Reyna hanya berdiri kaku layaknya tiang penyangga rumah menatap mobil mewah yang baru saja berada di depan rumahnya. Rumah yang sedikit reot dengan lantai yang masih di cor kasar serta dinding berwarna orange bukan karena di cat tapi warna bata yang masih tersusun rapi. Berbeda dengan Reno yang terlihat sangat antusias menunggu penumpang mobil itu turun.
Pintu mobil terbuka terlihat kaki mulus seputih susu dengan sendal teplek berlogo LV turun. Perempuan cantik yang berusia awal empat puluhan itu melangkah menuju putra tunggalnya.
"Silahkan masuk nyonya" ucap Reyna yang sedang memaksa wajahnya untuk tersenyum, yang terlihat malah seperti orang yang akan ketakutan dari pada tersenyum.
Wanita beraura dingin namun sayangnya berparas cantik itu merupakan mama dari suaminya. Wanita itu terlihat mengabaikan suara Reyna yang terdengar gemetar.
"Mama, Mau masuk dulu?"Tanya Reno. Mereka masih berdiri di depan rumah reot tersebut.
"Masuk kemana Ren? Kandang ini? Gak dech Kandang kucing di rumah yang nyatanya lebih bagus puluhan kali dari ini mama enggan masuk" Ucap sang mama menatap jijik pada rumah yang di tempati putranya tersebut.
Reyna yang mendengar ucapan mertuanya walaupun ia sendiri ragu apakah mertuanya itu menganggapnya menantu. Reyna hanya bisa menundukkan kepala. Lagi pula Reno pun tak mengajaknya ikut dalam pembicaraan ibu dan anak itu.
"Iya mah, rumahnya memang terlalu kecil, hanya ini yang bisa Reno sewa mah dari kerja kuli pabrik" ucap Reno terlihat kikuk sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. Membuat wajah sang mama Melembut mendengar suara lirih putra tunggalnya tersebut. Tapi tatapan lembut itu berubah bak singgah lapar ketika matanya beralih menatap istri putranya tersebut.
"Apa?kuli pabrik lalu dia kerja apa?" Teriak sang mama menunjuk Reyna hanya dengan lirikannya seolah putra tunggalnya itu terlalu banyak berkorban untuk istrinya ini.
"Reyna juga kerja mah tapi terpaksa berhenti, empat minggu yang lalu Reyna keguguran jadi harus istirahat dulu kata bidan dekat sini mah" Ucap Reno lagi. Karena memang itu kenyataannya.
"Syukurlah kalo udah gugur jadi urusannya jadi lebih mudah"
Jemari kaki Reyna menekuk sempurna menahan rasa perih di hatinya mendengar ucapan tajam mertuanya tersebut. wanita muda itu meremas ujung bajunya sementara air mata ikut menetes membasahi kaki yang hanya terbalut sendal jepit mendengar mertuanya sendiri mensukuri kematian cucunya.
"Mah, itukan anak Reno mah, cucu mama juga" ucap Reno sedikit marah dengan ucapan sang mama.
"Sudah, sudah....ah gak usah di bahas, gak penting juga. Mama gak mau lama lama disini , gatel rasanya seluruh tubuh mama, ya udah kamu tanda tangan disini terus perempuan itu yang sebelah sini" Mama Reno menunjuk kolom yang harus di tandatangani sepasang suami istri tersebut.
"Reyna mah, nama nya Reyna" Ucap Reno pada sang mama.
Mama Reno mengibaskan tangannya."What ever lah" ucap sang mama menganggap tak penting ucapan putranya.
Reno menggeleng, tanda kurang suka dengan tindakan sang mama tapi mau bagaimana lagi wanita itu adalah mamanya dan Reno sangat mencintai sang mama melebihi segalanya. Reno berharap sang mama menolong saat sang papa murka ketika mengetahui bahwa Reno ingin menikah dengan seorang gadis yatim piatu tempat keluarganya sering berderma tapi mamanya malah ikut menyudutkannya.
