webnovel

When Love Knocks The Billionaire's Heart

L'amour est comme le vent, nous ne savons pas d'ou il vient. Cinta datang seperti angin, kita tidak tahu kapan dia datang. -Balzac- ---- Ditinggalkan dua orang wanita yang sangat dicintai dalam hidupnya membuat William James Hunter, 27, kesulitan untuk mempercayai wanita. Di matanya, wanita hanyalah objek pemuas hasratnya. Dengan uang yang ia miliki ia bisa dengan mudah mendekati wanita manapun yang ia mau. Pandangan William pada wanita mulai berubah ketika ia bertemu Esmee Louise, 24, di sebuah restoran kecil di desa Riquewihr, Perancis. Perlahan tapi pasti, sikap hangat dan pribadi Esmee yang pekerja keras kembali mengetuk hati William. Pada awalnya, William berencana ingin menghancurkan restoran milik Esmee karena gadis itu tidak mau menjual restoran tersebut pada perusahaan milik keluarganya. Namun, perasaan yang ia rasakan pada Esmee akhirnya membuat William memikirkan kembali semua rencana yang sudah ia buat untuk menghancurkan restoran tersebut. Akankah William kembali melanjutkan rencananya untuk menghancurkan restoran milik Esmee agar ia bisa menjadi pewaris seluruh kekayaan keluarganya? Atau, ia akan memilih melupakan warisannya dan memilih cintanya pada Esmee? Let's find out by adding this book to your library for an update. Support this book on WSA events through reviews, comments, power stones, gifts, etc. Your support means a lot. Thank you, and happy reading. ^^ Cover source: Pinterest *The cover is temporary until the main cover is ready

pearl_amethys · Urban
Not enough ratings
409 Chs

The Mortal Arrow 1

Keesokan paginya setelah terbangun dari tidurnya William segera melihat ponselnya. Ia mendesah pelan ketika melihat tidak ada satupun pesan masuk dari Esmee untuknya. "Gadis itu ternyata memang keras kepala. Dia terus memaksakan dirinya."

Malam sebelumnya setelah pulang dari restoran dan kembali ke rumahnya, William memutuskan untuk kembali ke klub tempat Esmee bekerja. Meski sudah menyuruh beberapa orang untuk mengawasi tempat tersebut, namun William merasa ia perlu memperhatikan Esmee dengan mata kepalanya sendiri.

William merasa sedikit khawatir dengan Esmee yang terus bekerja siang malam tanpa henti. Ia sudah bisa merasakannya ketika ia memegang bahu Esmee yang terasa sangat tegang begitu ia sentuh.

"Seharusnya dia beristirahat dan membiarkan aku berbelanja untuk keperluan restoran," gumam William.

Sambil menghela nafas panjang, William akhirnya duduk di tempat tidurnya. Pada saat William sedang terduduk di tempat tidurnya, Charles tiba-tiba masuk ke kamarnya. William langsung menatap Charles sambil mengerutkan keningnya.

"Ada apa? Tidak biasanya kau muncul di kamarku sepagi ini," ujar William.

"Kau meminta ayahmu untuk merenovasi bagian dalam bangunan di sekitar restoran?" tanya Charles.

William menganggukkan kepalanya. "Oh, ya. Aku lupa menyampaikannya padamu semalam. Hari ini mereka akan memulai renovasi."

"Bukankah itu akan mempengaruhi restoran?" Charles kembali bertanya pada William.

"Biarkan saja. Lagipula untuk apa menunda renovasi hanya karena sebuah restoran kecil. Begitu Esmee menjual restorannya, kita bisa langsung menghancurkan temboknya," jawab William.

Charles menganggukkan kepalanya. "Aku kaget karena tadi pagi Naomi menelponku dan mengatakan mereka sudah mengirimkan pekerja untuk merenovasi bangunan di sekitar restoran."

"Memang aku yang memintanya kemarin," timpal William.

