Raihan menyandarkan punggungnya di kepala sofa, sembari mengehelah nafas, paman Dyanra dan keluarganya telah pulang bebera menit yang lalu, kini tinggal Raihan dan Vino yang berada di ruangan itu.
"Rai! apa rencana kamu selanjutnya, setelah penandatanganan kerjasama tadi?" tanya Vino
Raihan yang mendengar Vino bertanya, segera menegakkan kepalanya, menatap Vino yang juga sedang menatapnya.
"Gue belum punya Rencana, tapi kita fokus saja menjalankan rencana pertama, agar mereka tidak mencelakai Dyanra," ucap Raihan
"Ok! tapi kita juga harus berhati-hati Rai, tua bangka itu sangat licik, dia memiliki banyak koneksi, itu informasi yang gue dapat," ucap Vino mengingatkan Raihan. Raihan yang mendengar itu hanya mengangguk
Raihan tau bahwa Joni bukan orang yang gampang di bodohi, dia memiliki berbagai rencana licik di otaknya, dia memiliki banyak koneksi yang berkaitan dengan dunia gelap, dia bekerjasama dengan seorang mafia. Pembunuhan berantai yang menewaskan kakek dan nenek dari Dyanra empat tahun yang lalu adalah ulah dari Joni.
Perebutan kekuasaanlah yang membuat Joni tega membunuh orang tuanya sendiri, di karenakan harta yang di berikan orang tuanya kepada Sanjaya lebih banyak dari pada harta yang di berikan kepadanya. Joni ingin mengambil semua harta itu.
"Ya sudah lo istrahat sekarang, karena besok pagi, kita harus pulang," ucap Raihan menyuruh Vino, setelah itu berlalu dari sana menuju kamarnya, untuk beristirahat juga.
Sementara itu di Apartement, Dyanra baru saja pulang, setelah menemui seseorang. Badannya sangat letih. Dia pun memilih duduk dan menyenderkan punggungya di sofa.
Dyanra menerawang mengingat masa lalunya bersama orang tuanya yang penuh dengan kebahagian, pada hari libur begini pasti orang tuanya sedang berada di rumah, mengajak Dyanra untuk berlibur ataukah mereka akan berbicang seharian di rumah. Dyanra yang mengingat itu menitikan air matanya.
"Dyanra janji pa/ma. Dyanra akan membalas perbuatan mereka,"ucap Dyanra menghapus air matanya, dan berlalu dari sana menuju kamar, untuk membersihkan diri dan menjemput mimpinya.
Keesokan paginya Dyanra telah bersiap-siap untuk berangkat kesekolah, hari ini dia memilih naik angkot, karena Raihan belum datang dari luar kota. Dyanra pun berjalan keluar area Apartement menuju jalan Raya untuk menunggu angkot yang lewat.
Saat Dyanra ingin menyebrang jalan, Dia melihat mobil yang berjalan ke arahnya dengan kecepatan kencang, Dyanra pun menutup matanya, dia pasrah jika harus menyusul orang tuanya sekarang.
"Hei lo, kalau jalan liat-liat dong, jangan planga-plongo kayak gitu!!" teriak pengendara mobil yang hampir menabrak Dyanra.
Dyanra yang mendengar teriakan itu membuka matanya, dan melihat pengendara mobil yang sedang memarahinya. Dia melihat seragam yang di pakai laki-laki tersebut mirip dengan seragamnya, berarti dia murid di sekolanya juga.
"Lo yang bawa mobil ugal-ugalan hampir nambrak gue ini, pokoknya lo harus tanggung jawab!! Teriak Dyanra balik memarahi laki-laki itu.
"Minggir lo!!" ucap laki-laki itu
"Nggak!!" seru Dyanra yang masih berdiri di depan mobil.
"Minggir nggak lo! Atau gue tabrak!" ancam sang pria.
"Nggak, lo harus tanggung jawab, antar gue ke sekolah, kita kan satu sekolah jadi gue nebeng di mobil lo," ucap Dyanra, tanpa tau permisi masuk ke dalam mobil dan duduk di samping kursi kemudi.
Laki-laki yang duduk di sampingnya itu dibuat cengo akan kelakuan Dyanra.
