webnovel

017. Tidak Ada yang Mempercayaiku

"Anak itu semakin lama, semakin kurang ajar," kata Ferand yang sedari tadi berusaha meredam emosinya. Kesempatan ini sangat bagus sekali untuk May yang berusaha mengendalikan seluruh jalan pikiran Ferand. Dengan lagak manjanya, ia menepuk mengelus punggung lebar Ferand. "Sudahlah, ini bukan salah kamu. Aku sudah tahu ini akan terjadi, aku tahu Ella tidak akan menyukaiku. Sepertinya dia tidak tahan mendengar berita dari sana kesini soal diriku yang begitu tidak pantas bersanding denganmu, Ferand ...."

Ferand berbalik, mengelus pipi May dengan tatapannya yang bersalah sekali. "Tidak, ini bukan salahmu. Buktinya aku tidak tertekan soal masalah lalumu itu. Semua ini terjadi, karena aku sebagai orang tua kurang tegas dalam mendidik anak."

"Tidak Ferand, ini semua salahku. Karena akulah, Ella menjadi seperti ini." Ferand meraih kedua tangan May, membuat May yang menyalahkan dirinya sendiri menjadi tenang. "Jangan berkata seperti itu, kamu sudah mulai berubah sekarang. Kamu bukan May yang dulu dibicarakan orang-orang, merekanya saja yang tidak menyadari perubahanmu. Teruslah menjadi orang baik May, aku tahu kamu bisa membuat mereka diam untuk membicarakanmu."

"Terima kasih Ferand, aku senang kamu menjadi pasanganku dan sudah mau menerimaku apa adanya."

"Sama-sama May, aku senang jika kamu senang."

***

Suhu udara semakin dingin, apalagi di dalam gudang itu tidak ada alas ataupun sesuatu yang bisa di gunakan untuk menghangatkan tubuh. Ella memeluk tubuhnya yang begitu mungil, menangis tiada henti-hentinya. Pikirannya selalu teringat terus dengan perlakuan ayahnya yang kasar dari waktu ke waktu semenjak hadirnya May di rumah. Menurutnya ini adalah sesuatu yang buruk sekarang. Seharusnya dirinya jangan terlalu cepat dalam mengambil keputusan. Ia menyesal karena tidak melihat lebih dalam lagi seperti apa sosok May sebenarnya dan apa yang dikatakan orang-orang soal itu memang benar atau tidak?

Tapi bagaimana dengan ayahnya yang sudah terlanjur jatuh cinta? Dirinya sendiri sebagai anak, tidak bisa menentang apa yang menjadi kebahagiaan ayahnya. "Harus bagaimana aku sekarang? Semua orang di rumah ini tidak ada yang mempercayaiku. Apa aku akan tetap terkurung disini sampai besok? Bagaimana dengan Xavier jika ia tahu soal ini? Aku benar-benar tidak ingin menambah masalah lagi mulai sekarang ...."

***

"Sayang, aku pergi bekerja dulu ya. Tolong nanti kamu bukakan pintu gudang itu untuk Ella. Jika ia masih berani melawan atau bertingkah aneh, kurung saja dia ke gudang itu lagi."

"Baik Ferand, hati-hatilah di jalan. Aku akan menunggumu pulang makan malam." Ferand tersenyum dan berjalan menuju tempatnya bekerja. May langsung berjalan menuju gudang itu dan membukakan pintu. Ella masih tertidur pulas di lantai dalam keadaan meringkuk. "Hei bangun pemalas!" kata May dengan menendang punggung Ella.

"Engh?" Ella membuka kedua matanya dan mendapati cahaya cukup terang yang masuk ke dalam gudang. "Tunggu apalagi kamu? Cepat bersihkan rumah dan masak! Jangan lupa pergi belanja ke pasar juga!" perintah May lagi. Ella bangkit dan masih terdiam termenung dalam rasa kantuk yang masih ada di matanya. "Astaga anak ini memang pemalas sekali!" May menyeret lengan Ella dengan kasar, yang membuatnya langsung sadar sepenuhnya. "I-ibu ...."

