webnovel

Kesepakatan Tersembunyi

"Maaf lama," kata Rachel setelah masuk ke dalam mobilnya.

"Oh gak apa apa," jawab Marisa.

Setelah itu mobil Rachel melaju meninggalkan kafe untuk menuju rumah Marisa. Dan sesampainya di depan rumah Marisa terlihat Rara sedang melakukan yoga di teras.

"Ngapain lagi anak itu," gumam Marisa saat akan turun dari mobil Rachel dan melihat Rara di depan rumah, "Apa kamu udah gila? Kenapa malam malam begini yoga di depan rumah?" sewotnya.

"Aku bosen nunggu kakak, aku udah lapar banget," gerutu Rara.

Saat itu Rachel muncul dari belakang Marisa dan tersenyum pada Rara. Membuat wanita itu membenarkan posisinya dan berdiri memberi salam pada Rachel.

"Adik kamu cantik banget Marisa," puji Rachel.

Marisa hanya berdecih mendengar pernyataan Rachel yang memuji Rara. Sedangkan Rara langsung tersipu mendengarnya.

"Apa kamu masih kuliah?" tanya Rachel.

"Iya aku masih kuliah semester tiga."

"Aku baru ingat kalau perusahaan tempat aku dan Marisa bekerja akan ada audisi untuk iklan baru apa kamu bersedia ikut?" tanya Rachel.

Rara bersemangat mendengar tawaran dari Rachel. Tentu saja dia sangat mau jadi bintang iklan.

"Ini alamat kantornya, kamu bisa datang besok jam sepuluh pagi, dan bilang pada security kalau kamu datang atas referensi Rachel."

Rara langsung menerima kartu itu dengan senang hati.

"Terima kasih banyak kak Rachel, aku akan melakukan yang terbaik yang aku bisa," kata Rara bersemangat.

"Aku harap kamu bisa lolos ya, aku tunggu besok."

Di sisi lain Marisa tidak suka dengan percakapan Rachel dan Rara yang langsung bisa dekat.

"Kenapa semua bisa sangat mudah untuk adik tiriku?" batin Marisa kesal.

Setelah mengobrol selama satu jam akhirnya Rachel pamit untuk pulang. Rara melambaikan tangannya dengan antusias melepas kepergian Rachel. Sedangkan Marisaa tanpa mengatakan apapun langsung masuk ke dalam kamarnya.

"Kak! Gimana sama makan malamku?" tanya Rara. Dia teringat lagi dengan perutnya yang meronta ingin makan.

"Aku ngantuk mau tidur!" teriak Marisa dari dalam kamarnya.

"Apa?!" Clara tidak percaya mendengarnya, "Kenapa dia selalu dalam mood yang gak bagus?" gumam Rara tak mengerti. Dia mengepalkan tangannya pada pintu kamar Marisa karena kesal.

Tepat saat itu pintu kamar Marisa terbuka membuat Rara dengan cepat menarik lagi tangannya. Ternyata Marisa melempar selembar uang sepuluh ribuan pada Rara kemudian menutup pintu lagi.

Dengan kesal Rara memungut uang itu.

"Liat aja nanti kalau aku udah jadi bintang iklan, aku bisa beli makan sendiri dan gak perlu nyusahin kakak!" teriak Rara dari depan pintu kamar Marisa.

"Oh ya? Aku sangat menanti hari itu," teriak Marisa juga dari dalam kamar.

Clara lalu pergi ke luar untuk mencari makan. Kakinya kadang menendang kerikil yang ada di depannya. Dari luar mungkin dia tampak biasa saja, tapi dalam hatinya dia juga kesal karena harus tinggal dengan kakak tirinya yang angkuh.

Mengingat tawaran Rachel tadi membuat Rara bersemangat lagi, dia bertekad akan mendapatkan iklan itu bagaimanapun caranya. Dan saat langkah kakinya semakin menjauh dia melihat seseorang yang tidak asing untuknya. Dia pria pertama yang menjemput Marisa dulu sebelum Ardo. Rara belum sempat tahu namanya.

Daniel tampak menekuri botol minuman yang dia letakkan di atas meja yang ada di depan minimarket.

Rara heran apa yang pria itu lakukan di minimarket dekat rumahnya jam segini. Firasatnya mengatakan memang ada sesuatu antara dia dan Marisa.

Daniel tidak menyadari Rara yang sudah duduk di kursi sebelahnya.

"Hari yang cerah buat nongkrong, tapi benar benar gak asik kalau cuma sendirian," ucap Rara tiba tiba.

Daniel menoleh ke arah sumber suara, dan Rara juga menoleh saat Daniel menatapnya.

"Kamu kan,,adik Marisa," terka Daniel.

"Iya, aku gak sengaja melihatmu dari kejauhan yang tampak sangat menyedihkan," ucap Rara tanpa basa basi, "Biar ku tebak, kamu jauh jauh ke sini pasti mau ketemu kakakku, tapi terlalu pengecut buat bertemu langsung dengan dia."