"Ayo berangkat!" seru Dyanra, di dalam mobil
"Dasar cewek aneh! tapi manis sih," batin pria itu.
"Ia, ia," ucap laki-laki itu menjalankan mobilnya.
Di dalam perjalanan, suasana mobil di isi dengan keheningan, sampai celetukan Dyanra membuyarkan konsentrasi dari pengendara mobil.
"Kenalin gue Dyanra," ucap Dyanra menjulurkan tangannya, sambil tersenyum manis ke arah laki-laki itu.
Melihat senyuman Dyanra, pria itu di buat gugup.
"Andrew," ucap laki-laki itu menyalami Dyanra.
"Kena kau!" batin Dyanra.
Andrew adalah anak laki-laki dari pamannya yang selama ini tinggal di Amsterdam dan dia tidak mengenal Dyanra sama sekali karena dari kecil di tinggal di sana bersama neneknya, ibu dari ibunya, dia baru kembali minggu kemarin, dan melanjutkan sekolahnya di sini. Dyanra sudah menyelidiki semuanya dan dia akan memanfaatkan Andrew untuk kelancaran misinya.
Kejadian tadi sebenarnya sudah di rencanakan oleh Dyanra, dengan bantuan bawahannya dia bisa mengetahui bahwa mobil itu adalah mobil yang di kendarai oleh Andrew.
"Thanks!" seru Dyanra keluar dari mobil, tapi tiba-tiba tangannya di tarik oleh Andrew.
"Tunggu, lo bisa temenin gue ke ruang kepala sekolah, gue belum tau ruangannya dimana," ucap Andrew.
"Ok!"
Mereka pun berjalan bersama-sama menuju ruang kepala sekolah, murid-murid yang melihat mereka di buat kagum dengan Visual Andrew yang sangat tampan. Andrew yang merasa dirinya di tatap semakin tebar pesona.
Namun Dyanra yang melihat itu di buat jijik."sok ganteng banget sih nih orang, kalau bukan karena gue butuh, mana mungkin gue mau nemenin lo," batin Dyanra.
"Nah, ini dia ruang kepala sekolahnya lo masuk gih, gue mau ke kelas, udah bel," ucap Dyanra berlari dari sana.
Sesampainya di kelas, Dyanra langsung duduk di samping Dewa, lalu menelungkupkan kepalanya di atas meja. Dewa yang melihat itu di buat heran, karena tidak biasanya Dyanra seperti itu.
"Lo kenapa?" tanya Dewa
"Capek banget gue, rasanya gue pengen mati aja tau nggak!" seru Dyanra ngawur.
"Itu mulut, nggak bisa di rem apa, nggak boleh ngomong gitu," ucap Raihan.
"Emang lo kenapa sih, ada masalah?" tanya Raihan.
"Nggak ada, capek aja," Jawab Dyanra menegakkan kembali badannya.
Dewa yang melihat itu hanya mengindikkan bahunya, dia tau Dyanra bohong, tapi dia tidak ingin memaksa Dyanra untuk cerita.
Bel istirahat telah berbunyi, Dyanra, Dewa dan Leon telah berada di kantin, menikmati makanannya.
"Dy, tadi kata murid-murid di sini, lo berangkat kesekolah sama cowok ya?" tanya Leon.
"Ha! Emang benar Dy?" tanya Dewa kaget.
"Ia, tadi dia hampir nabrak gue di jalan, makanya guenya minta tanggung jawab dan gue nebeng deh di mobilnya dia buat ke sekolah," jawab Dyanra.
"Tapi lo nggak apa-apa kan Dy?" tanya Dewa dan Leon bersamaan.
"Nggak, buktinya gue masih hidup," ucap Dyanra.
Tak lama setelah obrolan mereka, meja meraka di datangi oleh seseorang, siapa lagi jika bukan cowok yang bersama Dyanra tadi yaitu Andrew.
"Gue boleh gabung nggak?" tanya Andrew tanpa di suruh duduk disamping Dyanra.
Dewa yang melihat itu dibuat kesal, seenaknya dia duduk di dekat Dyanra, gue aja yang sudah suka Dyanra lama, nggak berani tuh duduk di situ, batin Dewa.
"Boleh!" ucap Dyanra melanjutkan kembali makannya.
