8 Chapter 8 Emosi yang terpendam

Karena Wei Wei sangat ingin pulang kerumah maka pemuda itu pun mengantarkannya pulang ke rumah keluarganya. Pemuda itu hanya bermaksud untuk menyapa mertuanya dan memberikan beberapa oleh-oleh serta menunjukan akta nikahnya dengan Wei Wei. Tetapi dia tidak mengijinkan Wei Wei untuk menginap di rumah keluarganya.

Tiba di rumah Keluarga Lu...

Pemuda itu pun membukakan pintu mobil sambil memegang oleh-oleh ditangannya dan mempersilahkan istrinya untuk turun dari mobil.

"Mengapa kamu membeli dan membawa oleh-oleh sebanyak dan seberharga itu?" tanya Wei Wei yang beranjak turun dari mobil.

"Sayang, kita tidak perlu merendahkan selera kita untuk orang yang tidak berharga." jawab pemuda itu sambil merangkulkan tangannya di pundak istrinya.

Kemudian mereka berdua pun melangkah menuju depan pintu Keluarga Lu.

Tok.. Tok.. Tok.. Suara ketukan pintu terdengar dari dalam rumah.

Pelayan Keluarga Lu pun membukakan pintu dan terkejut melihat nona kedua sudah pulang ke rumah.

"Nona kedua! Akhirnya kamu kembali." ucap pelayan yang terharu melihat nonanya sudah kembali.

"Terima kasih telah membukakan pintunya." ucap Wei Wei sopan.

Wei Wei pun melihat kearah ruang tamu. Dilihatnya Ayah dan Ibu tirinya yang sedang duduk di sofa sambil berbincang itu. Disela perbincangan orang tuanya, Kemudian Wei Wei pun memberanikan diri melangkah masuk dan menyapa mereka.

"Ayah, Ibu, kami pulang." sapa Wei Wei.

Sang Ibu melihat ke arah WeiWei dengan tatapan tajam sambil memegang secangkir teh dan berkata "Heii!! Kakakmu masih di penjara di kantor polisi, dan kamu berani-beraninya untuk membawa lelakimu pulang kerumah!?"

Sedangkan sang Ayah bergegas melangkah menyapa Wei Wei "Jadi, kamu sedang bersama Tuan muda kedua. Kamu seharusnya menelepon ke rumah, Wei Wei. Ayah panik sekali."

"Maaf untuk masalah yang ditelepon (Read Chapter 4)." ucap Lu Qiang Qi sambil berjabat tangan dengan pemuda itu.

"Aku sedang melakukan sesuatu yang penting. Jadi, aku tidak punya waktu untuk mengangkat telepon." jawab pemuda itu sambil berjabat tangan dengan ayah Wei Wei.

"Hehe... Apa yang lebih penting dari Xin Er?" sindir Ibu tiri Wei Wei.

Lu Qiang Qi tidak menanggapi ucapan istrinya. Ia hanya menanggapi ucapannya dengan pemuda itu.

"Eh? Harusnya kamu mengatakannya kepadaku sebelumnya." ucap Lu QiangQi kepada pemuda itu.

"Mari duduk dulu dan Minum teh." lanjutnya.

Setelah minum teh beberapa teguk, tanpa basa-basi lagi pemuda itu langsung menunjukkan akta nikahnya ke Lu Qiang Qi dan berkata "Tadi pagi, Wei Wei dan aku sudah mendaftar untuk nikah. Dia sekarang adalah menantu dari Keluarga Li."

Mendengar ucapan pemuda itu, seketika Lu Qiang Qi bahkan ibu tirinya Gu Mi Er tersentak kaget dan beranjak dari tempat duduknya.

"Apa!? Wei Wei telah menikah dengan Tuan muda Keluarga Li!? Lalu siapa yang akan di jadikan kambing hitam Xin Er!?" gumam Ibu tiri Wei Wei dalam hati dengan mata terbelalak menatap ke arah Wei Wei.

