webnovel

Project Number SiX

Sandrone berteriak histeris setiba di ruang kerjanya, seluruh boneka buatannya telah hancur dan manusia-manusia yang ada di dalam kerangkeng telah bebas begitu saja. Padahal tempat rahasia ini hanya diketahui oleh Sandrone dan Il Dottore, perempuan bersurai coklat itu kelabakan setelah melihat Katheryne sudah terbujur kaku serta tubuh besinya sudah berserakan di mana-mana.

"Apa yang terjadi?!" sentak Sandrone khawatir.

Ia mengelus wajah dingin milik Katheryne, robot itu mulai membuka matanya setelah proses reboot-nya aktif oleh sidik jari Sandrone.

"Emergency system activated,"

"Maaf, Yang Mulia Sandrone Marionette. Saya gagal menghentikan Project Number SiX"

Mulut Sandrone menganga ketika mendengar kode nama yang ia berikan kepada salah satu boneka buatannya dengan Il Dottore.

"Ba-Bagaimana bisa?!"

"Peristiwa ini terjadi sekitar dua jam lalu, ketika Yang Mulia pergi meninggalkan ruang kerja. Project Number SiX aktif dengan sendirinya lalu menyerang saya yang sedang dalam mode charging. Setelah saya dikalahkan, dia membebaskan seluruh tawanan lalu pergi lewat jalur utama," jelas Katheryne dengan suara terbata-bata.

Air mata Sandrone menetes melihat wajah Katheryne yang sudah tak terbentuk, ia memaksakan senyumnya lalu meletakkan robot miliknya itu di atas tanah. Ekspresi Sandrone seketika berubah menjadi pekat lalu dengan bengisnya ia memijak kepala Katheryne hingga hancur. Sandrone berteriak sekeras-kerasnya karena rasa sakit di dadanya kini seolah menyayat hatinya, kedua bola matanya memaksa untuk keluar, gertakan giginya terdengar nyaring dan kepalan tangan perempuan itu berhasil melukai telapak tangan dengan kuku tajamnya.

Dengan cepat Sandrone mengambil ponsel di saku celananya lalu menelepon Il Dottore, ponselnya telah bercampur dengan darah dari telapak tangan miliki perempuan bersurai coklat tersebut. Gertakan giginya terus terdengar sembari menunggu jawaban dari sang adik.

"Halo? Dottore?! Kau tahu Project Number SiX telah lepas?!" seru Sandrone dari ujung telepon.

Suara kekehan justru mengelilingi kepalanya, hanya tawa yang terdengar dari ponsel milik Sandrone. Setelah beberapa menit ia hanya mendengar suara tawa Dottore, lelaki bersurai biru muda itu mulai berdeham.

"Aku telah memprogram dirinya untuk menghancurkan boneka seksmu itu, aku tahu yang kau lakukan hanyalah bersetubuh dengan robot hina yang kau buat sedemikian rupa agar mirip dengan 'sahabat'-mu itu, kan?!"

Dottore mengisap rokok di tangan kanannya, sementara tangan kirinya menggenggam telepon. Lelaki bersurai biru muda itu kembali tertawa sebelum beranjak dari kursi lalu berteriak lantang tanda kesuksesannya sudah di depan mata.

"Eksperimenku sukses, dan kau akan menyusul dia secepatnya!" sentak Dottore lalu mematikan telepon itu.

Il Dottore menoleh ke arah jam canggih miliknya, ia melacak pergerakan Project Number SiX melalui benda tersebut. Namun tak sesuai ekspektasinya, robot buatan Sandrone dan dirinya itu justru menjauh dari titik kumpul yang telah ia program.

"Apa-apaan ini?!" gerutu Dottore sambil menggaruk kepalanya.

Lelaki itu bahkan tak peduli dengan orang yang berlalu-lalang melihat ke arahnya sejak tadi, kini ia sedang berada di salah satu klub malam di Caravan Ribat. Manusia haus darah yang sudah menarget Il Dottore tengah mempersiapkan serangannya kepada sang dokter.

"Bahkan robot sepertimu saja bisa mengkhianati tuannya," gumam Dottore sembari melebarkan senyum.

Kini musuh-musuhnya telah mengelilingi Dottore, lelaki itu hanya mengedarkan pandangannya sesekali. Ia tahu bahwa dirinya tidak akan mudah untuk dikalahkan, karena Dottore memiliki lebih dari seribu cara untuk keluar dari situasi genting ini.

"Wahai orang-orang miskin! Dengarkan saya!"

Seolah terhipnotis, senjata yang ada di genggaman para Eremites mulai lepas dari tangan mereka satu persatu.

