Aku berjalan masuk melewati gerbang dan sedang menuju ruang kelasku.
Melewati koridor sekolah, kelasku berada di lantai 2 yang artinya aku harus berjalan untuk menaiki tangga dan menuruninya untuk berangkat dan pulang sekolah.
Walaupun ini adalah hari keduaku masuk ke sekolah setelah liburan musim semi, aku sama sekali tidak tertarik dengan kehidupan manusia yang berada di ruang kelasku. Sebaliknya, aku pergi sekolah demi ayahku. Dia yang telah banting tulang bekerja untuk membiayaiku memasuki sekolah ternama ini. Jadi aku merasa bersalah kepadanya jika aku tidak pergi kesekolah dan membuang-buang keringat yang telah dia keluarkan untuk mendapatkan secukup banyak uang untuk membiayai ku ke sekolah ini.
Area-area disini juga cukup luas, sehingga ada peta yang terpajang di pertigaan koridor untuk murid baru yang tidak hafal jalur sekolah. Ini juga memudahkan ku untuk mencapai kelasku.
Kelas 11 B, aku melihat plang yang tertera di atas luar pintu itu. Hmm.... ini adalah ruang kelasku.
Aku membuka pintu kelas dan melihat keadaan sekitar di dalam kelasku.
Para pria dan wanita berkerumun saling mengobrol dan membaginya menjadi beberapa grup, mereka sedang asyik membahas hal yang menyenangkan menurut pikiran mereka.
Tetapi setelah aku melangkahkan kakiku memasuki kelas ini, tatapan mereka berubah setelah melihatku.
Mereka semua menatapku, marah, kesal, itulah tatapan yang mereka perlihatkan kepadaku.
"Kazuto-kun!"
Aku beralih untuk tidak melihat tatapan mereka yang tajam itu, dan melihat ke sumber suara.
Mendengar sumber suara itu, dari arah belakang, melihat arah belakang sudut kelas ini, seorang wanita berambut panjang yang berwarna hitam sedang memanggil namaku. Itu adalah... Rinon-san.
Dia adalah teman masa kecilku. Setelah keluargaku pindah rumah ke daerah ini, Rinon sering bermain ke rumahku. Rumah kami juga bersebelahan, tidak heran jika dia selalu menempel kepadaku.
Walaupun begitu, dimasa lalu dia selalu menyelonong masuk ke dalam kamarku dan terus mengganggu ketenanganku. Berbicara dan menyentuh barang-barangku seenaknya. Itu terus menggangguku, tetapi aku hanya bisa diam selagi dia asyik bermain dengan barang-barangku dan tidak memperdulikannya.
Dia juga sering mengajakku berbicara, tetapi aku selalu menjawabnya dengan bahasa formal ketika kami berdua sedang berbicara satu sama lain. Karena aku tidak ingin mengulangi kejadian Masalalu kelam itu, hingga saat ini setiap ada yang berbicara denganku, aku selalu menggunakan bahasa yang formal.
Berjalan menuju Rinon, kebetulan tempat duduk ku berdekatan dengannya, sehingga kami biasanya saling mengobrol ketika ada pelajaran yang sulit dipahami dan saling berbagi pemikiran yang berkaitan tentang pelajaran.
Menuju ke arahnya, tiba-tiba ada seseorang yang sedang duduk di kursinya sambil menjulurkan kakinya. Akibatnya, jalanku terhalangi olehnya.