Menikahi Reyna saat usia mereka masih sangat muda adalah sebuah kebanggaan bagi Reno. Banyak alasan melatar belakangi terjadinya pernikahan tersebut. Reno adalah yang paling banyak memiliki andil besar sehingga semuanya terjadi.
Rena yang merupakan salah satu gadis tercantik di sekolahnya di tambah orang tua Reno pendonor terbesar panti asuhan tempat Reyna di besarkan. Jadi sangat mudah bagi Reno membuat gadis itu menyetujui permintaannya. Tapi lebih utama dari semua itu Reno memang jatuh cinta pada Reyna. Rasa cemburu saat hampir seluruh teman sekelasnya menyukai Reyna yang baik, Imut dan cantik membuat Reno mengklaim Reyna menjadi miliknya seorang dengan cara menikahinya.
Padahal Reyna menolak keras keputusan Reno tapi Reno mengancam akan menghentikan sumbangan untuk panti tempat Reyna tinggal. Panti Asuhan sangat membutuhkan pendonor. Apalagi pendonor terbesar adalah orang tua Reno jadi dengan sangat terpaksa Reyna menerima ajakan teman sekelasnya itu. Berharap jika ia menjadi menantu di keluarga itu adik adik panti akan lebih terjamin masa depannya dan mereka tak perlu lagi berjalan untuk meminta sumbangan dari rumah ke rumah atau berdiri di prapatan jalan dan lampu merah seperti yang selalu mereka lakukan sesuai dengan permintaan ibu pengelola panti tersebut.
Tapi ternyata keputusan Reyna salah. Malah panti itu sekarang sudah rata dengan tanah. Entah apa sebabnya Reyna pun tidak tahu. Entah kemana adik adik panti itu saat ini.
Ketidak setujuan orang tua Reno membuatnya membawa kabur Reyna dengan uang tabungan yang cukup untuk hidup mereka selama beberapa tahun. Ya orang tua mana yang mengizinkan anak tunggalnya menikah di usia muda kan, apalagi wanita yang akan dinikahinya tidak jelas asal usulnya. Bisa bisa mama Reno di ejek oleh kelompok sosialitanya kan.
Pernikahan yang hanya dilakukan secara siri itupun berlangsung tapi sayang kebahagiaan itu hanya berlangsung hitungan hari karena sang papa membekukan Semua akses keuangan Reno. Jadilah mereka hidup luntang lantung dan bekerja berpindah pindah untuk menyambung hidup. Pernah Reno beberapa kali kembali ke rumah orang tuanya meminta banking nya kembali di aktifkan. Kedua orang tua Reno menolak mentah permintaan anaknya. Namun mereka akan mengabulkan asal putra kesayangannya itu bercerai dengan istrinya dan kembali pada mereka. Dengan penuh percaya diri Reno menolaknya dan tak pernah lagi mengunjungi mereka.
Namun ketika Reyna keguguran Reno kebingungan mencari pinjaman karena hutang mereka telah menumpuk sana sini. Jika di pikir ini juga kesalahan Reno yang selalu ingin makan makanan mahal sementara kondisi keuangan mereka sangat memprihatinkan. Akhirnya Reno meminjam uang pada aplikasi online. Prosesnya sangat mudah namun membayarnya yang bikin jengah. Bagaimana tidak Reno harus membayar setelah empat belas hari hutang yang awalnya hanya delapan ratus ribu menjadi 1.2 juta. Reno belum punya uang untuk membayarnya namun si makelar menelpon hampir tiap menit membuat Reno susah bernafas dan panik bahkan Makelar menghubungi teman teman Reyno yang terdaftar di phonebook nya membuat Reno malu dan kehilangan muka. Hal itu juga berimbas pada pekerjaannya di pabrik menyebabkan Reno di pecat. Dalam kebingungan Reno kemudian menghubungi sang mama.
Reno mengambil berkas yang berada di tangan sang mama tanpa pikir panjang ia membubuhkan tanda tangannya kemudian menyerahkannya pada Reyna.