"Kalian lihat foto ini?" Dottore mengangkat sebuah gambar lelaki bersurai ungu dengan baju khas Inazuma di tangannya.

"Satu miliar Mora untuk kalian jika berhasil menangkap bocah ini atau lima puluh ribu Mora hanya untuk kepala saya?" ujar Dottore sambil tertawa.

Mendengar jumlah uang sebanyak itu keluar dari mulut si dokter membuat kegundahan di hati para Eremites. Mereka menelaah dengan baik wajah milik terduga Project Number SiX seksama, lalu pergi dengan sendirinya meninggalkan Il Dottore dari klub malah tersebut.

"Manusia..."

"Tak akan pernah puas akan sesuatu,"

"Hanya dengan Mora saja sudah bisa mencuci otak kosong mereka,"

Setelah kondisi klub malam itu benar-benar sepi, Il Dottore keluar dari sana lalu menghilang begitu saja di antara warga Sumeru dalam sekejap mata.

***

John Lee terbangun dari tidurnya, ia menoleh ke arah Raiden Ei yang masih terlelap di samping lelaki bersurai hitam tersebut. John Lee mengelus lembut wajah sang istri penuh kasih sayang, merasakan sentuhan hangat itu membuat Raiden Ei membuka sebelah matanya karena masih lelah dan mengantuk.

"Sudah pagi, ya?" tanya Ei pelan.

John Lee menggelengkan kepalanya lalu mendekatkan wajahnya ke arah Ei, ia mengecup lembut pipi kiri Ei lalu menarik tubuh sang istri agar menatap ke arahnya.

"Kembalilah beristirahat," ujar John Lee lirih.

Raiden Ei menarik dagu John Lee lalu mencium bibirnya perlahan, mereka kembali memadu kasih di malam yang panjang. Dunia serasa milik berdua jika bersama orang yang tepat, John Lee dan Raiden Ei hanya ingin melepas rindu, namun semesta seakan tak mendengar keinginannya.

Ponsel milik Raiden Ei terus berdering, saat ia menoleh, tertulis nama Yae Miko di layarnya. Raiden Ei langsung mengambil ponselnya lalu menjawab panggilan sepupunya itu.

"Halo? Yae? Ada apa?" tanya Ei khawatir.

Aku tidak tahu harus berkata apa saat ini, tapi—

"Tapi apa?"

Aku melihat poster Kunikuzushi tersebar di mana-mana, adik kamu masih hidup,

Ei sontak terkejut saat mendengar ucapan Yae Miko, karena posisi telepon sedang berada di mode loudspeaker, John Lee tentu mendengar jelas seluruh penjelasan Yae Miko.

Berita kehilangannya sudah sampai ke media televisi, sekarang rumah kita sudah dikelilingi oleh wartawan,

Mendengar hal itu, John Lee langsung menghidupkan televisi yang ada di depan mereka. Seluruh berita tentang hilangnya satu-satunya putra mahkota Inazuma itu memenuhi malam kelam ini.

"Kunikuzushi..." gumam John Lee ternganga.

Raiden Ei menutup teleponnya lalu berjalan ke arah televisi itu perlahan, ia mengusap layar tersebut sambil menangis. John Lee menyusulnya sambil merangkul sang istri, terus membaca tulisan demi tulisan yang tertera di bagian headline news.

'Putra Mahkota Inazuma, Kunikuzushi dinyatakan kembali hilang!'

'Kunikuzushi tidak tewas 7 tahun yang lalu,'

'Kini Tenryou Commission tengah melakukan penyelidikan akan kasus tersebut,'

'Pihak Euthymia belum memberikan klarifikasi atas berita yang tersebar luas,'

Suara ketukan pintu di ruangan John Lee dan Raiden Ei mulai terdengar, suara Hu Tao meminta untuk membukakan pintu langsung disambut oleh John Lee tanpa ragu.

Saat pintu itu terbuka, kedua tangan Hu Tao sudah terikat oleh tali tambang bersama Childe di belakangnya.

"Siapa mereka?" tanya Raiden Ei tanpa menoleh ke arah pintu.

Childe mendorong paksa Hu Tao dengan tongkat bantunya, ia terjatuh karena kehilangan keseimbangan. Suara rintih kesakitan Hu Tao membuat John Lee langsung membantunya untuk duduk dan melepaskan untaian tali yang sudah diikat mati tersebut.

"Oh, ternyata seleramu tante-tante, ya?" seringai Childe tanpa memedulikan tatapan tajam John Lee.

Childe menutup pintu itu sedikit keras lalu menghempaskan tubuhnya di atas ranjang.

