webnovel

WARISAN EMAK TONAH

Warisan Emak Tonah Sinopsis Mak Tonah Adalah seorang Nenek dari Gadis belia Yatim Piatu anak dari Almarhummah Putri mak Tonah yang meninggal dalam kecelakaan 22 tahun yang lalu bersama sang menantunya. tragisnya Cucunya yang baru berusia 3 bulan itu harus mrnyandang status yatim piatu karena ditinggal mati kedua orang tuanya saat mereka hendak bekerja. Dalam kondisi ekonomi yang sulit saat ditinggal oleh Anak dan Menantunya , terpaksa Emak Tonah harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan Susu dan Keperluan lain dari sang cucu. Ia akhirnya bekerja menjadi seorang Pengasuh anak di luar kota demi memenuhi kebutuhan sang Cucu, dan sang cucu ia titipkan kepada Adik dari Emak Tonah yang bernama Ratih yang juga mempunyai seorang putri yang usianya 2 tahun lebih tua dari cucu h Tonah. dari hasiu upahnya ia selalu kirimkan kepada sang Adik untuk memcukupi kebutuhan Cucunya dan juga keponakannya. 22 Tahun telah berlalu, Emak Tonah akhirnya memberikan sebuah wasiat berisikan warisan untuk sang cucu sebelum dia meninggal, ia menitipkan surat wasiat itu kepada anak sang majikan untuk memberikannya secara langsung kepada cucunya. Saat Sang Cucu mendapatkan kabar akan menerima warisan dari Sang Nenek awalnya senang, namun saat membaca apa isi waridan Emak Tonah, sang cucu tak mau menerima warisannya, namun karena saat itu ia harus melunasi semua hutang-hutangnya kepada bank kreditnya ia terpaksa menerima warisan tersebut. apakah isi dari warisan Emak Tonah ? sanggupkah Cucu Emak Tonah untuk melaksanakan amanah warisan itu? Bagaimana kehidupan sang Cucu setelah menerima warisan itu? yuk ikuti kisah mereka WARISAN EMAK TONAH

Siti_Tarwiyah_4062 · Teen
Not enough ratings
24 Chs

Chapter 15

Hari ini aku begitu bahagia, dengan memakai seragam kebesaranku yakni seragam OG berwarna orange sesaat aku temui Bu Shanti di Ruang kerjanya beliau langsung memberiku seragam ini setelah aku kasih surat dari Pak Ernes.

" Wah kau sekarang jadi rekan kerjaku Fee."

Ucap Resty behagaia

" Tentu, akhirnya aku bisa bekerja Res, apalagi bertemu dengan teman seperti mu." Jawabku

" Yuk kita ke atas. Biasanya jam-jam segini Pak Bos minta dibikinin kopi." Ucapnya antusias

Aku hanya mengangguk saja dan mengikutinya ke lantai Atas. Sesampainya di lantai Atas, Resty dengan cepat membuatkan kopi untuk Pak Dion dan juga Pak Alan. Disini aku hanya memperhatikan saja bagaimana cara dia membuat Kopi hitam yang pas dilidah Bosnya itu. Aku melihat dirinya cukup cekatan dalam melakukan pekerjaannya.

" Nah sudah siap, aku akan mengantarkan ini ke Pak Dion dan antarkan ini ke Pak Alan." Ucapnya dengan memberikan ku nampan berisi secangkir kopi

" Tapi Ruangan Pak Alan dimana?" tanyaku bingung

" Aduh aku sampai lupa ." ucapnya dengan menepuk jidadnya sendiri

" Memangnya beda ya Ruangannya ? Bukankah mereka berdua itu Bos?" tanyaku

" Beda atuh..Pak Dion itu Bos besar, kalau Pak Alan itu disini hanya membantu Pak Dion saja posisinya masih dibawah Pak Dion." Ucapnya dengan terkekeh.

Aku hanya memincingkan sebelah mataku, seakan tak percaya dengan apa yang dikatakan Resty kepadaku, sampai segitunya dia menyembunyikan identitasnya.

" Apa kau yakin kalau dia hanya bawahan Pak Dion? Mereka bukannya saudara tiri?" tanyaku dengan menyelidik

" Apa? Dari mana kamu bisa mengatakan bahwa mereka itu saudara tiri? Kamu ngaco saja, Pak Dion itu menolong Pak Alan saat Perusahaan ini terpuruk, saham perusahaan ini 60% itu milik dari Pak Dion."

