Setelah semua murid kembali ke kelas mereka masing-masing, Raka dan Rayvin masih setia berdiri di depan lab kimia dan masih saling beradu tatapan tajam.
"Kenapa bisa lo berantem sama Arin?" tanya Raka mengawali pembicaraan.
Rayvin yang mendengar pertanyaan dari Raka itu tersenyum miring. "Apa urusannya sama lo? Kenapa lo penasaran?" sahutnya santai.
"Gue bukan penasaran kenapa lo berantem sama dia, tapi gue penasaran apa hubungannya sama Vania," Raka semakin memicingkan matanya tajam mengintimidasi Rayvin.
"Tadi mantan lo itu ngejelek-jelekin Vania, dia bilang kalau lo nolak dia buat balikan itu karena Vania. Jadi, dia nuduh Vania ngerebut lo dari dia," jelas Rayvin singkat.
Raka menautkan kedua alisnya heran. "Terus?"
"Apanya yang terus? Ya udah gitu doang, kan gue nggak terima si Arin bilang kayak gitu ke Vania. Jadi, ya gue bilangin dia baik-baik tapi dia malah ngotot nggak bersalah," oceh Rayvin.
"Jadi, lo berantem sama Arin karena belain Vania?" tanya Raka memastikan.
"Ya iyalah, masa gue berantem karena belain lo? Nggak usah ngadi-ngadi!" ketus Rayvin.
Raka memasang wajah datar tanpa ekspresi sedikitpun. "Apa nggak bisa kalau lo mundur aja?" ucapnya kemudian.
Rayvin langsung membulat kan matanya sempurna. "Apa lo bilang? Mundur? Mimpi!" sahut Rayvin dan langsung pergi meninggalkan Raka begitu saja.
Mendengar pernyataan itu membuat Raka merasa kesal tanpa alasan. Ia merasa kalau Rayvin benar-benar saingan yang cukup berat baginya, terlebih Vania juga sudah cukup dekat dengan Rayvin.
Remaja tampan itu memiliki rasa takutnya sendiri, ia takut bahwa Vania diam-diam juga menyimpan rasa pada Rayvin. Kini perasaan Raka benar-benar campur aduk antara cemburu dan gelisah.
"Apa gue bilang aja ke Vania kalau gue suka sama dia, tapi... Gue nggak mau ngerusak hubungan pertemanan gue sama dia, tapi... Gue juga sayang sama dia... Jadi, gue harus gimana?" Batin Raka dengan gundah.
***
Sementara itu, di kelas Vania diam termenung memikirkan segala ucapan Arin. Bukan karena dia merasa bersalah, tapi Vania merasa malu dengan apa yang di ucapkan Arin padanya.
Meski benar bahwa Vania tidak merebut Raka dari Arin, namun tidak bisa di pungkiri bahwa memang Vania juga menyukai Raka.
"Udahlah, lo ngapain sih jadi diam kayak gini? Mikirin ucapan Arin tadi? Nggak penting tau," Dara menepuk pundak Vania pelan.
"Iya, Dara bener. Arin emang kayak gitu anaknya, jadi jangan di masukin ke hati. Kita semua juga tau kok kalau lo nggak salah. Yang salah itu Arin sendiri, kan dia yang udah mutusin Raka," sahut Vivi menanggapi perkataan Dara.
Vania mendengus pelan. "Entahlah, aku sendiri juga bingung harus gimana. Salah ku sendiri punya perasaan sama cowok populer," gumamnya.
Gadis cantik itu menyenderkan kepalanya di atas meja, lalu menghela nafas berat sekali lagi. Hal ini membuat Dara dan Vivi ikut menghela nafas berat.
"Biarin aja dulu, nanti kalau dia udah lumayan tenang kita ceramah in lagi," ucap Vivi pada Dara sambil tersenyum cengengesan.
"Ya udahlah terserah lo gimana baiknya, gue mah nurut aja. Lagian gue nggak pengalaman sama hal beginian. Gue pengalaman soal per baku hantam an doang," sahut Dara sambil memutar badannya menghadap depan.
"Ck, bisa-bisanya lo ngajakin bercanda," Vivi terkekeh kecil mendengar pernyataan dari Dara yang menurutnya cukup menggelikan.
"Padahal gue nggak becanda," gumam Dara.
Tak lama kemudian, Raka masuk ke dalam kelas dan mendapati Vania sedang memejamkan matanya di atas meja bangku nya sendiri. Raka pun langsung berjalan menuju bangku nya menghampiri Vania.
Dengan tenang Raka duduk di samping Vania, kemudian memperhatikan wajah Vania dari dekat sambil menyenderkan kepalanya juga di atas meja. Kini wajah mereka saling berhadapan dengan sepasang manik Vania yang masih terpejam.
