webnovel

WANTED! Jodoh Dunia Akhirat

Dua Insan manusia yang terjebak dalam kisah masa lalu yang membuat mereka sulit untuk sekedar move on mencari pengganti. Sefia seorang gadis lajang yang tak kunjung menikah karena cinta pertamanya yang kandas karena Obsesi sang kekasih bernama Pramudya yang ingin sukses menjadi seorang penerbang, membuat Ia malas untuk mencari penggantinya sampai sang ayah mencarikan jodoh untuknya. Berbeda dengan Bima laki – laki yang mendekati usia 30 an itu sulit Move on karena kisah percintaannya dengan Laura yang ia anggap belum usai, Laura pergi begitu saja tanpa kabar berita yang membuat Ia bertanya – tanya apa sebab gadisnya itu pergi meninggalkan dirinya saat Ia sangat mencintai gadis itu. Sefia dan Bima di pertemukan di kantor milik ayah Bima sebagai seorang sekertaris dan anak bos yang menggantikan posisi ayahnya di kantor. Tanpa Sefia ketahui laki – laki yang di jodohkan itu adalah Bima bos yang dianggap sableng dan sinting karena selalu menggoda dirinya, dimana pun Ia berada. Walau akhirnya mereka menikah namun justru permasalahan muncul disaat mereka sedang memunculkan rasa di masing hati – hati. Kembalinya mantan kekasih membuat Bima galau setengah mati. Ditambah kehadiran Pramudya sang mantan Sefia menambah pelik kisah rumah tangga mereka. Novel ini akan membawa kita ke dalam petualagan cerita rumah tangga, menyelesaikan masalah dalam rumah tangga secara dewasa, dan secara bijaksana. Apa kah rumah tangga mereka akan tetap berlanjut atau justru kandas di tengah jalan? Ikuti saja novel ini. ###JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA YA

Rindu_Ughi · Urban
Not enough ratings
32 Chs

Lamaran 2

Dengan hati yang berdebar kencang, Sefia mencoba menggerakkan bibirnya untuk menjawab lamaran Bima, yang tak lain adalah bos sintingnya sendiri.

"Bismillahirrahmanirrahim… saya terima lamaran Mas Bima untuk saya." Sahut Sefia pada akhirnya, semua yang hadir lalu serempak mengucapkan hamdalah sebagai rasa syukur mereka.

Bima tersenyum senang karena lamarannya di terima oleh Sefia, sekertaris yang selama ini Ia repotkan dan juga sering Ia jahili.

Mama Sandra mendekati Sefia, lalu memasanagkan cincin di jari Sefia sebagai tanda ikatan di antara keduanya, begitu juga dengan Ibu Sefia, yang memasangkan cincin di jemari Bima.

"Belum boleh deket – deketan ya belum sah." Ucap Ibunda Sefia menggoda calon menantunya itu.

"Kalau begitu sahkan saja sekarang." Ucap Bima dengan lantang, walau terkesan bercanda namun wajahnya menunjukkan keseriusan terlihat sari sorot matanya.

Sefia yang melihat itu ahnya mampu terpaku sambil melihat jauh ke dalam mata bening bos nya itu.

"Apa lagi rencanamu sekarang, Bos sinting? Aku belum mendapat penjelasanmu dengan semua ini, kini kau mulai berulah." Batin Sefia.

Bima menatap wajah Sefia yang kini sedang menatapnya tajam, Ia tahu jika Sefia sedang memendam rasa kesal pada dirinya, namun karena itu lah Bima mengucapkan kata – kata pernikahan, Ia sungguh takut tak dapat mengontrol dirin saat nanti berhadapan dengan Sefia yang sedang manyun dan menampilkan bibir menggodanya.

"Kamu serius, Bim?" Tanya Bratasena.

"Kenapa?" KIni giliran ayah Sefia yang bertanya pada pemuda yang ada di hadapannya itu.

"Saya takut khilaf, kalau tahu calon istri saya secantik bidadari." Jawab Bima sambil mengeluarkan cengiran khasnya.

"Bagai mana ini kang mas, anak saya sudah ngebet kayaknya." Ucap Bratasena pada sang calon besan.

"Bagai mana Sef, apa kamu siap menikah sekarang juga?" Tanya Pak Wiryo pada anak gadisnya.

Sefia bingung harus menjawab apa dia diam sambil menunduk.

"Dua hari lagi saja, lagian kita belum menyiapkan mas kawinnya juga untuk Sefia." Ucap Sandra mama dari Bima.

"Saya setuju." Ucap Ibunda Sefia.

"Berikan kami bersiap – siap dulu, walau hanya acara akad paling tidak harusberkesan untuk keduanya, lagi pula sesuatu yang baik kan ga bagus kalau di lama – lamain." Imbuh Mama Sandra.

"Baiklah, berarti akad nikah akan di langsungkan dua hari lagi dari sekarang."

"Dan resepsinya akan diadakan malam harinya." Ucap Pak Wiryo yang langsung di setujui oleh Bratasena begitu juga dengan Bima.