" Hah?" aku sampai tak percaya

" Kamu mengatakan itu dapat dsri mana informasinya?" tanyaku kembali

" Ya dari karyawan disini lah."

" Oh begitu, eh tapi ngomong-ngomong kamu bisa ceritakan tentang mereka lagi gak? Penasaran neh." Ucapku Berharap dia akan menceritakan tentang mereka berdua

" Boleh, tapi habis pulang kerja antarkan aku nyari kos disekitaran sini ya, kos lamaku kayaknya kejauhan."

Bukankha ini kesempatan bagus kalau dia tak perlu kos dan bisa menemaniku untuk tinggal bersama mereka? Namun tentunya aku tak bisa langsung memutuskan nanti pas jam makan siang aku harus bertemu dengan Pak Dion dan Mas Alan untuk membicarakan ini tentunya, dari pada aku sendiri yang harus tinggal bersama mereka berdua lebih baik aku mencari teman yang bisa aku ajak berbagi waktu saat aku menghabiskan waktu bersama salah satu dari mereka.

" Fee kamu melamun ?"

" Ah tidak kok, yuk tunjukkan Ruangan Pak Alan agar aku segera antarkan kopi ini kepadanya mumpung masih panas." Ucapku dengan membawah nampan berisi kopi

" Hmmm iya deh aku taruh dulu kopi Pak Dion di Ruang kerjanya ya baru aku antar kami di Ruangan Pak Alan." Ucapnya dengan mengambil nampan di meja

" Oke." Jawabku

Kami pun berjalan menuju ke Ruangan Pak Dion terlebih dahulu sementara aku menunggunya dibalik pintu, tak lama kemudian dia keluar dari Ruangan itu dan degera mengantarkan aku ke Ruangan Pak Alan.

Saat kami berjalan tak ku sangka Mas Alan tengah berbicara dengan seorang wanita yang sangat cantik menurutku. "Duh siapa ya wanita itu cantik sekali" ucapku dalam hati.

" Loh kamu kok disitu saja, Ayo kita masuk keruangannya." Ucapnya dengan menepuk pundakku

" Oh Iya, tapi Pak Alannya masih disana tuh." Ucapku dengan menunjuk kearah Mas Alan dengan isyarat mataku

Resty pun melihat ke arah yang aku tunjuk

" Oh itu kan sekretarisnya , biarkan saja ayo keruangan Pak Alan seksrang dan letakkan kopi itu di mejanya." Ucapnya nampak biasa saja

" Mereka terlihat akrab ya?" tanyaku

" Iyalah desas desusnya kalau Bu mariana itu punya hubungan khusus dengan Pak Alan."

Jawabnya nampak sumringah

Entah kenapa aku merasa kalau hatiku saat ini terasa tak rela jika saat ini Mas Alan tengah dekat dengan Mariana .

" Loh kamu kenapa kok terlihat muring?" tanyanya dengan menatapku

" Ah tidak kok, aku letakkan kopi ini kedalam dulu ya." Ucapku lalu berjalan masuk ke Ruangan Mas Alan yang saat itu pintu masih terbuka setengah

Aku meletakkan kopi itu diatas meja kerjanya, saat aku taruh kopi itu tak aku sadar tiba-tiba Mas Alan sudah berada di belakangku.

" Terima kasih Resty sudah buatkan kopi pagi inu untuk saya. " ucapnya tanpa melihatku lagi

Aku hanya terbengong saja, apa dia tidak melihat wajahku saat ini tanyaku seketika dalam hati. Aku melangkahkan kakiku ke luar Ruangan tanpa menjawabnya lagi.

Saat aku keluar Ruangan aku tak melihat Resty ada disekitaran sana, aku menggaruk kepalaku saat aku mencarinya namun tak kutemukan batang hidungnya hingga akhirnya ada seseorang yang memanggil diriku.

" Mbak tolong buatkan saya Teh hangat ya." Ucap wanita paruh baya yang ada di meja pojok

" Baik Bu." Jawabku

" Mbak saya juga tolong dibikinin kopi susu ya mbak." Ucap Lelaki yang ada dimeja tengah

" Baik Pak." Jawabku

" Mbak tolong bikinin juga untuk saya Coffe cream ya jangan terlalu manis." Ucap Sang sekretaris Mas Alan

" Baik Bu." Jawabku seraya mengingat-ingat pesanan mereka.

