41 Gangguan Pelayan Usil

Aku mendengar suara burung hantu, kemudian isak tangis seseorang. Tak cukup hanya itu, suara teriakan memusingkan seperti malam-malam kemarin ikut mengusik tidurku. Suara itu bergema di lantai dua dan lantai satu. Kurasa ada yang aneh dengan penghuni asrama ini. Beberapa diantara mereka berteriak tak jelas saat jam tidur.

Tak tahan mendengar kebisingan itu, aku membuka mata dan mendesah kesal. Mataku berkedip pedih dan penat. Aku Saat melihat langit-langit kamar, telingaku mencari suara lain. Suara isak tangis itu terdengar lebih jelas dan seakan dekat dari kamar ini. Sendi leherku bergerak sedikit, menuntun penglihatanku ke arah kiri.

Aku terperanjat bangun. Tanganku terkepal meremas selimut. Napasku terpompa cepat setelah jantungku mengalami lonjakan.

Di depan jendela, di antara gorden beledru, seorang wanita berbaju putih dan rambutnya kimbal panjang sedang memainkan gorden. Dia membelakangiku.

[ Mungkin orang ini teman sekamarku yang baru saja datang setelah absen selama hampir lima hari. Tetapi sejak kapan dia masuk? Lalu, kenapa dia menangis? ]

"Hai, siapa kau? Apa kau teman sekamarku? Kenapa berdiri di sana?" aku bertanya seraya beranjak dari tempat tidur dan menyalakan lampu.

Gadis itu masih terisak dan menyembunyikan wajahnya.

Aku menatapnya dengan bingung.

Kurasa, dia masih sedih berpisah dengan keluarganya. Kebanyakan gadis dari keluarga kaya memang begitu. Kalau aku diposisinya, mungkin tak jauh berbeda. Hanya saja sejak kecil, aku tak merasakan bagaimana punya keluarga.

"Hai, aku Ran Yuki. Kau dari kota mana?"Beberapa saat belum juga ada tanggapan, Yuki yang mulai jengkel berbicara lagi.

"Aku mengerti tentu sulit tidur di tempat baru, yang terpisah dengan ayah ibumu. Tetapi kau harus tahu, gadis-gadis di sini tidak mau terganggu dengan tangismu."

"Ah, apa aku terlalu kasar?"

Aku mendekatinya, memegang bahunya dan mengelus-elusnya agar dia tenang. Karena aku sendiri ingin tidur nyenyak.

Dia berhenti menangis dan menoleh padaku. Mulutnya panjang, matanya kosong dan kulitnya begitu pucat. Wajahnya mencapai perutnya.

Jantungku hampir meloncat keluar.

"Aaaaackkkk!" Aku berteriak ketakutan.

"AAAAAACCCKKK!!!" Dia balas berteriak histeris sambil memegangi pundakku.

Tubuku gemetaran, merayap sensasi dingin dari jantung ke kepalaku. Tubuhku sangat lemas dan aku jatuh di lantai.

Jantung berdebar-debar sampai-sampai suaranya memenuhi pendengaranku. Mataku terbuka perlahan selagi kepala pening. Samar-samar dua sosok bertubuh setengah, terbang mendekati gadis menyeramkan itu.

[ Be-benda apa yang kulihat ini? orang itu sangat menakutkan. Apa ini yang disebut h-hantu? ]

"Dasar bodoh, kenapa kau berpakaian seperti ini?"sosok berpakaian serba hitam bertanya.

"Dia akan berteriak kalau melihat laki-laki, kupikir akan lebih aman kalau aku menyamar jadi wanita."

"Kalau begitu kenapa kau ikut berteriak di depannya. Wajahmu sangat jelek!"

"Brengsek! Kau menghinaku! Dia duluan yang berteriak di depan wajahku membuat aku terkejut saja."

"Sekarang bagaimana, dia pingsan,"kata sosok berpakaian hitam.

"Aku tidak bisa memindahkan dia. Dia ..."

Detik berikutnya, telingaku menuli dan pandanganku kabur, tubuh orang-orang aneh itu semakin menipis. Seluruh pandanganku diselimuti kegelapan, sampai aku tak merasakan apa pun lagi.

<>

Tok! Tok! Tok!

Sayup-sayup aku terbangun ketika mendengar ketukan pintu. Punggungku menyerap sensasi dingin lantai kamar. Ingatanku memunculkan bayangan kemajian tadi malam.

"Yuki! Aku izin tidak hadir pada kuliah hari ini. Aku akan pergi ke rumah Nami dulu."

Teriakan Sakura di depan pintu kamarku, memecah lamunanku.

Aku bangun lalu berlari, membuka pintu dan mengejar Sakura yang sudah lolos dari lantai dua.

Aku berdiri di depan balkon lantai dua dan melihat wajah Sakura yang tampak serius.

Tadi malam dia memang menceritakan padaku soal pelayannya yang belum kembali setelah meminta izin pada malam kemarin. [ Sakura pasti sangat menyukai pelayannya sampai-sampai dia terlihat panik begitu. ]

Aku pergi ke kamar, diam di ambang pintu membiarkan beberapa anak gadis lain menyapaku dan mempertanyakan sikapku yang aneh. Yah, tentu saja aneh memandangi kamar sendiri seolah-olah bekas TKP pembunuhan.

