1 Prolog

Ellena Patricia Lubis, seorang wanita berusia 22 tahun yang kerap kali disapa Elle, nyaris tidak bisa bernapas karena rutinitas pagi yang membuatnya sedikit frustrasi. Bagaimana tidak? Waktu yang hanya tersisa 30 menit lagi, membuat dia harus lebih mempercepat kegiatannya.

Akibat bangun terlalu siang, dia harus bersusah payah mengerjakan semua aktivitasnya dalam waktu singkat. Setelah selesai berdandan dan berganti pakaian, secepat kilat dia meraih tas yang menggantung di dinding. Dia segera keluar dari kamar dan menghampiri Fillia Valencia Heidi, teman indekostnya.

"Filia, bolehkah aku meminjam motormu?" tanya Ellena kepada Filia yang kala itu tengah sibuk sarapan pagi.

"Tentu. Kau pakai saja, Elle. Hari ini, aku masuk kerja siang," jawab Filia, lalu menggigit sepotong roti yang sedang dipegangnya.

"Baiklah, di mana kuncinya?" Ellena mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, mencari kunci motor Filia.

"Ada di dalam laci kamarku, kau ambil saja sendiri," jawab Filia yang terlihat malas untuk berpindah tempat, meskipun hanya sekadar mengambilkan kunci motor itu untuk Ellena.

Tanpa berpikir panjang, Ellena langsung berlari menuju kamar Filia yang bersebelahan dengan kamarnya. dia membuka laci nakas yang terletak di samping tempat tidur, lalu mengambil kunci motor itu. Dengan sedikit berlari, dia segera keluar dari kamar Filia.

"Filia, aku pergi dulu. Bye!" teriak Ellena seraya melambaikan tangannya kepada Filia. Dia segera berlari keluar, sehingga membuat Filia seketika menghentikan kegiatan sarapannya.

"Elle, kau terburu-buru sekali. Apa kau tidak ingin sarapan terlebih dahulu?" teriak Filia yang tidak mendapat tanggapan dari sahabatnya. "Dia selalu saja melewatkan sarapannya, belum tahu saja rasanya sakit perut seperti apa," gerutunya.

Ellena dan Filia adalah sahabat sekaligus rekan kerja di sebuah perusahaan terbesar di kota Jakarta. Mereka dipertemukan pertama kali di perusahaan itu. Ternyata pertemuan tidak sengaja tersebut mampu membangun persahabatan di antara mereka.

Mereka tampak begitu dekat dan terlihat tidak ingin berpisah jauh satu sama lain. Bahkan, mereka yang berasal dari daerah yang berbeda pun tampak memilih tempat kost yang sama supaya bisa tetap bersama-sama, ketika sudah di luar jam kerja.

Ellena mengendarai motor itu dengan kecepatan yang cukup tinggi. Sungguh dia khawatir sekali akan terlambat datang ke kantor, sedangkan dia tahu bagaimana atasannya yang sangat disiplin dan tidak ingin mentolerir siapa pun karyawan yang datang tidak tepat waktu. 'Selesai sudah hidupnya, jika sampai itu terjadi,' pikirnya.

Dia semakin mempercepat laju kemudi motor matic berwarna putih itu. Namun, tanpa dia duga. Tepat di perempatan jalan, tiba-tiba terdapat sebuah mobil mewah berwarna hitam yang melintas dengan begitu cepat, sehingga membuatnya sedikit membeliak dan hilang kendali. "Aaarrrrrgh!" Teriaknya.

Suara benturan keras antara motor yang dikendarai Ellena dengan mobil hitam yang melintas di depannya seketika memecah di udara. Ya, dia mengalami kecelakan. Peristiwa itu terjadi begitu cepat. Sekelebat mobil yang melintas tiba-tiba, membuat dia tidak bisa mengendalikan kemudinya. Akhirnya, dia menabrak mobil itu dan terjatuh bersamaan dengan motor yang dia kendarai.

"Auuww!" pekik Ellena merintih kesakitan, ketika dia baru tersadar bahwa salah satu kakinya tertindih oleh motor itu.

Begitu peristiwa itu terjadi, sang pemilik mobil pun langsung turun dan menghampiri Ellena.

"Hei! Are you crazy?" Suara barithon seketika mengalihkan perhatian Ellena yang kala itu masih fokus memegangi kakinya, berusaha menahan rasa sakit.

