"O-om bercanda kan? om bohong kan? "
"Enggak nak. Om enggak bercanda atau bohong. Ini semua takdir nak. Tolong ikhlaskan Avan ya? saya akan bawa Avan kembali ke Indonesia dan dimakamkan di tempat dia lahir."
"I-..iya. om."
BIIIPP
Sambungan telepon pun terputus. Stev menyimpan handphonenya dimeja. Air matanya kini terjatuh sudah. Ia tak menyangka jika papa Avan akan mengabari hal yang sama sekali tak ingin ia dengar. Dan Stev tentu masih belum percaya apa yang didengarnya barusan. TG8 pun menatap Stev dengan gemetar.
"Kenapa?" tanya Jeffrey cemas.
"Avan... Avan... meninggal." jawab Stev dan menunduk dalam. Semua menganga tak percaya. Semua pun menangis histeris. Tak menyangka ini semua terjadi. Berbulan-bulan mereka bersahabat dengan adik kelas mereka itu dan kini ia telah meninggalkan mereka begitu saja dengan waktu yang amat singkat. Takdir memang tak ada yang tau kapan kita dipanggil. Orang terdekat hanya bisa menangis dan berdoa semoga dirinya hidup damai di alam yang berbeda. Stev menjambak rambutnya sedih, Jeffrey menunduk dalam diam sambil menangis, G.B menutup matanya menahan air matanya. Ketiga gadis ini sudah menangis tak karuan dan menyalahkan diri mereka.
"KENAPA HARUS LOE VAN???"
"AVAANN"
"AVAN"
"AVAN KENAPA LOE TINGGALIN KITAAAA???"
Semua berteriak histeris. Jeffrey menghapus air matanya yang terus menerus turun. Ia menahannya sekuat tenaga lalu menghela nafas beratnya.
"Kita jangan nangis kayak gini. Pasti Avan ikut sedih disana dan kita harus ikhlasin kepergian Avan." ujar Jeffrey.
"Iya Jeff, gue nyoba buat ikhlasin dia ya walaupun sakit. Tapi mau gimana lagi? ini takdir. " ucap Stev mencoba menahan air matanya.
"Dia dimakamkan dimana?" tanya Jeffrey.
"Di kota tempat dia lahir."
"Dan kita kayaknya gak boleh ikut temenin Avan ke tempat peristirahatan terakhirnya. Orang tua kita pasti gak ngizinin kita, apalagi lusa UN. " ucap Naira dan diangguki semuanya.
"Gue akan berpesan sama orang tua Avan bahwa kita gak bisa dateng kepemakamannya." kata Stev dan diangguki yang lain.
Kenangan itu kembali terukir dibenak mereka. Saat bermain bersama, berkelahi bersama, bernyanyi bersama bahkan detik-detik terakhir saat bersama Avan pun mereka masih mengingatnya. Mereka sangat menyayangi Avan seperti menyayangi adik mereka. Stev merasa sangat menyesal, ia merasa bahwa dirinya sudah salah mengajak Avan bergabung di geng ini. Begitupula dengan Jeffrey, seharusnya dari dulu ia tak menerima keadaan Avan. Jika dulu ia menolak Avan, pasti anak itu tidak akan pergi secepat ini. Masa depan anak itu terenggut oleh maut karena dirinya. Naira, Zee dan Alva merasa bahwa mereka kurang menjaga dan melindungi adik kelas mereka itu. Karena kelengahan mereka membuat adiknya itu mengalami musibah yang tidak diinginkan mereka. Sedangkan G.B, sepertinya ia tak merasa bersalah karena memang bukan salah dirinya Avan meninggal. Namun disisi lain ia pun merasa bersalah. G.B merasa dirinya kurang bisa membuat Avan bahagia hingga akhir hidupnya. Ia selalu saja merepotkan anak itu dengan mengajaknya bermain ini dan itu. Mungkin Avan tertekan karena ajakannya bermainnya dan membuat anak kelas 5 SD meninggal. Itulah yang dipikirkan oleh The Grazon 8 saat ini. Penyesalan, merasa bersalah dan menyalahkan diri sendiri, ketiga hal itu yang kini mereka renungkan.
