Seminggu setelah William menjalankan rencananya untuk mendatangkan pengunjung ke restoran D'Amelie, restoran itu benar-benar dibanjiri pengunjung. Esmee dan pekerja lain di restoran tersebut nampak kewalahan menghadapi pengunjung yang datang silih berganti. Bahkan Esmee bisa melunasi hutangnya kepada Anne lebih cepat daripada yang ia janjikan.
Namun meski kondisi restoran sedang ramai, Esmee tetap melakukan pekerjaan paruh waktunya sebagai Asisten juru masak di klub. Tidak ada yang mengetahui hal tersebut sampai akhirnya Charles tidak sengaja melihat Esmee di klub tempatnya bekerja dan melaporkannya pada William.
"Apa kau bilang? Dia bekerja paruh waktu di klub?" tanya William pada Charles. Ia menatap Charles dengan tatapan tidak percaya.
Charles menganggukkan kepalanya. "Aku tidak sengaja melihatnya di dapur klub ketika aku hendak pergi ke kamar mandi."
"Lalu?"
"Karena penasaran, aku memutuskan untuk berpura-pura tersasar dan masuk ke dapur," lanjut Charles.
"Dan kau benar-benar melihat Esmee ada di dapur klub itu?"
Charles menganggukkan kepalanya. "Aku melihatnya sedang memasak. Mungkin dia bekerja sebagai Asisten juru masak."
"Kau sudah memastikannya?" William kembali bertanya pada Charles.
Charles menggeleng pelan. "Tapi aku yakin sekali kalau dia bekerja paruh waktu di klub itu. Kau bisa membuktikannya sendiri kalau kau mau."
William menghela nafas panjang. Ia kemudian bergumam pelan. "Apa mungkin itu yang jadi alasan dia sering terlambat berbelanja?"
"Kau mau membuktikannya atau tidak?" tanya Charles.
William menoleh pada Charles sambil mengerutkan keningnya. "Belakangan ini dia selalu kesiangan. Apa mungkin itu alasannya?"
"Mungkin. Klub buka sampai jam satu pagi. Kemungkinan Esmee baru selesai bekerja jam dua pagi karena dia harus merapikan dapur terlebih dahulu sebelum pulang. Dia pasti baru bisa beristirahat setelah itu."
William langsung menyambar ucapan Charles. "Dan dia harus kembali bangun di pagi hari untuk berbelanja bahan makanan untuk restoran. Pantas kalau dia selalu kesiangan belakangan ini."
Charles menganggukkan kepalanya. "Jadi dia hanya beristirahat selama tiga sampai empat jam setiap harinya."
William mendesah pelan. "Apa dia itu robot? Beban pekerjaan di dapur itu sangat berat dan dia hanya beristirahat selama tiga sampai empat jam."
Charles mengangkat bahunya. "Mungkin dia harus memikirkan cara untuk memperbaiki keuangan di restorannya. Kau sendiri yang bilang kalau keuangan di restoran itu sangat buruk."
"Jika dia seperti itu, lama kelamaan kesehatannya pasti terganggu," ujar William.
Charles tiba-tiba memperhatikan William yang kini sedang terdiam sambil menatap lurus ke arah televisi yang ada di hadapan mereka. "Kau sepertinya khawatir dengan kesehatan Esmee."
William segera menoleh pada Charles. Ia kemudian mendesis pelan.
"Akui saja kalau kau mengkhawatirkannya?" goda Charles.
"Apa kau tidak pernah khawatir padaku jika aku terlalu banyak bekerja?" William balik bertanya pada Charles.
Charles langsung menggelengkan kepalanya. "Aku tidak perlu khawatir dengan kesehatanmu. Kau pasti akan mendapatkan penanganan professional terbaik jika kesehatanmu memburuk."
"Itch. Aku benar-benar akan memotong gajimu, Charl," sahut William.
Charles tertawa pelan. "Tentu saja aku mengkhawatirkanmu. Tapi hanya sedikit. Karena kalau kau sakit, aku juga yang kerepotan mengatur ulang semua jadwalmu."
"Kekhawatiranku pada Esmee juga seperti itu. Restorannya bisa berantakan jika dia jatuh sakit. Aku tidak mungkin membantu Sven memasak," sahut William.
"Bukankah itu yang kau inginkan? Membuat restorannya kacau. Kalau dia sampai jatuh sakit dan restorannya kacau, itu akan menguntungkanmu," timpal Charles.
William terdiam sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia kembali menghela nafas panjang. "Kalau begitu, kita tunggu saja sampai saat itu terjadi. Setelah itu, kita akhiri nafas buatan untuk restorannya."