Bukannya Reno bahagia ketika harus bercerai dengan istrinya itu. Tapi perceraian ini memang harus terjadi. Reno tak munafik. Ia menyadari tidak sanggup hidup dengan bekerja banting tulang seperti ini. Tubuhnya terasa remuk tiap harinya bahkan tulang tulang penyangga tubuh terasa copot jika ia melakukan lembur.
"Born with a silver spoon in his mouth" Adalah perumpamaan untuk Moreno Taslim ia Dilahirkan dengan sendok perak sudah berada di mulutnya. Pewaris tunggal sebuah Perusahaan kontruksi yang sudah turun temurun dimiliki oleh keluarga ayahnya dan cucu satu satunya dari pemilik Rumah Sakit yang sudah memiliki cabang cabang di hampir separuh daratan di pulau Jawa dari kakek pihak mamanya.
Jadi Tawaran sang mama untuk ia menempuh pendidikan di luar negri sepertinya tidak buruk juga toh setelah berhasil ia akan menjemput Reyna dan mereka akan kembali menikah secara resmi. Saat di mana orangtuanya tak lagi mengintervensi hidupnya, saat di mana ia bisa memproduksi uang tiap hari dengan hasil keringatnya walaupun itu sama sekali tak perlu di lakukan karena uang lah yang akan mendatanginya selama ayahnya masih exist dalam perusahaan tersebut.
Reno tersenyum membayangkan rangkaian imajinasinya yang akan menghujani Reyna dengan uang, perhiasan, mobil dan rumah mewah. setelah ia menyelesaikan studinya. Seperti itulah Hasil pola pikir Reno selama beberapa hari belakangan ini. Dan ia sudah menjelaskannya pada Rena. Walaupun sedikit keberatan Rena hanya pasrah dan mengikuti kemauan suaminya tersebut. Toh selama ini ia hanya mengikuti setiap apa yang di putuskan Reno. Jika kali ini pun ia mengikuti keputusan terakhir suaminya bukan berarti Rena betul betul setuju tapi lebih kepada mengikuti kebiasaannya selama ini yang hanya mengikuti alur kehidupan bagai air mengalir di sungai.
Flashback on
Istri cantiknya itu menangis sesugukkan tadi malam.Bukan karena keberatan dengan keinginan Reno. Tapi ia hanya merasa kecewa pada diri sendiri tidak bisa menyuarakan keinginan hatinya selama ini. Rasanya kehidupan yang ia jalani begitu hambar. Ia hidup bagaikan pion pion catur yang di kendalikan orang lain. Saat ia sudah terbiasa hidup kamu seperti itu tiba tiba ia di hempas untuk berjuang sendiri tanpa pegangan dan tanpa tahu apa yang akan ia lakukan untuk hari hari berikutnya. Membayangkan semua itu rasa pilu 🔙 menggerogoti sanubari nya yang hampa.
Flashback off
"Rey....tanda tangan disini" ucap Reno menyerahkan pada Reyna. Namun yang punya nama masih berdiri kaku di tempatnya.
"Rey kamu dengar aku kan, kita udah bicarakan semuanya tadi malam kan" ucap Reno lagi.
Reyna menatap Reno lama, perasaannya mengatakan bahwa hari ini adalah hari terakhir ia melihat suaminya dan mungkin tidak akan ada hari lain untuk mereka bersama lagi. Reyna menghirup udara yang sudah kian menipis di paru parunya dan berjalan mendekat pada Reno yang berada di samping mamanya. Dengan tangan bergetar ia mengambil kertas itu kemudian membubuhkan tanda tangan seperti yang mereka berdua minta.
"Krek" mertuanya eh bukan mantan mertuanya kemudian menarik kertas itu sebelum Reyna sempat membacanya.
"Naik ke mobil Ren" ucap sang mama.
"Tapi mah, Reno ambil barang barang Reno dulu mah"
" Gak, Usah...bikin kotor rumah mama aja kalo kamu bawa barang dari sini"
"Mamah" teriak Reno tak terima ketika sang mama kembali menghina tempat yang ia tinggali. Jika boleh jujur Reno sangat bahagia hidup bersama Reyna walaupun jadi buruh pabrik setidaknya mereka selalu bahagia jika dalam menjalani kehidupan Rumah Tangga dengan Reyna hanya sekedar bekerja pagi dan pulang sore hari tanpa ada lembur wajib tiga atau empat kali seminggu yang berlaku di pabrik tempat mereka bekerja. Di tambah masalahnya yang paling berat yang menimpa kehidupan mereka adalah " makelar hutang" yang membuatnya hampir gila karena teror mereka sangat kejam. Bahkan mereka mengancam akan memenjarakan dirinya dan Reyna.