"Baiklah kalau begitu." Charles kemudian segera keluar meninggalkan kamar William.

Begitu Charles meninggalkan kamarnya, William menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Ia kemudian segera berdiri dari tempat tidurnya untuk segera bersiap-siap bekerja di restoran.

----

Esmee terdiam di depan restorannya ketika ia melihat beberapa mobil berhenti di dekat restorannya. Orang-orang yang keluar dari mobil tersebut kemudian masuk ke dalam bangunan yang ada di sekitar restorannya. Karena penasaran, Esmee akhirnya memutuskan untuk menghampiri salah satu dari orang tersebut.

Esmee menghampiri seseorang yang berpakaian paling rapi diantara orang yang turun dari mobil di dekat restorannya.

"Bonjour," sapa Esmee pada pria yang ia hampiri.

Pria itu segera menoleh pada Esmee dan langsung membenarkan posisi kacamata yang ia kenakan. "Ada yang bisa dibantu, Mlle?"

"Apa kau yang membawa orang-orang ini?" tanya Esmee.

Pria itu menganggukkan kepalanya. "Aku bekerja untuk pemilik bangunan-bangunan ini."

Esmee menganggukkan kepalanya. Ia kemudian mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan pria yang ia hampiri. "Perkenalkan, aku Esmee. Aku pemilik restoran di sini."

Pria di hadapan Esmee menyambut jabat tangan Esmee. "Dimitri. Aku yang mengawasi para pekerja ini. Mereka akan memulai renovasi bagian dalam bangunan-bangunan di sini. Aku harap itu tidak akan mengganggu restoranmu."

Esmee tersenyum simpul menanggapi ucapan Dimitri. Ia kemudian melepaskan jabat tangannya. "Mampirlah untuk makan siang. Aku akan memberikan diskon special untuk kalian."

Dimitri melirik Esmee sekilas. "Kau tidak bermaksud untuk meracuni kami kan, Nona?"

Esmee tertawa pelan. "Untuk apa aku melakukannya. Kau hanya bekerja untuk atasanmu. Mereka yang memerintahkanmu untuk datang ke sini. Baiklah kalau begitu, aku pergi dulu."

Dimitri menganggukkan kepalanya. Dan setelah itu Esmee pergi meninggalkannya. Dimitri tiba-tiba tersenyum ketika melihat Esmee yang sedang berjalan menjauh. Setelah itu, ia kembali mengawasi pekerja yang akan bekerja untuk merenovasi bangunan di sekitar restoran D'Amelie.

----

"Kau berbicara dengan siapa tadi?" tanya William begitu Esmee menghampirinya.

"Oh, pria tua itu. namanya Dimitri. Dia yang mengawasi pekerja yang akan merenovasi bangunan di sekitar restoran," jawab Esmee.

William menganggukkan kepalanya. "Kenapa kau tetap mau berbelanja bahan restoran sendiri? Aku sudah bilang kau bisa menyuruhku untuk berbelanja. Lihat matamu itu."

Esmee menatap William. "Ada apa dengan mataku?"

"Aku seperti sedang berjalan bersama panda," jawab William.

Esmee seketika langsung memukul lengan William. "Sial, kau."

William tertawa pelan. "Memang. Matamu sudah mulai menghitam. Kalau kau tidak mau Marie dan yang lainnya tahu kau bekerja sampingan, besok kau harus membiarkanku belanja bahan makanan."

Esmee mendengus pelan sambil sedikit memanyunkan bibirnya pada William. "Apa kau baru saja mengancamku?"

William berjalan cepat sambil mengangkat bahunya. Esmee langsung mengejarnya dan kembali menepuk William. "Awas kau, kalau sampai mereka tahu aku bekerja sampingan."

William tertawa pelan menanggapi ucapan Esmee yang kini berjalan di sebelahnya. Ia mengerling jahil pada Esmee. "Ingat, besok kau harus membiarkan aku yang berbelanja untuk bahan makanan untuk restoran."