Charles tertawa pelan setelah mendengarkan ucapan William. Sementara itu, William segera berdiri dari tempat duduknya dan melangkah ke kamarnya. Charles berdecak ketika William menutup pintu kamarnya. "Kenapa aku merasa dia benar-benar peduli pada Esmee? Tapi sayangnya, dia sendiri tidak menyadarinya."
----
Seperti hari-hari sebelumnya, restoran D'Amelie milik Esmee mendapatkan cukup banyak pengunjung di jam makan siang. Esmee dan Sven sibuk memasak sementara William mengerjakan pekerjaan yang lain. Di saat mereka sedang sibuk menyiapkan pesanan makanan, tiba-tiba saja Marie masuk ke dapur dan langsung menemui Esmee.
"Ada apa, Marie?" tanya Esmee.
"Ada seseorang yang mau menemuimu," jawab Marie.
Esmee mengerutkan keningnya. "Siapa yang mau menemuiku?"
Marie mengangkat bahunya. "Dia bilang, dia Juru Masak kenalanmu. Namanya Pierre."
"Pierre?" Esmee mengerutkan keningnya.
Marie menganggukkan kepalanya.
Esmee tertawa pelan. Ia kemudian menganggukkan kepalanya. "Bilang padanya, aku akan menemuinya sebentar lagi."
Marie kembali menganggukkan kepalanya dan segera keluar dari area dapur. Sementara itu, Esmee segera menyelesaikan masakan yang sedang ia buat. Begitu menyelesaikan masakannya, Esmee melepaskan celemeknya dan segera keluar dari dapur. Sambil memeriksa pesanan makanan di meja penampungan, William mendesah pelan ketika ia melihat Esmee yang keluar dari dapur.
----
Pierre tersenyum lebar ketika ia melihat Esmee menghampiri mejanya. "Wah, kau benar-benar terlihat berbeda di sini."
Esmee tersenyum malu-malu sambil menyelipkan rambut yang menjuntai ke telinganya. "Kenapa kau tidak bilang kalau kau mau datang?"
"Aku sudah pernah bilang kalau aku mau datang ke restoranmu, kan?" sahut Pierre sembari tersenyum pada Esmee.
"Tapi aku tidak menyangka kau akan datang sekarang. Aku jadi tidak bisa menemanimu lebih lama," ujar Esmee.
Pierre memperhatikan situasi di dalam restoran milik Esmee lalu tersenyum pada gadis itu. "Mungkin aku bisa membantumu."
Esmee menaikkan alisnya. "Kau mau membantuku?"
Pierre berdiri dari tempat duduknya tanpa melepaskan pandangannya dari Esmee. "Kali ini aku yang akan jadi asistenmu. Itu pun kalau kau tidak keberatan."
Esmee tertawa pelan. "Tentu saja aku tidak keberatan. Aku memang butuh bantuan di dapur."
"Kalau begitu? Tunggu apa lagi?" timpal Pierre.
Esmee menganggukkan kepalanya. Ia kemudian mengajak Pierre untuk masuk ke dapur restoran D'Amelie. Pierre dengan senang hati mengikuti langkah Esmee ke dapur restorannya.
----
"Perhatian semuanya!" seru Esmee pada William dan Sven.
Keduanya kompak menoleh pada Esmee. Kening William sedikit berkerut ketika ia melihat Esmee kembali ke dapur bersama seorang pria.
"Kenalkan. Ini Pierre. Dia akan membantu kita hari ini," lanjut Esmee.
Pierre tersenyum sambil menganggukkan kepalanya pada William dan Sven. Keduanya balas mengangguk pelan.
"Tunggu sebentar, aku ambilkan celemek untukmu," ujar Esmee pada Pierre.
Pierre kembali menganggukkan kepalanya. Ia kemudian menunggu Esmee mencarikan celemek untuknya sambil memperhatikan situasi di dalam dapur restoran D'Amelie. Pierre langsung tersenyum lebar ketika Esmee kembali menghampirinya sambil membawa celemek untuknya.
William memperhatikan tangan Pierre yang dengan sengaja menyentuh punggung tangan Esmee ketika Esmee memberikan celemek untuknya. Ia mendengus pelan dan kembali memotong wortel.
Sesekali William mencuri pandang ke arah Esmee dan Pierre yang sedang menyiapkan hidangan. Entah mengapa ia merasa ada sesuatu yang membuatnya tidak nyaman ketika melihat kedekatan keduanya.
****
Thank you for reading my work. I hope you guys enjoy it. I was hoping you could share your thought in the comment section and let me know about them. Don't forget to give your support through votes, reviews, and comments. Thank you ^^
Original stories are only available at Webnovel.
Keep in touch with me by following my Instagram Account or Discord pearl_amethys ^^