Ellena sedikit mendongak, lalu memperhatikan pria yang kini telah bediri di depannya. Tampak sepatu pantofel berwarna hitam mengkilap di depannya. Dia menaikkan tatapannya hingga ke atas. Penampilan pria bergaya eksekutif muda yang kini sedang berada di depannya. Melihat penampilan pria itu, Ellena sudah dapat memasfikan bahwa wajah pria itu memiliki wajah yang tampan. Namun, seketika dia terperangah, ketika tatapannya terhenti tepat di wajah pria tersebut.

Bukan keburukan yang dia lihat, melainkan ada hal lain yang membuat matanya membulat. Betapa dia sangat terkejut ketika mendapati sosok tampan yang tidak asing baginya.

"Kau?" ucap pria itu tampak membeliak.

Nyatanya bukan hanya Ellena yang terkejut, melainkan pria itu juga.

"Pak Lucas?" Ellena tampak membulatkan tatapannya kepada Lucas, sang CEO di perusahaan tempatnya bekerja.

"Kau? Bukankah kau karyawan di kantorku?" tanya Lucas menatap tajam wajah Ellena.

"Be-betul, Pak," desis Ellena.

Dalam waktu sekejap ekspresi Lucas berubah makin murka ditambah tatapannya yang begitu menusuk. Hal itu sontak membuat Ellena seketika bergetar ketakutan. Lucas seolah-olah ingin menunjukkan kemarahannya kepada Ellena.

"Apa yang kau lakukan dengan mobilku? Kau sengaja ingin mengahncurkannya, ha?" bentaknya yang sontak membuat Ellena makin gugup dan takut.

"Ti-tidak, Pak," jawab Ellena dengan bibir yang sedikit bergetar.

"Lalu, apa ini?" Lucas menunjuk bagian yang penyok pada mobil miliknya, seolah-olah ingin membuat Ellena tersadar akan kerusakan pada mobil itu.

Ellena yang memang sedari awal tidak memperhatikan bagian tersebut, lagi-lagi dibuat terperangah. Benar saja. Akibat perbuatannya, sebagaian mobil mewah Lucas menjadi mengalami kerusakan yang cukup parah.

"Ya Tuhan, kenapa mobil Pak Lucas bisa rusak separah itu?" gumam Ellena dalam hati.

Belum sempat Ellena mengakhiri lamunannya, tiba-tiba Lucas kembali bersuara.

"Kau lihat? Apa yang sudah kau lakukan?" Suara lantang yang keluar dari mulut Lucas, sontak membuat Ellena mengalihkan perhatiannya kembali ke arah pria itu.

Namun, baru saja Ellena akan membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tiba-tiba kakinya makin terasa sakit. "Aauuww!" pekiknya seraya memperkuat pegangan tangan pada kakinya.

Seketika Lucas membuang muka ke sembarang arah saat melihat aksi Ellena yang terlalu klasik untuk mencari perhatiannya. Dia pikir Ellena sengaja mengalihkan perhatiannya, agar wanita itu bisa menghindar dari segala tuntutan atas kerusakan mobil itu. Itulah alasan kenapa dia tetap membiarkan Ellena merintih kesakitan dalam waktu cukup lama.

Makin lama dia makin tidak tega melihat Ellena yang terus-menerus merintih merasakan sakit. Siapa sangka, hal itu ternyata berhasil membuat hatinya tergugah.

"Menyusahkan saja!" Lucas langsung mengangkat motor yang menimpa kaki Ellena. Setidaknya dia masih memiliki hati nurani, sehingga bersedia menolong wanita yang sudah menghancurkan mobil mewah miliknya.

"Terima kasih, Pak." Ellena berusaha bangkit, meskipun sedikit kesulitan karena rasa sakit yang belum sepenuhnya hilang. Kendati pun begitu, dia tetap berusaha melakukan hal itu dengan baik, tanpa bantuan Lucas. Lagi pula, Lucas pun tidak menawarkan bantuan kepadanya.

Kini dia sudah berdiri di depan Lucas.

"Jadi, bagaimana dengan mobilku?" Belum selesai Ellena merintih, tiba-tiba Lucas membuatnya terkejut kembali.