"Mamah ke mobil aja dulu, Reno mau ngomong dulu sama Reyna mah"
"Jangan lama lama, kalian bukan suami istri lagi sekarang" ejek sang mama.
Reno mengangguk mengerti tapi ia memohon pada sang mama untuk memberinya waktu untuk mengucapkan salam perpisahan pada mantan istrinya itu.
"Rey, maafkan aku, aku janji akan belajar sungguh sungguh dan menjadi orang pinter dan sukses, jika saat itu datang aku akan menjemputmu, kita akan menikah secara resmi, Berjanjilah Rey untuk menungguku" ucap Reno yang saat ini sedang memeluk mantan istrinya itu sambil mengusap punggung Reyna.
Tak ada kata yang bisa Reyna ucapkan untuk mantan suaminya itu. Cukup anggukkan sebagai tanda ia menyetujui apa yang di ucapkan Reno padanya. Air matanya jatuh membasahi bahu Reno.
"Jangan menangis, Kau sangat jelek jika menangis seperti ini" ucap Reno menghapus air mata yang sudah bercampur dengan lelehan air dari hidung mantan istrinya itu.
"Semoga apa yang kau cita citakan jadi kenyataan, aku hanya bisa berdoa disini" ucap Reyna lagi terbata bata.
Reyna menatap mobil yang semakin jauh terlihat dari tempatnya berdiri sekarang. Ia menghapus air matanya yang jatuh seperti sungai. Di tangannya terselip uang yang Reno ambil dari dompet mantan mertuanya itu sebelum mobil itu meninggalkan pekarangan rumah kontrakan yang Reyna tempati. Tampa menghitungnya Reyna berjalan ke kamar, memasukkan uang tersebut kedalam tas bututnya. Ia butuh uang ini. Apalagi sekarang ia sangat lapar dan Reyna harus mengganjal perutnya yang sejak tadi malam kosong. Setelah itu ia akan membayar hutang pada beberapa orang temannya dan juga teman Reno sedangkan hutang online sudah di bayar orang tua reno tadi via OVO sebelum mereka meninggalkan tempat ini. Jika nanti masih ada sisanya Reyna akan menggunakan uang itu untuk kebutuhannya sehari hari hingga ia pulih dari kuret pasca keguguran dan bisa mencari pekerjaan lagi.
Malam kian larut sementara Reyna masih asik menatap pigura pernikahan mereka yang hanya menggunakan pakaian sederhana. Wajah Reno tampak berbinar bahagia di sana. Wanita yang sebulan lagi berusia sembilan belas tahun itu kembali menangis. Menangis pilu memikirkan nasibnya di masa depan dengan status Janda yang di embannya. Ia kembali pada kodratnya yang hidup sebatang kara. Tentu saja ia juga akan meninggalkan tempat ini. Tempat dengan jutaan kenangan selama setahun pernikahan mereka. Dimana setiap sudutnya membuat ia teringat Reno mantan suaminya yang memang terkadang egois dan manja. Reyna menepuk dadanya mencoba untuk berdamai dengan paru paru yang terasa sempit "Ren, bagaimana jika aku Rindu" bisiknya lirih. Sementara ia tak memiliki handphone, selama ini hanya Reno yang memiliki benda itu. Lagi pula Rena tidak hapal dua belas digit nomor HandPhone milik mantan suaminya tersebut. "Ya Tuhan kenapa aku bisa se bodoh ini" Ucap Rena memukul kepala sendiri dengan tangannya yang terkepal. Bagaimana Reno memberi kabar keadaannya atau bagaimana jika Reno ingin tahu kabar tentang dirinya ucap Rena dalam hati.