan pantatnya di lantai teras belakang sedikit menjauh dari Raena.
"Kau tahu besok hari apa, bukan?" tanya Hoseok tajam dan Raena hanya menganggukkan kepalanya.
"Aku peringatkan kau, jangan muncul di peringatan kematian Hyemi. Aku muak kau selalu muncul di makam sahabatku." Raena jelas kecewa dengan perkataan Hoseok.
"Apakah Appa juga lupa kalau besok itu ulang tahunku juga?" Hoseok tertawa sinis mendengar perkataan anaknya.
"Ingat posisimu siapa, Jung Raena. Kau di mata seluruh dunia hanya anak pungut, meskipun aku ayah biologismu. Jadi kau jangan harap, merayakan sweet seventeen impianmu dariku." Mendengar ucapan Appanya Raena tentu saja kecewa.
"Apa aku lahir di dunia ini adalah kesalahan?" Raena mencoba tegar walau dia ingin menangis.
"Kelahiranmu ketika aku sangat muda, dan kehadiranmu di saat aku menata hidupku kembali adalah kesalahan besar. Kau tidak menyadari, karirku hampir hancur ketika kau datang bersama Jiwoo noona di saat usiaku 19 tahun?" Raena terdiam dengan pernyataannya Hoseok.
"Kau tidak tahu, bagaimana media memberitakan buruk tentangku, huh?" Hoseok menatap Raena tajam.
"Sampai kapanpun kau tak pernah aku anggap ada, Jung Raena. Kalau ingin seperti teman – temanmu memiliki Appa yang menyayangimu dengan sepenuh hati. Kau jangan harap meminta kepadaku, karena aku tidak sudi memiliki anak sial sepertimu." Raena menitikan air matanya dalam diam, tanpa Hoseok sadari.
"Kalau di suruh memilih, aku juga tidak ingin lahir di dunia ini. Tapi, Appa tenang saja. Setelah Lien Oemma melahirkan, aku akan ikut Taekwoon ahjussi pindah ke London, dan meneruskan kedokteranku di sana." Raena menjelaskan sambil berusaha tidak menangis.
Terus terang, Raena sangat ingin di peluk Hoseok walaupun hanya sekali. Namun sepertinya percuma, karena Hoseok sudah melukai hati Raena anaknya sendiri. Tanpa mereka sadari, Lien juga mendengar pembicaraan mereka merasakan sesak di dada. Lien berfikir apakah Hoseok tidak menyadari sudah banyak luka di hati Raena. Bahkan bekas luka di kening Raena dan tangan anak itu tidak bisa menghilang karena ulah Hoseok sendiri.
***