webnovel

25. Mulai Merayu Adam

"Ayah mau undang kalian buat makan malam." Adam mengusap keningnya. Terpikir sudah bagaimana Sarah akan menggodanya malam ini.

Sejak malam ulang tahun Lauren, Adam jadi sangat jengah bila bertemu Sarah. Apalagi sekarang, di hadapan sang ayah dia harus bersikap seolah menerima Sarah sebagai ibunya.

Hah.

"Aku sibuk, Yah. Lauren juga kerja shift malam." Ayah Adam menatap sang anak dengan muka terperangah.

"Hah? Kok Lauren kerja?" tanya ayah Adam tiba-tiba menyerobot duduk di kursi depan meja Adam.

"Yah, dia kepengen kerja. Aku udah larang, tapi dia bilang bosan kalau di rumah terus." Adam merapikan kertas-kertas di depan mejanya. Bersiap mengerjakan pekerjaan lainnya.

"Kalian berdua gak mau libur bulan madu hm? Masa setelah nikah saling sibuk kerja sih? Gak ada niat bikin cucu buat ayah?" tanyanya membuat Adam mati kutu mendengarnya. Pria itu menyunggingkan senyum tipis saja.

"Malah senyum, ayah tanya Adam. Kamu gak mau kasih cucu'kah ke ayah? Ayahmu ini loh sudah tua, masa kamu harus dikode terus sih?" tanya Ayah Adam dengan muka sedih yang dibuat-buat.

Adam menutup satu persatu berkas di depannya sambil berpikir. Apa keuntungan Adam pergi bulan madu dengan Lauren? Toh mereka tak akan menghabiskan waktu di kasur seperti kebanyakan pasangan lain. Paling mereka menghabiskan waktu di pantai atau jalan-jalan. Itupun juga kalau Lauren mau.

Semua keputusan tergantung Lauren, karena Adam tak mau merecoki hidup istrinya itu. Tapi tiba-tiba Adam terenyak ketika mengingat Sarah.

"Mungkin boleh, nanti aku tanyakan ke Lauren. Apa dia mau mau bulan madu atau enggak." Adam melebarkan senyum pada sang ayah yang menatapnya dengan sorot senang.

Ayah Adam segera pergi. Tapi sang anak mengentikan langkahnya. Adam berdiri dari kursinya. "Adam dan Lauren akan pergi ke rumah ayah nanti malam."

Pria dengan rambut klimisnya itu segera menelepon Dani. Dia ingin pria itu menggantikannya sebentar untuk keluar makan siang. Tak berselang lama, Dani datang dan masuk ke ruangan kerja Adam.

"Dani, aku mau keluar dulu. Kamu jaga ruangan ini, ya?" ucap Adam seakan-akan ada maling yang bisa membuat perusahaannya bisa menghilang dalam sekejap.

Tanpa membuang waktu, Adam segera menuju tempat Lauren bekerja. Dia menemui gadis tersebut sambil berharap bisa mendapat waktu untuk bicara dengan Lauren. Dia ingin mengajak gadis itu bersandiwara di depan Sarah.

"Kamu ngapain?" tiba-tiba suara gadis yang tengah berada di dalam benaknya muncul. Lauren memiringkan kepalanya memandang ke arah Adam yang duduk manis di kursi pelanggan.

"Aku mau makan sekaligus bicara denganmu. Ada begitu banyak hal yang ingin aku katakan sama kamu." Adam melirik ke arah pemilik kafe yang mengangguk samar ke arahnya.

Sebelum duduk manis, dia sudah menemui pemilik kafe tersebut. Meminta izin agar bisa membawa Lauren ke meja dan berbicara empat mata dengan sang gadis.

"Ayo duduk, aku perlu bicara sama kamu."

"Tapi aku sedang bekerja, masa aku ku--"

"Aku udah bicara sama pimpinan kamu kalau aku mau bicara sama kamu." Lauren mendesah sebal. Dia memanggil Donita yang datang dengan membawa pesanan orang lain.

Dia berhenti di sebelah Lauren. "Apa? Kenapa kamu duduk di sini? Dia siapa? Pacar kamu?" tanya Donita sambil berbisik. Adam memicingkan mata mendengar suara keduanya.

"Kalian membicarakan apa?"

"Ah... tidak apa-apa. Sana. Aku sudah izin sama pimpinan. Tolong ya, Donita cantik." Donita mencebik sebal karena pertanyaannya tidak dijawab oleh Lauren.

"Jadi apa?"

"Kita bulan madu."

"Apa!"

Semua orang memandang ke arah Lauren yang barusan berteriak sambil menggebrak meja. Donita juga memandang heran ke arahnya.

