webnovel

Chapter 1

Suara rintihan Anin sejak tadi terdengar begitu lirih. Bibir bawahnya terlihat membiru akibat di gigit kuat untuk melampiaskan rasa sakit yang luar biasa di daerah perutnya. Kedua tangannya yang bergetar, sejak tadi menekan bagian tubuhnya yang terasa sangat sakit.

Setelah meminum obat yang diberikan oleh dokter yang memeriksanya, perut wanita yang kerap disapa Anin ini perlahan merasakan sakit yang luar biasa. Area perutnya semakin lama semakin terasa begitu mengerikan, disertai dengan keluarnya cairan yang begitu deras dari bagian bawah tubuhnya.

Beruntung ia mengikuti perintah dari perawat untuk mengganjal bagian bawahnya dengan pembalut berukuran panjang untuk menampung banyaknya cairan yang keluar dari inti tubuhnya.

Tepat di samping ranjang Anin, seorang wanita berambut pirang tengah duduk sembari menangis tersedu-sedu melihat Anin melenguh kesakitan di atas ranjang pesakitannya.

Yang bisa dilakukan wanita ini hanyalah mengoleskan minyak kayu putih di atas perut Anin sembari mengumpat kasar untuk mengeluarkan amarahnya kepada seseorang yang sangat bertanggung jawab penuh atas penderitaan yang dialami sahabatnya saat ini.

"Tendra brengsek! Teman aku, kamu apain?" umpat wanita yang sering Anin sapa Acel ini dengan suara tangis yang mengalir deras dari kedua matanya.

"Aku panggilin perawatnya aja ya? supaya kamu di periksa lagi. Masa habis di kasih obat, perutmu malah sakit begini sih Nin? Huhu," isak wanita ini sembari menutup botol minyak kayu putih yang sejak tadi berada di tangannya.

"Ng-nggak u-usah Cel. Dokternya sudah bilang, efeknya me-mang begini," desis Anin terbata-bata dengan suara lemahnya.

"Tapi masa sampai begini sih? Kamu juga, kalau sakitnya nggak bisa ditahan, kamu boleh nangis sampai teriak-teriak pun enggak apa-apa. Jangan sampai kamu tahan! Aku pedih sendiri lihatnya," tutur Acel lagi.

Anin tersenyum miris mendengar hal itu.

"Sa-kitnya nggak seberapa kok Cel. Ma-sih lebih nyeri hatiku wa-ktu tahu kabar dari cewek itu," tutur Anin yang semakin membuat Acel menangis kencang.

"Suami kamu memang bajingan! Bakal aku tuntut dia kalau sampai terjadi apa-apa sama kamu!" isak Acel yang membuat janji pada dirinya sendiri.

Tak berapa lama setelahnya, seorang wanita bercepol yang mengenakan seragam perawat, datang sembari mendekat kearah ranjang yang di tempati oleh Anin. Ia membuka sarung yang dikenakan Anin sembari mengecek sebanyak apa cairan yang keluar dari bagian bawah tubuh pasiennya.

"Gimana sus?" tanya Acel yang berusaha menormalkan suaranya setelah perawat ini memeriksa sahabatnya.

"Cairannya sudah banyak yang keluar. Jalurnya pun sudah terbuka. Proses kuretase bisa dilakukan sekarang juga. Saya akan mempersiapkan semua dan memanggil dokter yang akan melakukan prosedur ini. Nona Acel silahkan tunggu diluar ya," tutur perawat yang bernama Ayu ini dengan nada ramah.

Setelah semua perlengkapan telah siap, dan Acel pun menunggu di luar, salah satu wanita yang mengenakan jubah berwarna biru ini menyuntikkan sesuatu dari selang infus yang ada di tangan kiri Anin sebanyak dua kali sembari berkata,

"Ibu Anin tidur dulu sebentar biar tidak merasa sakit. Setelah bangun, proses kuretase pasti sudah selesai."

Setelah mendengar titah tersebut, secara perlahan-lahan rasa kantuk mulai menyerang Anin hingga dirinya jatuh terlelap dan tak sadarkan diri.

Anindya Maharani Bramanta, begitulah nama lengkap wanita cantik ini. Seorang wanita karier berusia 28 tahun yang berstatus sebagai istri dari seorang arsitek handal sekaligus pimpinan dari sebuah perusahaan konstruksi terkemuka di Jakarta yang bernama Tendra Damarion Wijaya.

Suaminya Tendra, dikenal sebagai seorang pria matang yang memiliki karier cemerlang sebagai seorang arsitek. Hal itu dibuktikan oleh banyaknya gedung-gedung megah yang berdiri di atas tanah kota Jakarta yang berasal dari hasil kepiawaiannya dalam mendesain bangunan.

Selain keahliannya, Tendra dikenal sebagai seorang pria berparas tampan yang banyak digandrungi oleh kalangan wanita di usia matangnya.

Banyak yang merasa iri dengan posisi Anin saat ini karena dipandang sebagai sosok wanita beruntung yang berhasil meluluhkan hati sang pangeran tampan serta berhasil menjadi pendamping dari seorang Tendra.

