webnovel

When Love Knocks The Billionaire's Heart

L'amour est comme le vent, nous ne savons pas d'ou il vient. Cinta datang seperti angin, kita tidak tahu kapan dia datang. -Balzac- ---- Ditinggalkan dua orang wanita yang sangat dicintai dalam hidupnya membuat William James Hunter, 27, kesulitan untuk mempercayai wanita. Di matanya, wanita hanyalah objek pemuas hasratnya. Dengan uang yang ia miliki ia bisa dengan mudah mendekati wanita manapun yang ia mau. Pandangan William pada wanita mulai berubah ketika ia bertemu Esmee Louise, 24, di sebuah restoran kecil di desa Riquewihr, Perancis. Perlahan tapi pasti, sikap hangat dan pribadi Esmee yang pekerja keras kembali mengetuk hati William. Pada awalnya, William berencana ingin menghancurkan restoran milik Esmee karena gadis itu tidak mau menjual restoran tersebut pada perusahaan milik keluarganya. Namun, perasaan yang ia rasakan pada Esmee akhirnya membuat William memikirkan kembali semua rencana yang sudah ia buat untuk menghancurkan restoran tersebut. Akankah William kembali melanjutkan rencananya untuk menghancurkan restoran milik Esmee agar ia bisa menjadi pewaris seluruh kekayaan keluarganya? Atau, ia akan memilih melupakan warisannya dan memilih cintanya pada Esmee? Let's find out by adding this book to your library for an update. Support this book on WSA events through reviews, comments, power stones, gifts, etc. Your support means a lot. Thank you, and happy reading. ^^ Cover source: Pinterest *The cover is temporary until the main cover is ready

pearl_amethys · Urban
Not enough ratings
409 Chs

Lack of Prejudice 9

Ketika William sedang berjalan di lobi hotel, tiba-tiba seseorang menghadang William dan menghentikannya. William berdecak ketika melihat orang menghalangi jalannya. Sementara itu, Pierre menatap William sambil menggelengkan kepalanya.

"Aku tidak pernah menyangka kalau kau benar-benar seorang William Hunter. Awalnya aku pikir kalian berdua hanya mirip. Tapi ternyata dugaanku salah," ujar Pierre.

"Apa kau mengikuti Marquez sampai ke sini?" tanya William.

"Aku bukan hanya mengikutinya. Aku mengantarnya sampai ke sini. Aku tidak bisa membiarkannya keluar dengan wajah ketakutan seperti itu," jawab Pierre.

William menganggukkan kepalanya. "Kau memang teman yang baik."

"Apa kau memecatnya setelah dia memukulmu di klub semalam?" tanya Pierre.

"Itu bukan urusanmu. Itu urusanku dengan orang yang bekerja di tempatku," jawab William. "Kalau kau sudah selesai dengan pertanyaanmu, tolong minggir. Aku harus pergi."