webnovel

Yang Tak Pernah Ada

Apakah jatuh cinta itu salah? Jika salah, lalu kenapa ia bisa secepat itu jatuh cinta pada seorang laki-laki yang baru ia temui? Artinya, ia benar karena sudah jatuh cinta. Tetapi pada akhirnya ia menyerah. Ia telah menyalahi cintanya... yang tak pernah ada.

Sankhaa · Teen
Not enough ratings
36 Chs

#YTPA#06

Kamu akan selalu istimewa dihatiku meski kamu bukan miliku – Restu Adhitya.

***

Andra melemparkan tasnya direrumputan. Ia berlari menyusul teman-temannya yang sedang asik bermain bola basket.

Sekolah sudah sepi. Hanya ada dirinya dan ketiga temannya yang sibuk berebutan bola ditengah lapangan.

Andra bergabung dalam permainan itu. Ia berhasil merebut bola dari tangan Dimas--cowok yang mengendarai motor maticnya saat ia tengah mengobrol dengan Salsa dua hari lalu.

Dimas jadi teringat akan kejadian itu.

Waktu itu Andra menyuruh Dimas untuk mengambil motornya diparkiran dan menjemputnya digerbang. Katanya ada urusan.

Dimas hanya menurut saja. Lantas ia mengambil motor milik Andra diparkiran. Setelah berhasil mengeluarkan motor matic hitam itu, Dimas melajukannya menuju gerbang sekolah.

Tak disangka, Andra sedang mengobrol dengan seorang cewek. Dimas akui cewek yang sekelas dengannya itu cukup cantik. Lalu timbul seringaian jahilnya.

"Andra, ayo. Udah telat nih." ujarnya sedikit keras, berhasil mengalihkan perhatian dua orang itu.

Andra menatapnya datar. Dimas sempat terkekeh sebelum akhirnya ia kembali diam karena mendapat tatapan tajam dari Andra.

"Bentar!"

Dimas hanya menunggu dan melihat apa yang tengah temannya itu lakukan. Tidak lama setelah itu Andra sudah naik ke motor. Lantas ia mulai melajukan motornya dengan kecepatan dibawah rata-rata karena masih berada diarea sekolahan.

Setelah benar-benar jauh dari area sekolahnya, Dimas mulai berani untuk bertanya.

"Lo kenal sama tuh cewek?"

Andra memajukan kepalanya sedikit untuk mendengar pertanyaan Dimas yang terbawa oleh angin ditengah padatnya jalan raya.

"Nggak."

Dimas mendecak, "Kalau nggak kenal kenapa dideketin? Hayo, suka lo sama dia?" ia menambah kekehan kecil didalam nada bicaranya.

Andra tidak lagi memperdulikan Dimas. Biarlah temannya itu fokus mengendarai motornya.

"Aduh!" ringis Dimas saat merasa bahunya terkena lemparan bola. Ia mencari siapa pelakunya. Tatapannya jatuh pada Andra yang berjalan gontai ke arahnya.

"Sori, Dim. Gue nggak sengaja." ujar Andra dengan napas terengah-engah.

Dimas mengangguk dan mengajak Andra untuk beristirahat dibawah rindangnya pohon mangga yang rimbun daunnya.

Dimas menyerahkan sebotol air dingin pada Andra tetapi Andra menolaknya.

"Nggak haus lo?" tanya Dimas lalu menegak air dibotol miliknya.

Andra bergeming. Tatapannya menyorot ke arah kelas mereka. Dimas merasa tatapan itu syarat akan sesuatu yang tak bisa ia pahami.

Dua orang cowok ikut beristirahat dan berebutan botol yang digenggam Dimas. Meskipun Dimas sedikit kesal tetapi ia langsung menyerahkan botol minumnya.