Jika ditanya harus bagaimana, Ellena sendiri tidak tahu jawabannya. Apa yang harus dia lakukan dengan mobil yang sudah mengalami kerusakan separah itu. kalaupun mobil itu harus dibawa ke bengkel, dia tidak yakin bisa membayar biaya servisnya yang mungkin mencapai puluhan atau bahkan ratusan juta rupiah.

Dari mana dia mendapatkan uang sebanyak itu? Bahkan, jika dia membayar dengan uang gajinya selama satu bulan pun, itu mungkin tidak akan cukup.

Ellena mulai khawatir dengan nasibnya sendiri dan juga nasib keluarganya di desa. Tujuannya datang ke kota adalah untuk mencari uang banyak agar bisa melunasi utang almarhum ayahnya yang sangat besar. Namun, bagaimana jadinya, jika dia merelakan gajinya untuk membayar ganti rugi mobil milik sang atasan? Belum lagi dia yang harus memikirkan biaya kost dan biaya hidup ibu dan adiknya di desa. Sungguh dia sudah dibuat frustrasi dengan situasi sulit yang tengah dihadapinya.

"Maaf, Pak, saya tidak sengaja," ujar Ellena, berharap Lucas akan memaafkan kesalahannya.

"Apa? Maaf?" bentak Lucas. "Apa kau pikir mobil ini akan kembali seperti semula dengan kau hanya meminta maaf?" Lucas menatap geram wajah Ellena. Dia tampak benar-benar sangat marah karena peristiwa itu.

"Lalu, aya yang harus saya lakukan?" tanya Ellena.

"Tentu saja kau harus ganti rugi kerusakan mobilku!" tegas Lucas

"Maaf, jika saya boleh tahu. Berapa banyak saya harus mengganti kerusakan mobil itu?" Ellena memberanikan diri untuk bertanya nominal yang harus dia ganti.

"100 juta!" jawab Lucas singkat yang sontak membuat Ellena terkejut bukan main.

"Maaf, Pak. Sepertinya saya tidak mampu, jika harus membayar sebanyak itu," jawab Ellena berkata jujur. Dia berharap Lucas masih memiliki hati nurani untuk membebaskan dirinya dari situasi ini.

"Gajimu akan kupotong selama dua tahun!" tegas Lucas yang sontak membuat Ellena membeliak. Dua tahun? Sungguh itu bukanlah waktu yang sangat singkat baginya, lalu bagaimana nanti nasib keluarganya? Pikirnya.

"Pak, saya mohon jangan lakukan itu. Bagaimana nasib keluarga saya di desa? Hanya saya satu-satunya harapan mereka. Ibu saya sedang sakit, adik saya masih sekolah, saya mohon jangan lakukan itu kepada saya. Dari mana kami bisa makan, kalau saya tidak memiliki upah pekerjaan. Saya mohon jangan lakukan itu!" ucap Ellena memohon sambil mengatupkan kedua tangannya di depan dada.

Tanpa dia sadari matanya sudah berkaca-kaca, lalu air mata itu tumpah tanpa bisa dicegah. Sungguh dia tidak ingin lagi dihadapkan dengan situasi sulit seperti sekarang ini. Rasanya Tuhan seperti tidak adil padanya. Kenapa dia selalu diberikan ujian yang pelik, di tengah hidupnya yang makin mencekik.

Melihat sikap Ellena, seketika Lucas mengangkat sebelah alisnya. Dia yakin bahwa Ellena sedang bersungguh-sungguh dengan permohonannya. "Jadi, kau tidak bisa mengganti rugi kerusakan mobilku, iya?" tanyanya yang sontak membuat Ellena reflek menganggukkan kepala.

"Saya akan melakukan apa pun yang Bapak minta, tetapi tolong jangan potong gaji saya. Saya sangat membutuhkan uang itu untuk biaya hidup keluarga saya di desa. Saya mohon!" jelas Ellena seraya memasang ekspresi memelas.

Lucas terdiam sejenak seolah sedang berpikir. "Baiklah. Siapa namamu?" tanyanya yang sontak membuat Ellena tersenyum senang.

"Ellena, Pak," jawab Ellena yang membuat Lucas seketika mengerutkan dahinya seolah-olah ada yang aneh.

"Kalau kau memang tidak bisa mengganti rugi, kau harus melakukan satu hal untukku," ucapnya.

"Apa itu? Saya berjanji akan melakukannya," balas Ellena sedikit antusias.

"Menikahlah denganku!"

avataravatar
Next chapter