"Ada perlu apa kamu ke sini bersama Hu Tao?" tanya John Lee dengan suara berat.

"Gue datang ke sini untuk memberikan penawaran, lo pasti membutuhkan ini untuk menghancurkan keluarga gue," jawab Childe sembari menatap ke langit-langit ruangan.

Saat ia membangkitkan tubuhnya, Childe memberikan secarik kertas yang berisi informasi penting tentang Keluarga Harbingers.

"Di sana lo bisa lihat sendiri titik lemah mereka, atau perlu gue jelasin secara langsung?"

John Lee tak mengerti satu pun tulisan tangan Childe, kertas itu kembali ditarik oleh lelaki bersurai oranye itu lalu meremasnya dengan kuat.

"Target pertama kita adalah Pantalone, karena kalau dia tewas, sumber keuangan keluarga gue pasti ikut mati," jelas Childe setelah membuang kertas tadi ke sembarang arah.

Raiden Ei menoleh ke arah Childe, mereka berdua saling melempar tatap. Namun Childe tak semudah itu untuk terintimidasi, ia justru kembali membalas tatapan Ei sama tajamnya seperti sang puan.

"Pantalone urusan gue, karena kami ada di posisi yang sama, kalah sama lo," lanjut Childe singkat.

John Lee hanya mengangguk mendengar penjelasan Childe, sementara Hu Tao masih meringis karena luka di lutut serta kedua sikunya setelah dikalahkan oleh Childe.

"Pertandingan kita bakal seru kalau Pantalone bisa terjebak dalam permainan ini,"

"Oh, ya, Tante." panggil Childe kepada Ei.

"Orang yang ada di televisi itu adikmu, kan?"

Raiden Ei mengangguk, meskipun ia belum memahami sepenuhnya dari mana Childe tahu tentang Kunikuzushi.

"Wajahnya mirip sekali denganmu, dan kalau tak salah ingat, anak itu diculik oleh Dottore untuk eksperimen,"

Setelah mendengar penjelasan Childe, Raiden Ei mengepalkan tangannya lalu berjalan ke arah Childe, namun tubuhnya dihalangi oleh John Lee.

"Sebentar, Sayang. Kita dengarkan dulu penjelasannya," ujar John Lee kepada Raiden Ei.

Sang istri luluh setiap mendengar kata itu keluar dari mulut sang suami, melihat sandiwara konyol di depannya justru membuat Childe tertawa terbahak-bahak.

"Lo beneran pacaran sama tante-tante, ya?" sentak Childe kegirangan.

"Beruntung banget dapat perempuan montok kayak dia, lo hamilin pula,"

Hu Tao menatap Raiden Ei diam-diam, ia pun tak menyangka sepupunya kini bermalam dengan seorang perempuan yang ada di sampingnya. Hu Tao mengikuti John Lee dan Raiden Ei sejak awal kepergian mereka dari Wanmin Restaurant, saat ia melihat perkelahian John Lee dan seseorang yang tak dikenal melawan Pantalone, Hu Tao yakin kalau orang yang ada di depannya itu bukanlah sepupunya. Tingkah aneh John Lee juga membuatnya berpikir, John Lee selalu berada di Liyue dan memutari area rumah sakit di sana, tempat yang ia kunjungi pun selalu di ICU lantai 2.

"Dia—Kunikuzushi adalah salah satu anak yang ada di kerangkeng milik Sandrone, seharusnya dia sudah tewas dibunuh sejak hari pertama penculikannya, gue pun gak tahu apa yang terjadi karena gak dapat akses ke sana,"

"Tapi sepertinya dia gagal menjadi boneka seks Sandrone karena suatu hal. Oh, ya, Sandrone hanya ingin membuat boneka seks. Dia tidak peduli dengan eksperimen Dottore untuk membangunkan manusia dari kematian,"

"Intinya begini," Childe menjeda penjelasannya, ia menelan ludahnya karena sudah terlalu banyak berbicara.

