webnovel

When Night Fall

"Takdir bahkan menentang kita, hingga semestapun ikut memisahkan"

vieessi_ · Teen
Not enough ratings
1 Chs

Prolog

Surya telah beranjak dari singgasananya. Tergantikan sang ratu malam yang mulai menduduki takhta. Menemani sang pemilik manik gelap, yang seakan tidak peduli akan hembusan angin yang menerpa tubuhnya. Dia hanya termenung, menyorot kosong hamparan taman bunga di depannya.

Pejaman mata dan hembusan napas kasar menghantarkan rasa rindu atas kilasan memori. Kedua tangan serta jemari yang menutup telinga, berharap agar maniknya tidak meneteskan apa pun.

Reynand tau kilasan bayang atas kenangan yang terputar bagai kaset rusak itu tidak dapat ia hindari. Selalu terputar berulang-ulang hingga rasa sesak menghampirinya.

Bibirnya mulai pucat dengan telapak tangan yang makin mendingin. Bahkan saat sang rembulan mulai menghilang dan tetesan air mulai membasahi tubuhnya, ia belum juga beranjak.

"Rey! Apa kau gila!"

Seketika itu juga ia membuka maniknya. Mendongakkan kepala untuk melihat seseorang yang berdiri dihadapannya. seseorang yang tengah mengusap wajahnya karena air hujan.

"Raya?" Gumam Reynand dengan bibir yang bergetar. Ia menyunggingkan senyum tipis melihat sosok yang berdiri di depannya.

"Kenapa hujan-hujanan? Ayo pulang." Ucap gadis itu dengan nada khawatir yang tidak dapat disembunyikannya. Tangannya medarat pada pipi sang pemuda dan menyalurkan kehangatan yang ada di tubuhnya. Tapi, sosok pemuda itu seakan tidak peduli pada ucapannya.

"Aku merindukanmu." Kata Reynand cepat lalu menggenggam tangan hangat yang ada di pipinya.

Gadis itu menghela napas panjang, lalu ikut mendudukkan diri di samping pemuda yang masih menatap lekat dirinya.

"Kenapa kamu bertindak bodoh? Kamu bisa sakit jika hujan-hujanan." Tuturnya lembut.

Reynand tersenyum tulus, sambil menatap lekat sosok dihadapannya seakan takut kehilangan.

"Aku menyayangimu" kata itu meluncur kembali dari bibirnya tanpa menjawab pertanyaan yang diajukan Raya.

Keheningan pun tercipta tanpa ada yang memulai kembali pembicaraan. Raya yang menundukkan kepalanya dan Reynand yang masih memandang lekat sang gadis.

"Aku...aku juga."

"Aku juga menyayangimu Rey...tapi sepertinya kamu tidak."

"Apa?" Tanya Reynand tidak mengerti.

"Kamu berbohong Rey, kamu tidak mencintaiku." Balas Raya.

"Apa maksudmu!-" balasnya tak terima.

"Berbohong? Apa aku tidak seserius itu hingga kau berkata bahwa aku berbohong tentang perasaanku sendiri?" Lanjut Reynand meninggikan suara sambil memalingkan pandangannya ke depan.

"Bagaimana bisa kamu berkata bahwa kamu menyayangiku namun, kamu berbohong dan tidak menepati janjimu?" Raya tersenyum miris.

"kamu bahkan tidak memperhatikan kesehatan dan membuat dirimu sendiri sakit Rey. dimana sosok pelindungku yang kuat?" Lanjutnya dengan manik yang mulai memburam.

Reynand mengeraskan rahang. "Kamu berkata seolah - olah aku yang berbohong, padahal dirimulah yang berbohong. Kamu sendiri yang tidak menepati janjimu Raya. Bagaimana bisa aku juga menepati janjiku?" Balas Reynand dingin dengan tetap memandang lurus ke depan.

Ia mulai terbawa emosi.

"Bagaimana bisa aku tetap tersenyum saat perasaan ini hancur? Bagaiman bisa aku berjalan sendiri saat aku pun takut akan melangkah. Bagaimana bisa hati ini tetap utuh saat pemiliknya memilih pergi? Bagaimana bisa hah?"

Reynand menangis. Air mata yang sedari tadi ditahannya meluncur deras melalui pipi bersama rintik hujan yang telah membasahi tubuh.

Perasaan Reynand kacau. Ia tidak dapat berpikir dengan jernih.

Semua seakan adalah bayangan semu yang mengikutinya. Semakin ia berlari semakin ia merasakan sesak yang menghantam dadanya.

Ia berdiri, sedikit memberi jarak dengan Raya.

Melihat Reynand yang menjauh Raya pun berucap lirih.

"Kamu benar Rey. Aku yang berbohong. Aku yang tidak menepati janjiku. Aku ... aku menyakitimu." Raya terisak.

"Maaf, maafkan aku Reynand." Lanjutnya.

Bagaimana bisa, pertemuan kembali mereka malah diisi tangisan yang memilukan, bukannya sebuah keikhlasan. Perasaan mereka sama. Sama-sama terluka oleh sebuah perpisahan. Namun, Reynand seakan menolak hal itu.

"Kamu kedinginan"

Rey melangkahkan kakinya mendekat kearah Raya yang masih duduk di bangku. Hoodie yang melekat di tubuhnya ia lepas dan memakaikannya ke Raya. Menyisakan tubuh dengan balutan kaos hitam polos dengan bawahan ripped jeans.

"Aku yang harusnya minta maaf Raya, aku membentakmu. aku membuatmu menangis." Reynand berucap sambil membawa tubuh mungil itu kedekapannya. Saling menyalurkan rasa hangat dan juga kerinduan.

"Apa yang harus aku lakukan Raya? sungguh, aku tidak ingin kehilanganmu. Jangan pergi lagi." Raya bisa dengan jelas merasakan ketulusan dari ucapan Reynand.

"Kamu tidak harus melakukan sesuatu Rey. Kamu hanya perlu melewatinya."

"Aku akan selalu bersamamu, aku tidak akan pergi. Aku tidak akan meninggalkanmu." Raya melepaskan pelukan Reynand lalu memandang manik gelap itu.

"Aku berjanji."

"Janji?" Tanya Reynand serius.

"Ya, janji. Aku tidak akan meninggalkanmu." senyum menghiasi sudut bibir keduanya.

"Ayo pulang. Kamu kedinginan. Segera hangatkan tubuhmu dan istirahatlah."

Reynand menyunggingkan senyum tulus, lalu melangkahkan kakinya untuk menuju rumah agar tubuhnya dapat beristirahat.

Bahkan ia menarik tangan Raya untuk ia genggam dan menuju rumahnya. Ia berpikir, mungkin reya bisa menginap dirumahnya karena hari sudah cukup malam.

Mereka berpisah saat reya dan reynand memasuki kamarnya masing-masing, dengan reya yang menggunakan kamar tamu dirumanhya. Mengganti pakaian basahnya dengan pakaian hangat lalu mengistirahatkan tubuh di ranjang hangat.

"Selamat tidur Raya." Itulah ucapan terakhir Reynand sebelum kegelapan menghampirinya.

To

Be

Continue...

holla hello hai, welcome at vie world.

i hope u can enjoy reads my story.

don't forget to coment.

Ditunggu kelanjutannya ya .... xoxo