webnovel

When Love Knocks The Billionaire's Heart

L'amour est comme le vent, nous ne savons pas d'ou il vient. Cinta datang seperti angin, kita tidak tahu kapan dia datang. -Balzac- ---- Ditinggalkan dua orang wanita yang sangat dicintai dalam hidupnya membuat William James Hunter, 27, kesulitan untuk mempercayai wanita. Di matanya, wanita hanyalah objek pemuas hasratnya. Dengan uang yang ia miliki ia bisa dengan mudah mendekati wanita manapun yang ia mau. Pandangan William pada wanita mulai berubah ketika ia bertemu Esmee Louise, 24, di sebuah restoran kecil di desa Riquewihr, Perancis. Perlahan tapi pasti, sikap hangat dan pribadi Esmee yang pekerja keras kembali mengetuk hati William. Pada awalnya, William berencana ingin menghancurkan restoran milik Esmee karena gadis itu tidak mau menjual restoran tersebut pada perusahaan milik keluarganya. Namun, perasaan yang ia rasakan pada Esmee akhirnya membuat William memikirkan kembali semua rencana yang sudah ia buat untuk menghancurkan restoran tersebut. Akankah William kembali melanjutkan rencananya untuk menghancurkan restoran milik Esmee agar ia bisa menjadi pewaris seluruh kekayaan keluarganya? Atau, ia akan memilih melupakan warisannya dan memilih cintanya pada Esmee? Let's find out by adding this book to your library for an update. Support this book on WSA events through reviews, comments, power stones, gifts, etc. Your support means a lot. Thank you, and happy reading. ^^ Cover source: Pinterest *The cover is temporary until the main cover is ready

pearl_amethys · Urban
Not enough ratings
409 Chs

Wind Breeze 4

"Ting!"

William muncul dari balik jendela kecil yang memisahkan dapur dengan bagian depan restoran. Marie langsung memberikan kertas berisi daftar menu yang dipesan oleh tamu restoran kepada William.

"Sepertinya kita cukup sibuk hari ini," ujar William pada Marie.

Marie mengangukkan kepalanya. "Sepertinya begitu. Di luar masih ada beberapa orang yang mengantri. Jangan biarkan mereka menunggu terlalu lama."

William menganggukkan kepalanya. Ia kembali menutup tirai tipis di jendela tersebut lalu berjalan ke meja dapur. William kemudian meneriakkan pesanan makanan yang baru saja diberikan oleh Marie. Setelah itu ia menempelkannya pada papan kayu yang digunakan untuk menandai pesanan.

Esmee dan asisten dapurnya seolah tidak bisa berhenti bergerak membuat pesanan makanan. Sementara William sibuk mondar-mandir meletakkan pesanan yang sudah selesai dibuat ke meja panjang yang digunakan untuk menampung pesanan makanan yang sudah selesai dibuat.

William akan memeriksa semua pesanan itu sebelum ia memberikannya pada Pramusaji. Begitu semua pesanan itu sudah dipastikan, William menekan bel yang ada di dekat meja penampungan dan Pramusaji pun segera mengambilnya. Sambil menunggu pesanan selesai dibuat, William memotong-motong bahan makanan atau membersihkan piring kotor.

Ritme seperti itu berlangsung terus sampai restoran tutup untuk beristirahat. Karena restoran D'Amelie tidak mempunyai banyak pegawai untuk menjalankan dua shift maka Esmee memutuskan untuk menutup restoran selama satu jam agar mereka bisa beristirahat.

William, Esmee dan Asisten Juru masak yang membantu Esmee langsung duduk di meja melingkar yang ada di dalam dapur begitu jam istirahat akkhirnya tiba. ketiganya kompak menghela nafas panjang.

Esmee memperhatikan wajah William dan Sven, Asisten juru masak di restoran D'Amelie. Ia kemudian tertawa pelan. "Sepertinya kita diberkati hari ini. wajah kalian terlihat lelah."

"Aku tidak menyangka hari ini kita akan sesibuk ini," sahut Sven.

"Hari ini belum berakhir," timpal William.

Ketika Esmee sedang beristirahat bersama William dan Sven, Marie masuk ke dapur bersama dua orang pramusaji lain. Ketiganya segera bergabung bersama Esmee. Marie langsung melepaskan sepatu yang ia kenakan dan memeriksa haknya.

"Sepertinya sepatuku tidak akan bertahan jika suasana di dalam restoran seramai tadi," ujar Marie.

Esmee tertawa pelan menanggapi ucapan Marie. "Itu tandanya kau harus membeli sepatu yang baru."

Marie menghela nafas panjang. "Tapi aku bersyukur, hari ini kita mendapat banyak pelanggan. Aku bisa membeli sepatu baru jika restoran terus seramai ini."

Esmee dan yang lainnya menganggukkan kepalanya. Marie dan dua pramusaji yang bekerja di restoran dengan penuh semangat menceritakan pelanggan-pelanggan yang masuk ke dalam restoran. Mulai dari yang sangat ramah sampai yang sangat rewel. Esmee, William serta Sven mendengarkan cerita mereka sambil sesekali menanggapi.

"Ting!" bunyi bel penanda waktu yang digunakan Esmee untuk menandai waktu memanggangg.

"Makan siang kita sudah siap," ujar Esmee.

"Aku sudah sangat kelaparan," sahut Marie.

