webnovel

Yang patah tidak akan mati

projects_gagal · History
Not enough ratings
22 Chs

Kesederhanaan adalah patokan

Waktu menunjukan pukul 10.00 saat ibu dan saudara mengantarku hingga ke airport. Setibanya di sana ibu memeluk erat sambil berkata "Kesederhanaan adalah patokan, jangan mau terlihat hebat, jangan harap tampak sempurna, dan jangan mencerminkan kepunyaan. Berjalanlah sesuai langkah jangan di lebihkan, ingat dari mana kaki mu berasal dan dimana kaki mu saat itu melangkah. Orang akan menilai dari apa yang kau ucap dan orang akan menentukan dari apa yang kamu lakukan, jaga hati agar selalu membumi, bukan untuk di hina tapi biar mereka menerka apa adanya." dengan penuh haru aku hanya mampu menjawab "Iya" ibu melepaskan pelukannya, mencium kening ku dengan penuh cinta, aku tau dia tidak rela melepaskan ku untuk waktu yang lama setelah aku baru tiba. Kembali ku kumpulkan keberanian ku untuk menyampaikannya "Aku sayang Ibu" dia menatapku penuh cinta dan aku menatapnya dengan penuh haru. Waktu saat itu berjalan dengan cepat hingga tak terasa Paman Sam di depan mata.

Setibanya aku di sana, kumulai tapaki langkah dengan pasti dengan semangat baru dan harapan baru. Di sana aku sangat terasa berbeda, terkadang aku masih tidak mengerti apa yang mereka ucapa dan saat itu aku hanya bisa terdiam dan tersenyum. Beberapa dari mereka ada yang ramah, memang tidak banyak mungkin karena aksen ku yang berbeda atau karena memang aku nampak tidak sama. Di jalan ku lambaikan tangan untuk memanggil kendaraan yang kelak mengantarkan ku ke tempat untuk menetap. Setibanya di kamar kurapihkan semuanya, hingga selesai aku terdiam karena tidak ada lagi yang bisa ku lakukan. Kembali sepi menghampiri, ku lihat notif, tidak ada yang istimewa saat itu sekilas terbesit ingin kujual sajah karena tidak berguna.

Lamunan ku hingga pada ujung senja di negara yang berbeda, semuanya sama mentari tampak lebih indah dari siang dan yang membedakan hanya tak ada suara adzan berkumandang, baru saja tiba aku sudah rindu saja dengan apa yang ada di sana. Ku tunggu mentari tenggelam saat itu, bukan bukit atau gunung yang ia (mentari) lalui, namun gedung yang bertingkat yang ku lihat. malam mulai menyapa ku buka tugas yang di berikan untuk ku selesaikan dan ku presentasi kan esok hari. Ku buat secangkir kopi lengkap dengan biskuit yang ku bawa sendiri. Terasa nikmat namun sedikit berbeda, ada ada sunyi yang tak sama yang membuat ku suka. Entah mengapa malam di sini terasa lebih bernyawa meski bintang enggan datang dan bulan masih terlalu malu untuk menyapa. Waktu terus mengetuk lambat laun lampu sekitar mulai padam, cahaya berganti oleh bintang dan bulan mulai tersenyum riang. Tugas ku usai, ku putar beberapa lagu sendu untuk menemani ku saat itu. Lambat laun mata mulai memberat tapi tak ku tolak karena sadar raga sudah lelah waktunya ku pejamkan mata mencari mimpi dan semoga indah.

Selamat tidur dunia..