"Cepat kerjakan apa yang aku perintahkan!" katanya lagi dengan nada tinggi. Ella mengangguk dan bergegas mengerjakan semuanya. "Huft ... Untung saja," gumam Ella sedikit lega. Ia mengerjakan semua pekerjaannya dengan terampil dan cepat, kemudian ia bersiap pergi ke pasar. Namun ia harus meminta uang pada May lebih dulu. "I-ibu, Ella mau minta uang untuk pergi belanja ...."

Kata-kata itu sudah begitu sopan nan lembut keluar dari mulut Ella, masih saja dianggap kurang ajar oleh May. "Kamu bisa bicara lebih baik lagi tidak? Bahasamu begitu jelek. Pakai saja uang kamu, uang kamu kan banyak. Lagipula aku sayang memakai uangku, apalagi memberikan pada orang sepertimu."

Ella terdiam, bingung harus menjawab apa. "Lah? Kenapa diam? Sana pergi!"

"Hah i-iya ibu." Ella pergi ke kamarnya dan menghitung jumlah uang simpanannya. "Aku ragu untuk menggunakan semua uang ini. Tapi harus bagaimana lagi, nanti ayahku pulang makan apa nanti, jika tidak ada bahan untuk di masak." Ia mengambil kerundung merah kesukaannya lalu pergi.

Seperti biasa, orang-orang mulai membicarakan soal hidup orang. Padahal hidup mereka belum tentu bagus. Ketika ia sampai di tempat orang menjual sayur, ada sekumpulan ibu-ibu yang menatapnya sinis. Ella membalasnya dengan tersenyum dan mulai memilih satu persatu sayuran yang dijual. "Ekhem, kamu putrinya Ferand bukan?" tanya salah satu dari ibu-ibu itu.

"Ah iya, aku putrinya," jawab Ella cepat.

"Pasti kamu sudah diajarkan banyak hal oleh ibu tirimu itu," kata ibu lagi.

"Maksudnya?" Mengajari apa yang dimaksud ibu itu? Ella sendiri merasa tidak pernah diajari apapun oleh May. "Masa kamu tidak tahu? Pura-pura tidak tahu apa lupa ini?"

"Sungguh nyonya, aku sendiri tidak pernah diajari apapun."

"Ya diajari menggoda atau merampas harta, apa kamu tidak diajari itu? Wah kasihan sekali kamu ya." Ella hanya diam, ia juga cukup terkejut mendengarnya. Namun apa boleh buat, ia tidak boleh termakan dalam pancingan ibu itu. Ia segera bergegas pulang ke rumah. Sampainya ia di rumah, ia melihat May sudah dalam keadaan luka-luka dan Alana menangis memeluk ibunya. "Hiks ... Jangan menangis lagi ibu," hibur Alana.

Ella semakin dibuat bingung dengan keadaan seperti ini. Padahal ia baru saja pergi ke pasar, saat pulang sudah jadi macam ini. Dan ayahnya tiba-tiba pulang dari tempat bekerjanya. "Ibu, ayah, ada apa ini?" tanya Ella.

Tidak ada yang menjawab pertanyaan Ella. Ella memberanikan diri menapakkan kakinya masuk lalu meletakkan barang belanjaannya di atas meja. "Ayah, ada apa ini?" tanya Ella lagi.

"Sekarang aku bertanya padamu, apa yang sudah kamu lakukan? Begini caramu menunjukkan sikap tidak suka pada mereka?" tanya Ferand balik.

"Apa maksud ayah? Ella tidak mengerti sama sekali, ayah. Ella baru saja pulang dari pasar membeli bahan-bahan makanan, karena stok sudah habis."

"Bagaimana kamu tidak mengerti? Bukannya kamu sudah besar sekarang? Ayah benar-benar kecewa dengan apa yang kamu lakukan Ella. Ini sungguh keterlaluan dan kamu dulunya tidak pernah bersikap seperti ini. Sekarang ayah minta, cepat akui kesalahanmu. Jangan sampai ayah meminta anak buah ayah untuk memukulimu."

"Ayah? Apa yang ayah katakan? Ayah sama sekali tidak mempercayai Ella. Percayalah, mana mungkin Ella melakukan itu pada ibu. Jika Ella tidak menyukai mereka sejak awal, tidak mungkin juga ayah bisa menikah dengan orang yang ayah cintai."

"Ella, ayah memberimu satu kesempatan mengakui kesalahanmu sekarang."

"Maaf ayah, Ella tidak bisa mengatakannya karena Ella tidak melakukannya."