"Fatui menangkap orang-orang tak bersalah untuk dimasukkan ke dalam kerangkeng. Sebelum itu, mereka dipilih sesuai umur, kalau masih muda dan mudah untuk dipengaruhi akan direkrut oleh Ibu dan menjadi anggota Fatui muda. Kalau tidak? Barulah mereka dibunuh oleh Dottore, kemudian tugas Sandrone adalah membangun ulang kehidupan mereka sesuai program yang seharusnya dibuat oleh Dottore,"

"Tapi Sandrone tidak senaif itu, juga dia tidak memiliki kemampuan yang baik dalam kerja sama. Anak itu sengaja diisolasi oleh Ayah dan disibukkan dengan tugas yang diberikan oleh Dottore karena ia memiliki masalah kejiwaan. Sahabatnya mati diperkosa oleh orang-orang tak dikenal tepat di depan matanya lalu dibunuh. Namun keluarga kami dibekali kemampuan bela diri sehingga Sandrone membantai habis musuhnya dengan mudah,"

"Terakhir, ia menguliti wajah sahabatnya lalu membawanya kembali ke ruang kerjanya lalu dibangun ulang, atau dihidupkan kembali istilahnya,"

Perut Hu Tao mual hanya mendengar penjelasan Childe, namun John Lee dan Raiden Ei masih memasang wajah datar, padahal yang bercerita juga sudah merinding jika membayangkan kejadian mengerikan itu.

"Sandrone menaruh rasa kepada sahabatnya, makanya dia membuat robot yang diberi nama Katheryne, sesuai nama tokoh favoritnya dari sebuah novel. Gue pernah melihat Sandrone membawa Katheryne ke rumah lalu berhubungan badan dengan robot bau mayat itu, pemandangan menjijikkan itu kadang masih terngiang di kepala," lanjut Childe mengusap kedua tangannya karena merinding.

"Lalu? Bagaimana dengan Kuni?" tanya Ei setelah mereka semua diam beberapa saat.

"Kuni? Kunikuzushi?"

Raiden Ei mengangguk.

"Dari tiga robot yang berhasil dibuat, dia salah satunya," jawab Childe pelan.

"Kami menyebutnya Project Number SiX, alias Scaramouche,"

"Gue tak bisa memanggilnya Kuni atau Kunikuzushi, karena Scaramouche lebih sering disebut oleh Sandrone dan Dottore di acara makan malam keluarga. Jadi gue gak terbiasa kalau menyebut namanya,"

"Adikmu seharusnya sudah dibunuh dan 'dihidupkan' lagi oleh Sandrone, ini permintaan khusus Dottore tapi lagi-lagi Sandrone membuatnya hanya untuk memuaskan nafsu birahinya, itu aja yang gue tahu tentang Kunikuzushi," ujar Childe sembari membiasakan diri memanggil nama adik Raiden Ei.

"Apa permintaan khusus Dottore? Apakah kamu tahu?" tanya John Lee.

"Mungkin untuk dijadikan ketua Fatui muda, gue gak tahu,"

Childe beranjak dari ranjang lalu berdiri dibantu oleh kedua tongkat di tangannya. Ia berjalan ke arah pintu sebelum kembali menoleh ke arah tiga orang dengan tujuan yang berbeda itu.

"Gue mau beraliansi sama lo, John Lee."

"Kalau lo mau bantu pacar lo untuk menyelamatkan adiknya itu terserah, gue gak bisa paksa lo untuk ikutin rencana gue. Tapi kalau lo mau berpartisipasi, gue dengan senang hati membantu sedikit,"

Raiden Ei mulai membelakangi John Lee, "Kami akan buat skenario agar kamu bisa membunuh Pantalone, dan tugasmu adalah mempertemukan saya dengan Sandrone,"

Childe terkekeh setelah mendengar perintah Raiden Ei, ia menganggap perempuan bersurai ungu itu sebagai orang lemah karena perut buntingnya yang begitu nampak.

"Gue cuma mau John Lee untuk gabung, bukan lo. Lo gak bisa seenaknya nugasin gue seperti ini," ledek Childe menyeringai.

"Lagi pula, cewek bunting—"

Bruk! Secepat kilat Raiden Ei sudah beberapa jengkal saja dengan Childe, pintu kayu ruangan mereka sudah retak hanya dengan kepalan tangan perempuan itu.

"Anjing, dari mana lo dapat cewek bunting yang kuat kayak dia?!" Childe tertawa tanpa memedulikan pintu kayu itu sudah ambruk di belakangnya.

Hu Tao menggigit bagian bawah bibirnya karena terkejut, John Lee tampak puas dengan pemandangan yang ada di depannya. Lelaki bersurai hitam itu berjalan ke arah Childe lalu mengulurkan tangannya.

"Tenang, dia tidak selemah yang kamu bayangkan," ujar John Lee sambil tersenyum.

Dari luar, Xiao menyenderkan badannya di koridor Wangshu Inn. Lelaki bersurai hitam kehijauan itu mendengar seluruh percakapan mereka sejak awal, ia berdiri di belakang Childe setelah pintu kayu itu jatuh hingga terdengar suara yang cukup keras.

"Ada dua jawara di sekolah kita, lo mau ngapain ke sini?" tanya Childe heran.