"Kamu wanita hina! Kamu pasti menjebak Xin Er!" bentak ibu tirinya sambil menunjuk kearah Wei Wei.

Wei Wei tersentak kaget, ia tidak mau berdebat dengan ibu tirinya. Ia pun hanya menundukan kepalanya.

"Bagaimana bisa kamu sejahat itu terhadap kakakmu!" lanjut ibu tirinya.

Pemuda itu beranjak dari sofanya karena tidak tahan dengan sikap ibu tiri Wei Wei. Ia pun berkata dengan nada marah "Nyonya Lu, jaga sikapmu! Kalau tidak, aku bisa menuntutmu karena memfitnah istriku!"

Ibu tirinya Wei Wei pun tidak memperdulikan lagi ucapan pemuda itu. Dengn lagaknya ia berkata "Huh.. Lu Wei Wei, Apakah kamu berpikir, kamu bisa berubah dari burung gagak ke phoenix? Bermimpi kamu!"

Lu Qiang Qi dengan paniknya menyela pembicaraan dan berkata "Santailah... Jangan tersinggung Tuan muda kedua. Istriku hanya terlalu gugup dan panik karena kehilangan Xin Er. Dia tidak bermaksud seperti itu. Ya, kan WeiWe? Ibumu tidak bermaksud berkata kasar kepadamu kok."

Wei Wei tidak dapat menahan lagi emosinya. Emosinya bercampur aduk. Rasa amarah yang terpendam cukup lama itu pun akhirnya meluap.

"Ayah, dia menganiayaku." ucap Wei Wei yang perlahan bangkit dari tempat duduknya.

"Dan aku harus membuat alasan untuknya? Itu menggelikan!" lanjut WeiWei.

"Beraninya kamu menjawab balik! Dia adalah ibumu." bentak sang ayah.

Mendengar ucapan ayahnya, Wei Wei pun mengigit bibirnya. Emosinya sudah meledak-ledak.

Lalu ia membalas perkataan ayahnya dengan nada membentak "Aku... aku hanya memiliki seorang ibu! Dia bukan ibuku!"

Pemuda itu memandang wajah istrinya yang menahan tangisan itu. Ia tahu bahwa istrinya sakit hati atas perlakuan ayahnya itu. Seketika itu lah, pemuda itu pun memberikan pelukan hangat kepada Weiwei sambil menepuk pundak istrinya dengan perlahan.

Wei Wei tidak dapat lagi menahan tagisan itu. Air matanya pun jatuh dan membasahi baju pemuda itu.

"Tidak usah bersedih. Pergi berkemaslah. Kita akan pulang ke rumah." bisik pemuda itu.

"Baik." jawab Wei Wei menurut.

Pemuda itu pun merangkulkan tangannya di pundak Wei Wei, sambil membawa istrinya melangkah menyusuri Loteng.

Pada saat ingin menaiki tangga, Lu Qiang Qi segera menahan mereka dan berkata "Tuan muda kedua! Sekarang kan Xin Er adalah kakak iparmu. Dia masih dikantor polisi. Kalau boleh... "

Belum sempat Lu Qiang Qi menyelesaikan perkataannya. Pemuda itu menyela "Sebagai lelaki yang sudah menikah, aku hanya perlu mengurusi istriku."

Kemudian mereka pun melanjutkan langkahnya. Sedangkan Lu Qiang Qi tertegun dan hanya menatap mereka menaiki tangga.

Tiba di kamar Wei Wei...

Krieekk.. (Suara pintu kamar terbuka)

"Ini adalah kamarku, masuklah. Maaf, Kamar ini sedikit kecil." ucap WeiWei sambil mempersilahkan pemuda itu masuk.

Pemuda itu pun memandangi kamar kecil itu dengan cukup lama. Kemudian ia melangkah ke arah jendela dan melihat ke arah langit.