Esmee menghela nafas panjang. "Baiklah. Nanti aku akan memberikan catatan apa saja yang harus kau beli. Kau harus memilih bahannya dengan baik."

"Aku tidak akan mengecewakanmu. Lagipula aku sudah sering menemanimu untuk berbelanja. Aku tahu bahan-bahan seperti apa yang kau pilih," ujar William.

Esmee tertawa pelan. "Aku jadi tidak menyesal sudah mempekerjakanmu. Kau ternyata sangat bisa diandalkan."

"Terima kasih. Aku anggap itu sebagai pujian," sahut William.

"Hari ini kita harus berbelanja sedikit lebih banyak," ujar Esmee.

William langsung menoleh pada Esmee. Ia sedikit mengerutkan keningnya. "Untuk apa? kau mau menambah jam buka restoranmu?"

Esmee langsung menggelengkan kepalanya. "Tidak, bukan itu. Aku mau memberikan makanan kepada para pekerja di sekitar restoran. Aku rasa mereka bisa jadi pelanggan potensial untuk beberapa bulan ke depan. Jadi, aku harus menyambut mereka."

William menatap Esmee dengan tatapan tidak percaya. Ia kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikiranmu itu."

"Kau tidak perlu mengerti jalan pikiranku. Karena yang ada di pikiranku saat ini hanyalah bagaimana cara mempertahankan restoranku," sahut Esmee. Ia kemudian menatap William sambil tersenyum simpul.

William terdiam sejenak setelah melihat senyuman Esmee. Ada sesuatu di balik senyuman itu yang membuatnya tiba-tiba berdebar. William kemudian kembali mengalihkan perhatiannya ke depan dan kembali berbicara pada Esmee. "Apa kau tidak punya cita-cita lain selain mempertahankan restoran itu?"

Esmee tertawa pelan. "Tadinya aku bercita-cita untuk menjadi seorang Penari professional. Tapi cedera membuatku tidak bisa melanjutkan cita-citaku. Selama masa penyembuhan aku banyak belajar di restoran bersama ibu dan nenekku. Dan sejak saat itu aku bercita-cita untuk tetap meneruskan restoran milik keluargaku."

William kembali menatap Esmee dengan tatapan tidak percaya. "Kau pernah cedera? Separah apa cederamu sampai kau tidak bisa melanjutkan cita-citamu sebagai penari?"

Esmee tiba-tiba menghentikan langkahnya. Ia menaikkan sedikit celana panjang yang ia kenakan. William merundukkan badannya. Matanya membulat ketika melihat bekas jahitan yang sangat panjang di kaki Esmee. Begitu Esmee kembali menurunkan celananya, William kembali menegakkan tubuhnya.

"Itu pasti sangat menyakitkan," ujar William.

Esmee tertawa pelan. "Ini belum seberapa dibandingkan perasaan yang aku alami ketika Dokter mengatakan aku tidak akan bisa menari lagi. Penari mengalami dua kali kematian. Pertama ketika mereka berhenti menari. Aku sudah mengalami yang pertama."

Esmee menghela nafas panjang dan kembali melanjutkan langkahnya. William terdiam sebentar sambil menatap Esmee yang sudah kembali berjalan. Ia tidak menyangka bahwa Esmee pernah mengalami hal seperti itu. Esmee yang selalu terlihat ceria ternyata juga menyimpan lukanya sendiri.

"Esmee! Tunggu aku!" seru William sambil berjalan cepat menyusul Esmee.

****

Thank you for reading my work. I hope you guys enjoy it. I was hoping you could share your thought in the comment section and let me know about them. Don't forget to give your support through votes, reviews, and comments. Thank you ^^

Original stories are only available at Webnovel.

Keep in touch with me by following my Instagram Account or Discord pearl_amethys ^^

pearl_amethyscreators' thoughts