Seorang cowok yang memakai topi sekolah mendekati Andra setelah selesai minum. Ia mengambil gitar yang sedari tadi menganggur diatas tasnya

"Main gih. Serah lagu apa aja." katanya sambil menyodorkan gitar pada Andra.

Andra menerimanya. Jemarinya mulai memetik senar malas.

"Tumben lo nggak niat gitaran, Ndra?" tanya Rafli--cowok berbadan gempal yang tengah berdiri disebelah Dimas.

"Gue rasa Andra lagi ada masalah." timpal Dimas membuat Andra menoleh padanya.

"Sok tahu lo." sahut Andra menatap Dimas datar.

Bagas mengambil alih gitar yang berada dipangkuan Andra.

"Biar gue yang gitaran. Balungan kere, yak!" serunya seraya mulai memetik senar gitarnya.

Kudune koe ngerteni... Kabeh mong titipane gusti... Senajan atimu wes bubrah...

Suara yang cukup fals menyapa telinga mereka kala Bagas menyanyikan lagu dengan lirik jawa tersebut.

"Anjir! Gas, fals suara lo!" pekik Andra menatap Bagas geli.

Namun bukan Bagas namanya kalau tidak percaya diri dengan suara yang menurutnya itu sangat merdu.

Ketiga temannya hanya bisa pasrah. Mereka mulai ikut bernyanyi. Meski yang memainkan gitarnya memiliki suara yang sangat fals.

Ditengah keasikan mereka bernyanyi, ada sesuatu yang mengganjal dihati Andra. Lantas ia menghentikan nyanyiannya.

Ia meraih tas dan mencari sesuatu didalamnya. Kegiatannya tertangkap oleh Dimas.

"Cari apaan, Ndra?" tanyanya mengerutkan dahinya penasaran.

Tatapan Dimas jatuh pada secarik kertas ditangan Andra. Ia melirik tulisan yang tertera disana.

Sebuah nomor?

Andra segera meraih ponselnya, mengetikan nomor itu dan menyimpannya lalu mengirimkan sebuah pesan singkat.

Andra

Hai

Dimas yang tidak bisa menahan rasa penasarannya pun menatap layar ponsel Andra lekat-lekat. Hingga sebuah jitakan keras mendarat sempurna didahinya.

"Kepo lo."

Dimas memutar bola matanya kesal. Ia hanya ingin tahu, nomer siapa yang disimpan oleh Andra. Kan siapa tahu Andra mendapat kenalan dan mau berbagi dengannya.

Tidak berhasil merebut ponsel Andra, justru yang didapatkan Dimas adalah secarik kertas itu.

Andra tersentak karena kertasnya diambil paksa oleh Dimas. Ia segera merebutnya kembali. Tetapi Dimas tetap menahannya.

"Bilang dulu nomer siapa! Bro, Andra lagi deketin seseorang nih...!" teriak Dimas membuat Bagas dan Rafli menghentikan kegiatannya, beralih menatap Dimas yang dikejar oleh Andra dipinggir lapangan.

"Dimaaas! Balikin woi!"

"Nomer siapa dulu!"

"Kepo lo!"

"Yaudah nggak gue balikin!"

"ITU NOMORNYA SALSA!!"

Sontak Dimas menghentikan laju larinya bersamaan direbutnya secarik kertas yang sudah tak berbentuk itu.

"Rese lo!" sungut Andra jengkel. Ia menyimpan kertas itu ke dalam saku celana abu-abunya.

Dimas menatap Andra penuh selidik, "Lo beneran mau deketin tuh cewek?"

Andra mendelik lalu mendorong wajah Dimas agar menjauh darinya.

"Gue emang harus deketin dia!" balasnya ketus.

Cowok itu berlari menghampiri Bagas dan Rafli, meraih tas yang tergeletak diantara kedua cowok itu. Melepas kaosnya yang basah akibat keringatnya, menggantinya dengan seragam. Lalu ia pergi meninggalkan ketiga temannya yang bingung karenanya.

Bersambung...