Ia memandangi bulan. Bulan itu bersinar terang. Sinarnya memberikan kehangatan tersendiri dan terdapat bintang-bintang kecil yang bertebaran di langit yang membuat malam ini menjadi sangat indah.

"Waktu aku masih kecil, aku suka melihat bintang disini." ucap Wei Wei sambil mengemaskan pakaiannya yang digantung di lemari.

Pemuda itu pun menoleh dan memperhatikan Wei Wei yang sedang duduk di lantai sambil mengemas pakaiannya di dalam koper itu. Tak tega pemuda itu melihat istrinya bersedih lagi. Ia menatap Wei Wei dengan lembut dan berkata "Wei Wei, itu hanya akan mengingatkanmu pada ingatan yang buruk. Tinggalkanlah memori itu."

"Kenapa? Pakaian ini tidak melakukan kesalahan." jawab Wei Wei sambil melipat dan meletakkan pakaiannya di dalam koper.

Di sela-sela lemari yang digantungi baju itu, Wei Wei melihat secarik foto. Karena rasa penasarannya itu, Wei Wei pun mengambil foto itu dan rupanya itu adalah fotonya waktu kecil dengan ibunya.

Wei Wei pun menatap foto itu cukup lama. Ia membayangkan masa-masa dimana ibunya masih hidup dan masa-masa dimana ia masih memiliki kasih sayang orang tuanya.

Setelah memandangi foto itu cukup lama kemudian Wei Wei pun meletakan foto itu di dalam koper bersamaan dengan pakaiannya.

Pemuda itu pun membungkukan sedikit badannya dan berkata "Sini, aku akan membantumu."

"Baiklah, terima kasih." ucap Wei Wei.

Wei Wei pun menoleh kearah pemuda itu dan berkata "Jangan membelikaku barang-barang mewah. Aku tidak menyukainya."

"Bagaimana kamu tahu aku akan membelikannya?" tanya pemuda itu heran.

"Karena kamu sangat mencintaiku." jawab Wei Wei sambil tersenyum manis.

Seketika suasana menjadi canggung. Pemuda itu hanya menatap Wei Wei tanpa berkata apa-apa. Sedangkan Wei Wei merasa malu dan wajahnya menjadi merah seketika (blush..). Ia menundukkan kepalanya sedikit lalu bergumam dalam hati "Ahhh, apa yang baru saja kukatakan!?"

Wei Wei tersentak kaget, tiba-tiba saja pemuda itu mengelus kepalanya.

"Aku adalah orang yang akan menghabiskan hidup bersamamu. Tidak perlu malu." ucap pemuda itu sambil mengelus-elus kepala istrinya.

Wei Wei memandangi wajah pemuda itu. Ia teringat dengan masa lalunya.

"Dulu ada juga seorang pria yang memperlakukanku dengan berharga. Aku percaya kepadanya, tapi dia..... " gumam Wei Wei dalam hati sambil memandang wajah pemuda itu.

"Li Zhi Yang, aku sudah tua untuk mendengarkan kata-kata manis." ucap Wei Wei.

"Lupakan hal itu semua!" bentak pemuda itu.

"Apa!?" tanya Wei Wei kaget.

"Lupakan kata-kata manis yang kamu dengar dulu! Kamu hanya boleh mendengar kata-kata manis itu dariku!" lanjut pemuda itu.

"Li Zhi Yang, kamu bertingkah seperti anak kecil. Pfff... Imut sekali." ucap Wei Wei sambil tersenyum.

Mendengar ucapan istrinya, pemuda itu kesal. Ia menarik tubuh istrinya dengan perlahan dan mendekat kearahnya. Kemudian tangan satunya lagi ia letakan di dagu istrinya. Perlahan dagu Wei Wei pun di dekatkannya ke wajahnya.

"Kalau begitu, ayo kita lakukan sesuatu yang dewasa." ucap pemuda itu.

***

Bersambung....

avataravatar
Next chapter