"Dottore," jawab Xiao singkat.

"Gue mau kepala Dottore,"

"Ayah gue salah satu orang yang ada di kerangkeng Sandrone," lanjutnya dengan suara berat.

Mata Childe terbelalak saat mendengar ucapan Xiao, ia berdeham setelah melihat tangan Xiao terkepal dengan kuat.

"Oke, kalau begitu kita susun rencananya malam ini,"

Mereka berenam pergi ke kafetaria Wangshu Inn, Childe menuliskan alur serangan yang harus dijalankan tanpa cacat. Mengingat Harbingers adalah kumpulan penjahat keji dengan seluruh kekuatan yang membersamai mereka, John Lee dan Raiden Ei menyimak penjelasan Childe sementara pikiran Xiao dan Hu Tao masih melayang dengan imajinasi masing-masing.

"Rencana satu sudah, gue harus bunuh Pantalone, itu aja,"

"Selanjutnya untuk Dottore dan Sandrone, mereka sulit untuk didekati apalagi dilacak. Komunikasi gue sama keluarga juga udah terputus setelah kekalahan gue di sekolah,"

"Lingkungan Dottore tak akan jauh dari rumah sakit, ketujuh rumah sakit terbesar di Teyvat selalu ia hadiri setiap harinya, karena hari ini selasa berarti dia ada di Liyue saat ini. Semuanya sesuai urutan, mulai dari Mondstadt, Liyue, Inazuma, Sumeru, Fontaine, Natlan, dan Snezhnaya,"

"Untuk Sandorne, kalau dia masih berkutat di ruang rahasianya, gue masih bisa kasih lokasi hari ini juga. Kalau enggak, dia pasti lagi di Snezhnaya untuk mengurung diri,"

John Lee mengangkat tangan layaknya seorang murid yang ingin bertanya kepada sang guru.

"Setelah saya pahami dengan baik semua kejadian ini, setengah anggota Harbingers sudah pecah. Mereka sudah mulai bergerak sendiri tanpa memandang status keluarga. Mulai dari Pantalone, kekalahannya pasti membuat kepercayaan nasabah Northland Bank berkurang,"

Childe mengangguk setuju dengan pendapat John Lee.

"Beralih ke Sandrone juga Dottore, jika ipar saya dikabarkan hilang, itu berarti dia berhasil kabur dari kerangkeng. Tidak mungkin dia bisa kabur hidup-hidup begitu saja, makanya berita kehilangan Kuni sekarang tersebar. Sembari kamu membunuh—maksud saya mengalahkan Pantalone, biarkan istri saya menemui Sandrone di markasnya,"

"Sisa dari mereka akan datang dengan sendirinya," lanjut John Lee dengan penuh keyakinan.

"Gue ke rumah sakit buat bunuh Dottore," potong Xiao di tengah-tengah tensi di antara mereka.

"Terserah lo, tapi dia bukan lawan yang mudah," sahut Childe menanggapi interupsi dari Xiao.

"Saya akan mencari Kuni, bersama Hu Tao,"

"Kok gue?!" sentak Hu Tao kepada John Lee.

"Ya, karena kamu sudah mendengar semuanya, mau tak mau harus membantu," jawab si surai hitam.

Hu Tao mendengus kesal karena sudah terjebak di dalam rencana mereka, ia hanya bisa pasrah karena memang tak bisa lagi mundur setelah tahu banyak tentang Harbingers.

"Oke, semuanya sudah, kan? Berarti lo gerak sama gue, Xiao. Karena Pantalone sekarang lagi dirawat di Liyue," ajak Childe beranjak dari kursi kafetaria.

Xiao pun ikut di belakang Childe tanpa suara, sementara Hu Tao masih menunggu John Lee yang sedang menggenggam tangan Raiden Ei.

"Kamu yakin?" tanya John Lee khawatir.

"Tidak perlu ragukan kekuatanku, Sayang."

"Tanpa diminta, darah Imperatrix Umbrosa ini terus mengalir di dalam tubuh saya, tidak mungkin semua ajaran Euthymia disia-siakan hanya karena status saya sebagai seorang istri," ujar Raiden Ei lembut.

John Lee dan Raiden Ei kembali berpisah dengan tujuan yang berbeda. Sebelum pergi, Raiden Ei mengikat perutnya sedikit kencang untuk mempermudah pergerakannya. Dari kejauhan ia melihat lambaian tangan John Lee, Ei langsung membalikkan badannya agar perempuan itu tak goyah dengan keteguhan hatinya.

'Sampai jumpa di hari yang kita nantikan, Sayang.'