"Dy, pulang sekolah gue anter pulang ya, ke rumah lo," ajak Andrew
"Ok!"
Dewa dan Leon saling bertatapan, mereka bingung tumben Dyanra mau di antar, sama Dewa saja biasanya masih nolak yang jelas-jelas mereka sudah kenal lama, ini orang baru.
Melihat kebingungan temannya Dyanra langsung berucap.
"Gue mau di antar sama lo, karena masih bentuk pertanggung jawaban ya jadi nggak usah geer!" celetuk Dyanra.
Bel pulang sekolah telah berbunyi, seluruh siswa telah bersiap-siap untuk pulang termasuk Dyanra yang sudah memasukkan semua bukunya ke dalam tas dan bersiap untuk pulang.
"Dy lo pulang sama gue aja ya, gue takut lo di apa-apain sama tu orang," ucap Dewa membujuk Dyanra untuk diajak pulang.
"Nggak kok, lo tenang aja gue bisa jaga diri gue sendiri," ucap Dyanra menenteng tasnya dan berlalu dari hadapan Dewa.
Di parkiran sekolah sudah ada Andrew yang menunggu Dyanra di depan mobil, terlihat banyak murid-murid perempuan yang mengelilinginya ada yang meminta berkenalan, ada juga yang meminta nomor ponsel.
Andrew yang melihat Dyanra berjalan ke arahnya segera mengusir rombongan murid perempuan itu.
"Sudah lama nunggunya?" Tanya Dyanra.
"Nggak kok!" jawab Andrew, membukakan pintu mobil untuk Dyanra, setelah itu berlari ke kursi kemudi. Bersiap-siap untuk pulang.
Di dalam perjalanan, tak henti-hentinya Andrew bertanya ke Dyanra, mengenai apa yang di suka dan tidak di sukai oleh Dyanra. Bukan hanya itu, Andrew bahkan sudah terang-terang mengelus tangan Dyanra.
"Dasar laki-laki mesum, brengsek!!" kesal Dyanra dalam hati.
Setelah melalui perjalan panjang yang mengesalkan bagi Dyanra, mereka pun telah sampai di depan gedung Apartement Dyanra.
"Lo tinggal di Apartement?" tanya Andrew
"Ia," jawab Dyanra singkat, dia tidak ingin berlama-lama dengan manusia brengsek ini.
"Thanks ya, atas tumpangannya," ucap Dyanra keluar dari mobil.
"Gue bisa mampir nggak?" tanya Andrew
"Kapan-kapan aja ya, lo bisa pulang sekarang," ucap Dyanra menyuruh Andrew pulang
Andrew yang mendengar itu mengangguk dan menjalankan mobilnya meninggalkan Dyanra.
"Dasar menjijikan!" gumam Dyanra, segera masuk ke dalam Apartement, dia ingin segera membersihkan diri dari kuman-kuman yang menempel di tubuhnya akibat bersentuhan dengan Andrew tadi.
Setelah membersihkan diri dia segera merebahkan tubuhnya di atas kasur, setelah itu mengecek ponselnya, dan terlihat 11 kali panggilan dari Raihan dan beberapa spam chat. Dyanra yang melihat itu langsung menghubungi Raihan.
"Halo! mas," ucap Dyanra
"Dyanra, kamu kemana aja, kenapa nggak angkat telepone mas, mas khawatir sama kamu," ucap Raihan di seberang telepone. Dyanra yang mendengar itu hanya tersenyum tipis. Sebegitu khawatirnya kah mas Raihan kepadanya, dia beruntung sekali bisa di khawatirkan oleh orang sebaik Raihan. Tapi dia malah menghianatinya dengan kebohongan.
"Maafkan Dy mas," batin Dyanra.
"Ponsel aku, aku silent mas, jadi nggak kedengaran, mas kapan pulang? Katanya mas pulang pagi tapi kok, nggak ada di Apartement sih, kan di kangen," ucap Dyanra dengan suara manjanya.
"Mas sudah pulang kok, tapi mas langsung ke rumah sakit, tidak sempat ke Apartement, soalnya ada pasien yang harus mas tangani, sebentar lagi mas pulang,"ucap Raihan
"Jangan lama-lama ya mas, Dy kangen pengen peluk mas," ucap Dyanra.