"Cantik banget!" Batin Raka yang masih memandangi Vania dari dekat.
Tiba-tiba Vania membuka matanya dengan perlahan. "Kenapa ngelihatin aku kayak gitu?" tanya nya kemudian.
Raka langsung ter-pelonjat kaget dan spontan mengangkat kepalanya dan duduk tegap.
"E-enggak, siapa juga yang ngelihatin lo," elak Raka membuang muka.
Vania pun perlahan mengangkat kepalanya dan mengucek matanya sejenak. "Padahal aku hampir tertidur pulas," sahutnya.
"Y-ya udah tidur aja lagi," ucap Raka memberikan saran.
"Nanti kalau gurunya datang gimana? Kamu mau aku di marahin sama guru terus di suruh keluar kelas? Iya?" omel Vania tanpa jeda.
"Apaan sih lebay banget? Ya maksudnya gue nggak gitu, kan bisa tidur sampe gurunya dateng, terus kalau udah dateng gue bangunin elo," tutur Raka dengan jelas.
"Enggak lah, udah nggak ngantuk," gerutu Vania kesal.
Dengan ogah-ogahan, Vania mengeluarkan satu per satu buku yang ada di tasnya dan kemudian menyusun buku-buku itu dengan rapi di atas meja nya.
Sementara Raka hanya terdiam dan terus melihat setiap gerakan Vania tanpa mengalihkan perhatian nya sedikit pun.
"Gue mau nanya sesuatu dong sama lo," ucap Raka tiba-tiba.
Vania pun menoleh melihat Raka. "Tanya aja,"
Sejenak Raka mengambil nafas dalam-dalam dan menghembuskan nafas nya perlahan, kemudian tersenyum tipis.
"Lo lagi suka sama seseorang nggak?" tanya Raka langsung to the point.
Seketika Vania langsung terbelalak kaget. Begitu juga dengan Dara dan Vivi yang duduk di depan mereka langsung melengos ke belakang karena penasaran.
"Kenapa nih tiba-tiba nanyain Vania lagi suka sama orang apa enggak? Hayolooohhh..." Goda Dara sambil menunjuk wajah Raka.
"Ck, apaan sih lo," cebik Raka sebal.
"Kenapa? Apa lo mau ngungkapin perasaan lo sama Vania?" sahut Vivi antusias.
Vania langsung menoleh melihat Vivi yang tiba-tiba bertanya seperti itu. Bagi Vania sebenarnya tidak mungkin kalau Raka mengungkapkan perasaan nya seperti ini, terlebih lagi Vania tau betul bahwa Raka masih menaruh perhatian pada Arin.
Sementara Raka justru terdiam sambil menatap Vania bimbang.
"Ah sudah lah, gak penting juga," ucap Raka pada akhirnya.
"Kenapa sih? Kan Vania belom jawab," gumam Dara kecewa.
"Iya, dengerin dulu kek apa jawaban Vania. Kenapa nanya kalau nggak mau tau jawabannya? Aneh banget sih lo," geram Vivi.
Kini Raka kembali melirik Vania yang sudah beralih melihat nya. "Jadi, lo mau jawab apa enggak?" tanya nya sekali lagi.
Vania mengangguk kecil. "iya, ada orang yang aku suka saat ini!" Jawabnya tegas.
Mendengar jawaban Vania yang sangat mengejutkan itu membuat Raka langsung mematung. Kini hanya satu orang yang terlintas di pikirannya saat ini. Orang yang sedang Vania suka i adalah Rayvin.
Padahal kenyataannya adalah dirinya lah yang sedang Vania suka. Bahkan sudah sejak lama.
"Mau tau siapa juga orangnya?" tanya Vania yang melihat ekspresi wajah terkejut Raka.
Raka langsung menggelengkan kepalanya ribut. "Nggak. Nggak perlu!"
"Cih, nggak seru!" sahut Dara langsung menoleh kembali ke depan.
Begitu juga dengan Vivi yang mendengus pelan lalu menggelengkan kepalanya pasrah. "Prihatin saya!" ucap nya sambil melihat Raka dengan tatapan iba.
Yang mana perlakuan seperti itu semakin membuat Raka yakin bahwa Vania menyukai Rayvin.
Beberapa saat kemudian guru masuk ke kelas setelah terlambat hampir 30 menit. Raka pun segera berpura-pura fokus pada pelajaran demi mengabaikan Vania. Sementara Vania hanya bisa terdiam dan juga sedikit lega karena dirinya tidak jadi mengungkapkan perasaan nya pada Raka.
Padahal Vania sudah berniat untuk memberitahu Raka jika memang Raka ingin tau siapa orang sedang ia suka i saat ini.
Hmm... Kesempatan yang dengan mudahnya terlewatkan oleh Raka.
Kasian ... :')
***
Zzzzz ...