Kebohongan tidak mengatakan yang sebenarnya tentu saja yang paling besar mereka rasakan. Karena merasa bersalah itulah membuat mereka memikirkan hal yang tidak-tidak. Tapi, walaupun begitu mereka mencoba untuk mengikhlaskan lelaki bernama Avandy itu. Mereka harus mengikhlaskan kepergian Avan dan tidak akan terlarut terus menerus meratapi rasa bersalah mereka. Biarlah yang lalu terus berlalu, masa kini adalah masa yang harus mereka hadapi. Jika ada kesempatan, mereka pasti akan menjelaskan kronologi kejadian yang sebenarnya kepada orang tua Avan. Tapi tidak untuk saat ini, mungkin hal itu akan mereka lakukan suatu hari nanti.
*****
Avan at Singapura
Sudah hampir 3 bulan anak kelas 5 SD dan mungkin kelas 6 SD ini terbaring lemah dikamar rawat rumah sakit ini. Ia kini berada di Singapura dan keadaannya mulai membaik. Setiap hari dokter selalu memeriksanya. Tak jarang mama dan papanya selalu berbagi cerita agar Avan cepat sadar.
Tiba-tiba saja jari-jari Avan mulai bergerak. Tak lama Avan mulai membuka matanya dengan perlahan. Cahaya lampu membuatnya sedikit menyipitkan mata. Avan mengedipkan matanya berkali-kali untuk melihat dunia dengan jelas. 3 bulan dirinya terbaring dirumah sakit membuat matanya sedikit silau melihat cahaya. Kini Avan menatap ke penjuru ruangan, tak ada siapa-siapa disana.
"Awww..." erangnya kesakitan saat ingin membangunkan tubuhnya. Ia sedikit merentangkan tangannya. Meregangkan otot-ototnya yang sudah lama tak bergerak. Avan sedikit memijit keningnya karena merasa sedikit pusing.
CLLEEKKK
Tiba-tiba saja ada yang masuk dan membuat Avan kaget. Begitupula dengan orang tersebut yang sama kagetnya. Orang itu melototkan matanya tak percaya dengan apa yang kini ia lihat. Avan mengernyit dengan bingung.
"Sayang. Kamu udah bangun nak?" tanya seseorang itu yang tak lain adalah mama Avan.
"Kamu siapa?" tanya Avan. Mama Avan melototkan matanya sangat dan sangat tidak percaya. Avan tidak mengenali ibunya sendiri setelah koma 3 bulan lamanya.
"Ini mama sayang. Kok kamu lupa?" ucap mama Avan bingung. Avan menatap wanita tersebut.
"Mama?"
"Iya nak. Ini mama. Kamu koma 3 bulan loh."
"Koma? 3 bulan?" Banyak pertanyaan yang berada dibenak Avan. Avan sedikit mengingat-ingat apa yang sudah terjadi. Otaknya kini tak bisa bekerja sama. Ia pun memegang kepalanya.
"AAARRRGGHH SAKITTT..." Teriak Avan kesakitan.
"Avan, Avan kamu kenapa nak?" tanya mama Avan panik.
"SAKKITT...."
"DOK... DOKTERR... DOKTERR." Teriak mama Avan panik dan datanglah seorang dokter lelaki. Ia pun segera menangani Avan yang kesakitan dibagian kepalanya. Dokter tersebut memberikan sebuah suntikan di tubuh Avan agar sedikit tenang. Mama Avan kembali menangis khawatir kepada anaknya itu. Setelah Avan kembali dibius untuk tertidur. Dokter itu menghela nafas lega setelah ia memeriksa Avan.
"Ada apa dengan anakku?" tanya mama Avan.
"Avan mengalami amnesia sementara. Rasa sakit yang ia rasakan dikepalanya karena ia mencoba mengingat-ingat sesuatu. Untuk saat ini saya harap ibu tidak memaksanya memikirkan sesuatu karena akan berdampak buruk nantinya." ucap dokter tersebut membuat mama Avan terkejut.
Bersambung ...
jangan lupa vote & comment-nya