Esmee tertawa pelan dan segera berdiri dari tempat duduknya. Ia berjalan ke arah pemanggang dan mengeluarkan makanan yang sudah ia buat untuk makan siangnya bersama dengan pekerjanya. Esmee lalu kembali ke meja tempat mereka berkumpul dan meletakkan cassoulet buatannya di tengah meja.

Mata orang-orang yang berkumpul di meja makan langsung berbinar begitu melihat cassoulet buatan Esmee tersaji di meja makan. Melihat asap yang masih mengepul dari hidangan berbahan dasar kacang putih dan daging ditambah aromanya menggugah selera membuat Marie tidak sanggup menahan rasa laparnya lebih lama lagi.

Marie segera mengambil piring dan menyendokkan cassoulet ke dalam piringnya. Esmee tertawa pelan melihat Marie yang sudah menyendokkan makanan ke dalam piringnya. Yang lainnya kemudian bergantian menyendokkan makanan ke dalam piring mereka.

Setelah semuanya menyendokkan makanan ke dalam piring masing-masing, mereka langsung menyantapnya tanpa banyak bicara. Terkecuali Esmee. William memperhatikan Esmee yang belum menyentuh makanannya dan malah memperhatikan wajah pekerjanya ketika sedang menikmati hidangan buatannya.

Padangan mata William dan Esmee tiba-tiba bertemu. Dengan sedikit gugup William menundukkan kepalanya dan mulai menikmati makanannya. Ia seperti seorang pencuri yang baru saja terpergok ketika hendak mencuri. Tanpa sadar William tertawa pelan menyadari sikapnya yang tidak biasa itu.

Esmee tersenyum senang setelah melihat semua orang nampaknya sangat menikmati makanan yang sudah ia siapkan. Ia pun mulai menyantap makanannya bersama yang lain.

----

"Ayo semuanya, kita tidak bisa istirahat lebih lama lagi. Di depan ternyata sudah ada antrian," ujar Marie setelah ia kembali dari dalam restoran.

Esmee dan yang lainnya yang masih berada di dapur langsung menganggukkan kepala mereka. Mereka kemudian segera merapikan sisa makanan mereka dan membawanya ke bak cuci piring.

"Biar aku yang bersihkan. Kalian bersiap-siap saja," ujar William.

Sven menepuk bahu William setelah ia meletakkan bekas piring makannya. Ia lalu segera berjalan ke meja dapur. Sementara itu, Marie dan dua pramusaji lain segera kembali ke dalam restoran.

Esmee meletakkan panci bekas cassoulet ke dalam bak cuci piring. Ia kemudian tersenyum pada William sebelum ia kembali ke meja dapur.

"Terima kasih untuk makan siangnya. Itu cassoulet terenak yang pernah aku makan," ujar William tiba-tiba.

Esmee menatap William dan mengangguk pelan. "Aku senang kau menyukainya."

William kemudian tersenyum pada Esmee. Ia berbalik dan segera membersihkan piring-piring kotor sisa makan siangnya dan para pekerja di restoran D'Amelie. Sementara itu, Esmee mengulum senyumnya dan kembali ke meja dapur.

----

Marie mengintip dari jendela kecil yang memisahkan dapur dan bagian dalam restoran. "Kalian sudah siap? Kali ini sepertinya akan lebih sibuk daripada sebelumnya."

Esmee menoleh pada Sven. "Kau siap?"

Sven menganggukkan kepalanya. Esmee kemudian mengalihkan perhatiannya pada Marie. "Buka pintunya."

Marie tersenyum lebar pada Esmee. Ia kembali menegakkan tubuhnya dan segera berjalan ke arah pintu masuk restoran D'Amelie. Ia kemudian membalik plakat bertuliskan tutup menjadi buka. Setelah itu ia segera membuka pintu restoran.

"Selamat datang di D'Amelie," sapa Marie kepada pengunjung yang sudah berdiri di depan restoran tersebut.

Satu per satu pengunjung masuk ke dalam restoran D'Amelie. Marie bersama dua orang lainnya sibuk memberikan buku menu dan mencatat pesanan dari para pengunjung.

Di bagian dapur, Esmee dan Sven juga sudah memulai kesibukannya setelah pesanan pertama diberikan oleh Marie. Keduanya dengan cekatan menyiapkan hidangan untuk para tamu mereka.

Sementara Esmee dan Sven menyiapkan makanan, William melakukan apa saja yang bisa ia kerjakan untuk membantu beban pekerjaan di dapur. Ia bahkan terlihat lebih sibuk daripada Esmee dan Sven.

Sesekali Esmee tertawa pelan melihat William yang bagaikan gasing yang tidak berhenti bergerak. Terkadang William sedang memotong bahan makanan, membersihkan tepian piring sebelum makanan disajikan, memastikan pesanan makanan dan juga menyebutkan pesanan makanan yang baru saja masuk.

Di sela-sela semua kegiatan yang dilakukannya, sesekali William menepuk bahu Esmee yang sedang memasak. Esmee mengulum senyumnya tiap kali telapak tangan William menyentuh bahunya. Ia merasa seperti William sedang menyemangatinya dan ia menjadi semakin bersemangat memasak makanan untuk para pengunjung di restorannya.

****

Thank you for reading my work. I hope you guys enjoy it. I was hoping you could share your thought in the comment section and let me know about them. Don't forget to give your support through votes, reviews, and comments. Thank you ^^

Original stories are only available at Webnovel.

Keep in touch with me by following my Instagram Account or Discord pearl_amethys ^^

pearl_amethyscreators' thoughts