Banyak orang di luar sana yang mengelu-elukan keduanya karena keharmonisan rumah tangga mereka meskipun tanpa kehadiran seorang anak di usia pernikahan mereka yang telah menginjak angka empat tahun.

Sayangnya, semua kata-kata indah serta keharmonisan rumah tangga yang orang-orang lihat itu hanyalah semu belaka. Semua itu tak lebih hanya topeng semata agar citra seorang Tendra sebagai seseorang yang kompeten, dipandang baik oleh masyarakat luas.

Bagi Anin, andaikan dirinya dapat memutar waktu, ia lebih memilih untuk tidak pernah dipertemukan dengan sosok Tendra di hidupnya. Pria yang dikenal orang-orang sebagai sosok yang baik, cerdas dan sempurna itu ternyata tak lebih dari seorang 'pemain' berwatak keras. Selama empat tahun pernikahannya, Anin sudah lima kali mendapati suaminya berselingkuh dengan wanita lain.

Pengkhianatan Tendra yang terakhir ini ia ketahui saat dirinya hendak memberi kabar tentang kehamilannya kepada sang suami. Niat hati ingin memberikan kejutan, justru dirinya lah yang dibuat terkejut saat wanita simpanan Tendra dengan berani menghubunginya dan memberitahu dengan rasa bangga bahwa dia berhasil 'tidur' dengan seorang Tendra Damarion disertai dengan bukti-bukti seperti foto dan video mereka yang tidak senonoh.

Karena hal inilah Anin terpaksa menyembunyikan kabar kehamilannya dari sang suami seraya menyusun ulang rencana hidupnya untuk menggugat cerai Tendra sebelum perutnya terlihat membesar.

Namun naas sekali, belum sempat ia mengurus semua, janin yang ada di dalam perutnya memilih untuk menyerah sebelum lahir ke dunia. Stress dan kelelahan yang dialami oleh Anin membuat calon bayinya tidak bisa bertahan.

Anin pun memilih pasrah sembari berserah diri kelada Tuhan. Dan sampai proses kuret yang ia lakukan saat ini, Anin tetap bungkam dan membiarkan Tendra tidak mengetahui bahwa calon anaknya telah tiada.

***

Empat bulan yang lalu,

Suara ketukan palu hakim terdengar seperti suara rintihan yang menyayat hati. Tepat di hari ini, dirinya telah resmi berpisah dengan seorang istri yang ia cintai.

Jayden Raharja Adhitama kini telah menyandang status sebagai seorang duda beranak satu. Dada lelaki ini terasa sesak, dan kesedihan yang ada di dalam relung hatinya terasa semakin menyayat hati manakala sang mantan istri tersenyum puas setelah ikatan yang terjalin diantara mereka secara resmi telah berakhir.

Dengan langkah berat, ia berdiri dari atas kursi sembari melangkah gontai keluar ruangan diikuti oleh seorang kuasa hukum yang mendampinginya selama proses cerai berlangsung.

Tepukan di atas bahunya serta kata-kata penyemangat dari pengacara yang berada di sampingnya seolah tak memberi banyak perubahan suasana hatinya yang sedang mendung.

"Jay!"

Lelaki ini menoleh saat mendengar suara dari wanita yang kini telah menyandang status sebagai mantan istrinya ini memanggil namanya.

Wanita bertubuh tinggi semampai yang selalu terlihat cantik di mata Jayden ini, berjalan mendekat kearahnya sembari mengulurkan tangan disertai senyum yang melengkung manis di kedua sudut bibirnya.

Ah, belum apa-apa dirinya sudah merindukan wanita ini.

Mata Jayden masih meneliti tangan ramping mantan istrinya tanpa berniat membalasnya.

"Ada apa?" seru Jayden dengan suara lirih tak bersemangat.

"Hanya ingin mengucapkan terima kasih atas semua perhatian dan rasa sayang yang kamu lakukan untukku dan Jasmine selama ini," ungkap wanita yang saat ini tepat berdiri di depannya.

Iris mata coklat madu milik Jayden menatap nanar wanita yang kini resmi menjadi orang lain dalam hidupnya ini sembari berpegang teguh untuk tidak membalas uluran tangan dari Mawar. Alih-alih menjabat tangan sang mantan istri, dirinya justru melayangkan sebuah permohonan kepada Mawar.

"Jika kamu ingin berterima kasih kepadaku, cukup izinkan aku bertemu dengan Jasmine setidaknya satu hari dalam seminggu," desis Jayden dengan nada frustasi.

Mawar menghela nafasnya berat,

"Dia bukan anak kamu Jay! Ibumu pasti marah jika kamu masih bertemu dengan Jasmine."

"Tapi dia lahir disaat kamu masih berstatus sebagai istri aku! mekipun Jasmine bukanlah anak kandungku, tapi aku yang menunggu dia lahir, ikut merawatnya, hingga memberi nama untuknya. Bahkan di dalam akta kelahiran pun, namaku tertulis disana sebagai ayah dari Jasmine. Bukan Tristan, ayah kandungnya," kelakar Jayden yang tak mampu lagi memendam emosi setelah pengadilan memutuskan bahwa dirinya tidak di perkenankan untuk bertemu dengan Jasmine.