Tapi serius, tadi malam adalah hal yang sangat menyeramkan. Pagi ini aku bangun di atas lantai, itu berarti memang benar yang kulihat.

Aku memutar bola mataku, melihat pada sudut-sudut kamar, celah-celahnya dan pada langit-langitnya. [ Jika benar ada hantu, pasti aku dapat melihatnya sekarang. ]

Mungkin tadi malam aku hanya bermimpi sambil berjalan. Seperti malam kemarin. [ Tidak mungkin ada hantu, hantu itu cuma bayangan rasa takut saja. Aku harus berpikir positif. ]

Atas dasar keyakinan itu, aku berani masuk ke kamar dan pergi mandi. Selesai mandi, berpakaian dengan rapi, aku makan pagi di kantin kemudian masuk perkuliahan pertama. Selama tiga jam, perkuliahan pertama hari ini telah selesai. Sakura datang tak lama setelah itu. Dia mengajakku makan di kantin.

"Kau sudah menemukan Nami?" tanyaku pada Sakura. Dia sedang mengunyah katage, lahap sekali.

"Nami dinyatakan hilang karena tak kembali selama 12 jam. Aku dan beberapa senior dari divisi intelijen mendatangi rumahnya dan mencari jejaknya. Kata senior, Nami belum mencapai rumah, sudah diculik. Belakangan ini marak sekali penculikan."

"Kasihan sekali. Semoga Nami baik-baik saja. Oh, ya selama ini aku belum pernah bertemu dengannya. Kalau aku melihatnya setidaknya aku bisa mengenalinya jika berpapasan di jalan. Kau punya foto Nami?"

Sakura hanya menggeleng sebagai jawabannya.

"Biasanya kantin akan ramai oleh senior yang berisik sekali. Tapi hari ini terasa sepi tidak ada mereka." kulihat hanya ada mahasiswa baru yang makan di tempat ini.

"Divisi Bogyo.Gent dan Intelijen sedang dikerahkan untuk menyelidiki kasus hilangnya para pelayan kampus,"kata Sakura.

Aku tak menanggapinya dan fokus makan.

"Wajah Yuki hari ini pucat sekali. Apa kau kurang tidur?"

Aku meminum setengah gelas air kemudian bertanya, "Apakah kau pernah merasa aneh dengan asrama? Pernah mendengar sesuatu tak wajar?" tanyaku sambil mengamatinya.

Sakura terlihat bingung, kemudian ia bertanya, "Contohnya, aneh seperti apa yang kau maksud?"

"Berhantu misalnya," jawabku.

Seketika itu Sakura tertawa riang sekali. Bahkan melebihi tawanya saat mendapatkan kunci silver asrama.

Aku meletakkan sumpit dan melipat tangan di atas meja. Kemudian melancarkan tatapan tajam. "Aku serius!"

"Ah, Yuki. Kau gadis yang lucu sekali. Bagaimana bisa kau menyebut asrama berhantu." Tawanya masih tersisa di sela perkataannya.

"Benar'kan, memang tidak berhantu?" Aku memastikan kembali maksud tanggapannya.

Sakura mengambil tisu dan menyeka air mata di ujung matanya. "Apa yang terjadi tadi malam sampai kau mengatakan hal jenaka seperti ini?"

"Tadi malam, kurasa aku tidur berjalan dan bertemu sosok aneh. Aku bangun di atas lantai pada pagi harinya." Aku menceritakan dengan nada serius agar Sakura tidak mentertawakan aku lagi.

"Begitulah awalnya kenapa aku tidak bisa tidur. Nami selalu mengganggu."

"Nami? Kenapa kau libatkan Nami dalam cerita ini?"

"Karena dia hantu pelayan."

Brkkk!!!

Aku tersedak dan menyemburkan makananku ke arah Sakura tanpa sengaja.

Sakura mengambil nampan, menutupi wajahnya.

"Yuki. Kau jorok sekali!" Sakura menjauhkan nampan yang sudah kotor. "Jangan bilang selama ini kau tidak tahu isi asrama kita?"

"Kau tidak sedang menakutiku 'kan?" Aku menudingnya. Sejauh ini aku masih sangat meragukan apa yang dikatakannya. Meski ucapannya cukup nyambung dengan kejadian tadi malam.

[ Bagaimana mungkin ada sekolah berhantu dan hantu dijadikan pelayan. Konyol sekali! Dan lagi pula apa tujuannya? ]

"Itu fakta! Sekarang aku yang bingung, bagaimana kau dapat mendaftarkan diri di kampus seperti ini? Kupikir sejak pertama kita bertemu di depan gerbang waktu itu, kau memang sudah memiliki mata indigo. Jadi, saat pertama kita menjajakkan kaki di sini, kau tidak melihat ada ribuan hantu di asrama yang memandangi kita dari balik jendela? Mereka ramai berteriak menyambut kedatangan mahasiswa baru. Karena bagi para hantu, mahasiswa baru adalah cara mereka dapat dibebaskan dari penjara."

[ Kalau begitu, ini salah. Aku ceroboh dan tak membaca dengan benar informasi kampus ini ]

"Jika yang kau sebutkan itu benar adanya, bagaimana cara membatalkan pendaftaranku?" Aku bertanya, seraya memegangi tangannya. Berharap Sakura bisa menunjukkan jalan keluar dari kekeliruan ini.

Kudengar napasnya berat dan dia menatapku dengan tatapan lesu.

avataravatar
Next chapter