Daniel terkejut mendengar pernyataan Rara yang benar. Dia sendiri tidak tahu kenapa dia sampai di tempat ini. Kata hatinya yang menuntunnya sampai ke mari.

"Biar ku tebak lagi, kamu menyukai kakakku kan?"

Tebakan Rara kali ini berhasil membuat Daniel terkejut dan menoleh ke arahnya.

"Dari mana kamu bisa tahu?" tanya Daniel.

"Aku udah banyak kenal karakter lelaki, jadi ya sedikit tahu tentang mereka," jawab Rara.

"Lalu apa yang harus aku lakukan? Dia udah pacaran sama sahabatku. Dan aku udah janji pada gak akan menyukai wanita yang sama lagi." Kali ini Daniel tanpa sadar mengungkapkan isi hatinya.

"Hah?! Jadi kalian bersahabat? Tck! Bener bener terlalu kak Marisa," gumam Rara.

Krrrrkrrrr....

Tiba tiba terdengar bunyi dari perut Rara yang terdengar jelas oleh mereka berdua.

Daniel memandang perut Rara lalu berganti ke wajahnya.

"Maaf bisa kita pindah ke tempat makan, aku lapar," kata Rara sambil menahan malunya.

Karena berharap mendapat pencerahan dari adik Marisa, akhirnya membuat Daniel menuruti wanita itu dan membawanya ke tempat makan.

"Bakso? Aku kira kita akan ke restoran mahal," desis Rara tak tahu diri.

"Aku ingat tempat ini. Beberapa waktu yang lalu kakakmu yang mengajakku ke sini," kata Daniel mengenang.

Sedangkan Rara tampak tidak tertarik dengan cerita Daniel dan lebih sibuk memilih menu, walaupun semua tetap sama dalam bentuk bakso.

"Kamu gak makan?" tanya Rara sambil memakan baksonya.

Daniel menggeleng. Dia hanya menemani Rara makan karena ini sudah lewat jam makan malamnya. Daniel sangat memperhatikan penampilan, dia tidak mau beratnya bertambah besok pagi karena bakso ini.

"Kamu aja, aku masih kenyang."

Rara menghabiskan semangkuk baksonya dengan cepat. Perutnya merasa puas dengan kenikmatan cita rasa bakso ini.

"Cepat katakan apa yang harus aku lakukan?" tanya Daniel buru buru.

Rara meletakkan sendoknya dan menyeruput es teh yang berada di depannya.

"Yang aku lihat kakakku belum begitu yakin dengan perasaannya dengan Ardo. Jadi masih ada kesempatan buat kamu bisa merubahnya," kata Rara.

"Lalu gimana sama Ardo? Dia sahabatku?" tanya Daniel lagi.

"Sahabat dan cinta itu urusan lain. Kamu bisa memilih dengan siapa kamu bersahabat. Tapi gak bisa memilih dengan siapa kamu jatuh cinta. Bener kan?"

Daniel menyadari kebenaran dari kalimat yang Rara ucapkan. Dengan Rachel dia bisa menahan perasaannya, tapi dengan Marisa kenapa terasa sakit setiap kali dia menahan perasaannya?

"Aku berada di pihakmu. Tapi aku lakukan itu gak cuma cuma," kata Rara tiba tiba.

Kening Daniel mengerut curiga.

"Aku akan menolongmu buat deket sama kakak ku, tapi kamu juga harus menolongku."

"Apa yang bisa aku bantu buat kamu?" tanya Daniel penasaran.

"Besok aku mau audisi iklan buat produk perusahaanmu. Apa kamu bisa membuatnya mudah buatku mendapat iklan itu?" tanya Rara hati hati.

"Soal iklan aku gak turun langsung dalam audisi. Udah ada staff yang bertugas. Tapi aku akan buat pengecualian buat kamu," jawab Daniel.

"Serius?" tanya Rara memastikannya.

"Tapi aku mau lihat dulu bagaimana kualitasmu. Gimana pun juga aku gak memilih dengan sembarangan karena sebuah iklan menyangkut citra perusahaan," kata Daniel.

"Setuju." Rara mengulurkan tangannya dan menjabat tangan Daniel karena kesepakatan mereka. Rara janji akan tetap berusaha keras untuk mendapatkan iklan itu.

Setelah selesai makan Daniel mengantarkan Rara sampai depan rumah. Setelah keluar dari mobil, Rara melambaikan tangannya melepas kepergian Daniel. Dan hal itu gak sengaja terlihat oleh Marisa yang menyaksikannya melalui jendela kaca rumahnya.

Mobil yang barusan mengantar Rara tidak asing bagi Marisa. Dia langsung bisa menebak jika itu adalah Daniel.

"Apa yang bocah itu lakukan sama Daniel? Apa mereka memang sedekat ini?" batin Marisa tak habis pikir.