Senyum yang sempat tersirat diatas bibir Mawar langsung sirna seketika mendengar hal itu. Bahkan setelah semua kebenaran terbongkar, Jayden tetap memohon untuk bertemu, menyayangi dan mengasihi Jasmine layaknya anak kandungnya sendiri. Inilah salah satu alasan mengapa Mawar begitu yakin, ingin berpisah dari sosok lelaki baik hati seperti Jayden.

"Baiklah, akan aku usahakan karena saat ini Tristan lah yang mengambil alih semua tugasmu Jayden," sahut Mawar dengan nada mengalah yang membuat Jayden mengetatkan kedua rahangnya untuk menahan rasa perih yang muncul di dalam dadanya usai mendengar kalimat itu.

Lelaki bertubuh tinggi ini hanya diam dan memilih untuk segera pergi meninggalkan Mawar secepat yang ia bisa. Dirinya juga tidak betah berada di tempat yang ia anggap sebagai tempat terkutuk bagi dirinya.

Jayden melangkah keluar gedung begitu cepat dan segera berjalan menuju ke arah kendaraan roda empat miliknya yang berada di lahan parkir.

Pria matang ini mengendarai mobilnya secepat yang ia bisa agar netranya tak lagi melihat gedung pengadilan yang membuatnya melepas status sebagai seorang suami, serta ayah bagi Mawar dan juga Jasmine.

Dada pria ini terasa sangat pedih hingga rasanya sulit sekali untuk bernafas. Rasa kecewa, sedih dan amarah yang membendung di dalam hatinya.

Beruntung jalan raya hari ini tidak terlalu macet, sehingga Jayden bisa lebih leluasa mengontrol laju mobilnya. Berkali-kali ia menepuk dadanya yang terasa nyeri hingga cairan bening tanpa sengaja menggenang di pelupuk matanya.

Jayden meratapi begitu naas nasib pernikahannya dengan Mawar yang telah berjalan selama lima tahun terakhir ini. Kilas balik saat dirinya bertemu dengan Mawar kembali memenuhi seluruh isi otaknya.

Meskipun diawal dirinya menikah dengan Mawar karena sebuah perjodohan, namun Jayden tak pernah memperlakukan mantan istrinya sebagai orang yang asing.

Diawal pernikahan mereka, Jayden berusaha untuk memperlakukan Mawar selayaknya seorang istri meskipun ia tidak memiliki perasaan apapun. Dirinya berusaha menempatkan diri sebagai suami yang baik dan berusaha sekuat mungkin untuk mencintai Mawar.

Hingga setelah dua tahun mencoba, akhirnya ia berhasil membuat Mawar menjadi satu-satunya wanita yang mengisi hatinya meskipun rasa itu muncul saat dirinya tahu ketika Mawar sedang mengandung yang awalnya ia pikir; istrinya hamil anak kandungnya. Jayden merasa waktu itu dirinya begitu bahagia sekali.

Sayangnya, kebahagiaan yang ia rasakan saat itu harus sirna ketika seorang pria asing tiba-tiba saja datang ke dalam kehidupan rumah tangganya dan mengaku sebagai ayah kandung Jasmine dan menuntut hak atas putri kecilnya.

Karena kejadian itu, akhirnya Mawar membongkar rahasianya serta mengakui kesalahannya dulu yang masih berhubungan dengan mantan pacarnya di tahun-tahun awal pernikahan mereka.

Seketika hati Jayden runtuh mendengar pengakuan itu. Terlebih saat Tristan mengajaknya untuk melakukan tes DNA untuk memperkuat bukti dan memperjelas siapa ayah biologis dari little princess kesayangannya.

Mawar mengaku, sengaja merahasiakan ini dari Jayden karena Tristan, kekasihnya menghilang begitu saja saat dirinya tengah hamil. Mawar pun memanfaatkan keadaan keluarga Jayden yang ingin sekali memiliki momongan, serta kebaikan hati dari seorang Jayden.

Dari semua kesalahan yang telah di perbuat istrinya, Jayden memilih untuk memaafkan dan mengajak Mawar untuk membangun kembali lembaran baru dari awal tanpa perlu mengingat bahwa Jasmine bukan anak kandungnya.

Namun sayang, semesta tidak berpihak kepada tekad Jayden. Kebenaran tentang Jasmine yang berusaha ia tutupi dari keluarga besarnya, akhirnya terbongkar hingga kedua orang tuanya menekannya untuk segera menceraikan Mawar.

Meskipun diawal ia menolak keras permintaan kedua orang tuanya, tapi pada akhirnya ia kalah oleh keadaan dan membuat dirinya harus berpisah dengan keluarga kecilnya.

Kini Jayden harus terbiasa hidup tanpa Mawar dan Jasmine di sisinya. Ia harus segera melupakan semuanya sembari menyembuhkan luka yang bertubi-tubi menyerang psikisnya. Dan hati kecilnya berharap, agar Tuhan dapat memudahkan semua itu.