Aku pun melangkahkan kakiku mencari mini kitchen yang ada di lantai 4. Aku bertanya pada cleaning service yang tadi aku lihat lihat saat dia dedsng mengepel lantai diruangan ini.

Setelah aku menemukan mini kitchen yang ada di lantai 4 aku segera membuatkan pesanan mereka satu persatu aku mulai merebus air di teko lalu membuat teh hangat setelah itu coffee cream dan kopi susu. Setelah aku membuatnya aku kembali ke Ruangan itu lalu meletakkan minuman sesuai dengan apa yang mereka pesan masing-masing.

" Ini bu Teh manis nya." Ucapku dengan meletakkan teh diatas mejanya.

" Terima kasih." Ucapnya dengan tersenyum

" Sama-sama. " ucapku dengan tersenyum

Setelah itu aku kembali meletakkan pesanan Kopi susu di meja Lelaki yang ada ditengah.

" Ini Pak Kopi susunya." Ucapku dengan meletakkan kopi diatas meja

" Terima kasih mbak, mbak OG baru ya disini?" tanya lelski itu

" Iya Mas perkenalkan nama saya Fee." Ucapku dengan tersenyum

" Saya Dani mbak, makasih ya mbak kopinya enak." Ucapnya dengan menyeruput kopinya

" Terima kasih mas. " ucapku dengan tersenyum

Saat aku tengah berbicara dengan mas Dani tiba-tiba aku mendengar suara sekretaris Mas Alan tengah berteriak memanggil namaku

" Eh mbak Office Girl kok malah ngobrol saja , minuman pesanan saya mana?"

Ucapnya dengan nada sedikit marah.

Aku pun segera ke meje Bu Mariana yang sudah tampak kesal dengan diriku. Segera aku meletakkann coffe creamnya diatas meja Bu Mariana. Setelah itu dia nyeruput cofee tersebut namun tak pernah aku duga tiba-tiba saja dia menyemburkan cofee cream yang aku buat ke wajahku saat itu hingga wajahku sekarang basah akibat coffe yang dia semburkan ke wajahku.

" Kamu mau meracuniku ya? Dasar Office girl gak becus dalam bekerja masak bikin coffe cream saja gak bisa, ini apa coba rasanya gak karu karuan." Ucapnya dengan marah-marah

Ya Allah akupun sangat takut dan kaget tak karu-karuan beberapa karyawan disana menatapku sungguh aku sangat malu saat ini hingga tak mampu untuk memperlihatkan wajahku, ternyata sekretaris Mas Alan itu sangat pemarah. Hanya secangkir kopi yang tak sesusi dengan apa yang di lidahnya dia langsung marah-marah seperti itu.

Aku tertunduk tanpa bisa membela diriku saat ini, sungguh aku takut jika aku membuat kesalahan aku akan di pecat di Perusahaan ini. Saat sekretaris yang bernama Mariana itu mengomeliku tiba-tiba Resty datang ke arahku.

" Loh ada apa Fee?" tanyanya dengan menatapku yang saat ini sudah tak bisan menshan tangisku

" Kamu bilang sama temen kamu ini kalau buat coffe cream itu jangan bikin orang jadi diabetes ." ucapnya dengan nada marah

" Maaf Bu Mariana, dia masih baru disini mungkin dia belum tau untuk takaran Cream Coffe untuk Ibu." Ucap Resty membelaku

" Oh jadi masih baru? Pantesan gak bisa apa-apa , tolong kamu ajarin cara buat cream coffe yang enak itu bagaimana." Cibirnya

" Baik Bu." Jawab Resty

" Yuk Fee kita naik ke lantai 4 , sebentar lagi buatin para staff minuman." Ucapnya dengan menggandeng tanganku.

" Loh mau dibawah kemana OG itu, dia harus bersihkan ini dulu dong apa kamu tak lihat kalau meja ini berantakan ." ucapnya dengan marah-marah

Akupun segera mengambil lap lalu membersihkan meja bu Mariana setelah itu aku meminta ijin untuk ke atas namun tampak bu Mariana sanagat kesal denganku saat itu hingga terus memarah-marahi aku, Resty yang sejsk tadi membelaku turut serta menjadi pelampiasan kemarahannya. Sungguh kami sangat malu melihat karyawan yang ada disitu menatap ke arah kami .

Bersambung..