Seketika hening. "Maaf!" kata Lauren pelan sambil menutup wajahnya.

Adam terkekeh. "Santai. Setidaknya kita bisa terhindar dari Sarah. Aku jengah sekali melihat wanita itu, mana malam ini ayah mengundang makan malam."

Lauren ikut memijit pelipisnya. Sejujurnya sejak Sarah hadir, dia dan Adam jadi mulai bersandiwara.

Pemicunya hanya satu. Lauren tidak suka Sarah menjadikan Adam objek sebagai pelampiasan nafsunya.  Jelas sekali Sarah itu sangat menginginkan Adam.

Dan entah kenapa dia jadi malah lebih agresif, seakan-akan Adam itu hanya miliknya seorang.

Tidak terkecuali Adam. Pria itu juga berusaha menghindar karena risih pada Sarah, belum lagi status mereka sebagai ibu dan anak. Sangat tidak kontras.

"Aku tahu kamu tidak mau bu--"

"Aku mau." Adam mengulas senyum senang. Dia menatap muka Lauren yang terlihat sebal.

"Kenapa muka sebal begitu? Kalau gak suka, aku bisa batalkan." Adam berujar dengan lembut hingga tatapan keduanya beradu.

"Tidak. Aku hanya heran, bagaimana bisa ayahmu memilih wanita yang jelas-jelas bermasalah. Dia hanya akan membuat kacau keluarga kamu," kata Lauren.

Diam-diam Adam bersyukur kalau Sarah datang. Keberadaan wanita itu sedikit demi sedikit membuat Lauren dan dirinya jadi dekat. Meski tak bisa disebut dekat sekali, tapi setidaknya mereka lebih sering bicara berdua ketimbang dulu.

"Aku tahu," sahut Adam sendu.

"Lalu, kamu mau biarin aja dia begitu? Menggoda kamu, terus menguras harta ayahmu. Kamu mau dia menguasai kalian hah?" tanya Lauren.

Adam memajukan tubuhnya. "Kamu cemburu Sarah menggodaku?"

"Jangan kegeeran ya. Aku cuma khawatir dia berbuat sesuatu ke ayahmu. Terlihat jelas dia itu gak tulus." Adam terkekeh, namun dengan cepat dia menutup mulutnya saat melihat muka Lauren yang datar.

"Mungkin aku perlu strategi untuk membongkar kebusukannya."

***

Strategi yang Adam maksud adalah dengan membuat Sarah cemburu pada Lauren. Dia ingin tahu seberapa buruk Sarah ketika berada di belakang ayahnya.

Di saat itulah Adam akan menunjukkan kebusukan Sarah dan bagaimana wanita sebenarnya di belakang mereka.

Mungkin dengan merangkul orang-orang rumah sebagai tempat menampung informasi bisa membuat Adam mengetahui bagaimana kelakuan Sarah.

Dan benar saja, beberapa pelayan mengeluhkan sikap Sarah.

"Dia akan berpura-pura rajin di hadapan tuan saja. Tapi ketika tuan besar gak ada. Dia berbuat seenaknya dan mengancam memecat kami kalau sampai mengadu. Maafkan kami, Den." Salah seorang pelayan menunduk menatap sepatu flatnya.

Adam menyeka rambut. "Apa lagi selain itu?"

"Pernah Nyo--"

"Kalian sedang apa?" tanya Sarah kaget melihat Adam dengan seorang pelayan tengah berduaan di dapur. Wajah pelayan itu pucat ketika melihat Sarah.

"Apa yang kalian bicarakan hah? Kenapa mukamu putih pucat begitu?" tanya Sarah sambil menepuk pundak wanita itu.

Namun Adam tahu, jemarinya yang lentik itu tengah meremas kuat bahu pelayan tersebut hingga dia meringis kesakitan.

"Gak ada,Nyonya. Saya permisi."  Sarah melipat tangan di dada. Menunjukkan dadanya yang menantang pada Adam.

Pria itu mendecih. "Hebat ya, Nyonya besar di rumah ini membuat takut semua pelayan."

Sarah menyeringai. "Kenapa? Kamu mau mengadu pada ayahmu kalau aku ini kejam?" tanya Sarah kemudian mendekati Adam dan menekan dadanya di dada Adam.

"Bilang saja kamu mau menyingkirkanku." Adam tertawa geli. Dia meraih bahu Sarah dan mendorongnya menjauh dari hadapannya.

"Kalau iya kenapa?" tanya Adam lalu berlalu pergi dari hadapan Sarah.

Wanita itu memiringkan kepalanya. "Hah, pria itu sok jual mahal sekali. Kalau sudah sampai perangkapku. Kamu gak akan bisa lari, Dam."

***

Bersambung