Entah apa yang di rasakan oleh BIma dan Sefia saat ini. Gila? Mungkin Iya.

Bima yang masih galau dan bingung terhadap perasaannya sendiri dan Sefia yang masih belum mampu menerima sepenuhnya jika yang menjadi suaminya adalah bosnya sendiri. Walau Ia bersyukur setidaknya Ia telah mengenal sang bos sebelumnya, walau semua terkesan menjengkelkan, namun Itu lebih baik dari pada Ia harus menikah dengan orang yang benar – benar tak Ia kenal.

Acara lamaran pun usai, kini Bima dan keluarganya kembali ke hotel tempat dimana menginap selama di Jogja.

"BIma, papa ingin bicara denganmu." Ucap Bratasena saat keduanya sampai di depan pintu kamar masing – masisng yang memang hanya bersebelahan.

"Di kamar Bima saja pah." Sahut Bima yang di jawab anggukan oleh papa Bratasena. Lalu keduanya masuk ke kamar masing – masing untuk membersihkan diri.

Beberapa saat kemudian, terdengar ketukan di pintu kamar Bima, Dan Ia yakin jika yang datang adalah papa Bratasena.

"Masuk Pah."

Bratasena langsung masuk kedalam kamar Bima lalu berjalan menuju kearah balkon hotel.

"Papa mau kopi?"

"Boleh."

Bima kemudian melangkah ke sebuah meja kecil tempat dimana ada pantry mini untuk membuat minuman di dalam kamarnya.

"Ini pah." Bima menyerahkan secangkir kopi pada papanya, yang langsung menerimanya dan duduk di salah satu kursi yang ada di balkon.

"Apa yang ingin papah bicarakan?" Tanya Bima yang ikut di samping papanya.

Bratasena menyesap kopi miliknya sebelum mengutarakan apa yang ingin dia sampaikan pada sang anak.

"Bima, apa kamu yakin dnegan keputusanmu untuk langsung menikahi Sefia?" Tanya Bratasena dengan menatap pada anaknya yang sedang meminum kopi di sampingnya.

Bima mengangguk, "Inshaallah Pah, cepat atau lambat, bukankah Bima harus menikahinya?" Bima berbalik tanya pada sang papa.

"Iya, tapi maksud papa, apa kamu benara – ebnar sudah bisa melupakan Laura, dan ingin membuka lembaran baru dengan Sefia? Papa takut kamu akan menyakitinya suatu saat nanti."

Bima menarik nafas panjang, "Aku akann mengatakan sejujurnya apa yang aku rasakan pada Sefia, aku harap Ia mau mengerti karena aku tahu, Sefia pun mempunyai masa lalu yang sama yang sulit Ia lupakan."

"Jadi kalian berdua mau berkompromi?"

"Bukan seperti itu, tapi yang aku ingin kami bisa sama – sama saling membuka hati satu sama lain, dan saling mengobati luka. Papa doakan saja kami bisa menjalani pernikahan kami dengan baik dan bahagia."

"Tanpa kamu minta, papa pasti akan selalu mendoakan kalian. Hanya papa takut saja kau akan menyakiti Sefia karena rasa cintamu yang belum usai pada Laura."

"Sampai saat ini, aku memang tak pernah tahu apa sebab Laura meninggalkan aku, Pah. Dia wanita yang aku cintai selama ini, papah tahu kan? Tapi dia juga telah mengecewakan aku dengan pergi begitu saja sehari sebelum kami bertunangan."

'Maafkan papa, Bima… percayalah apa yang papa lakukan semua demi kebaikanmu.' Batin Bratasena sambil menatap sendu anak laki – lakinya.

"Papa percaya sama kamu, Bima. Kelak apapun yang terjadi dalam pernikahan kalian, jangan pernah terbersit kata – kata perpisahan, selesaikan dnegan kepala dingin, kalian sama – sama sudah dewasa, dan jangan pernah menunda untuk menyelesaikan masalah. Kamu paham?"

"Ya pah, terima kasih papa selalu mensuport ku selama ini."

"Itu kewajiban papa sebagai orang tua kamu, jadi sebenarnya apa yang menyebabkan kamu ingin segera menikahi Sefia?"

"Karena cantik dan juteknya itu ibarat perpaduan kopi dan krimmer, Pas." Ucap Bima sambil tersenyum pada papanya.

Bratasena terkekeh mendengar alasan yang diucapkan oleh sang anak, bagai man bisa sebuah alasan pernikahan disamakan dengan kopi dan krimmer.

"Kamu ada – ada saja, kamu pikir Sefia itu minuman?" Bratasena kembali terkekeh lalu menyesap kopinya hingga tandas.

"Bima takut Khilaf kalau lihat bibirnya yang ranum itu sedang mengomel ditambah wajah cantiknya yang aku yakin banyak laki – laki yang menginginkannya selama ini, hanya takut dengan sikapnya yang kelewat jutek."

"Kamu benar, dulu ada pemilik perusahaan yang benar – benar hanya mau menerima kerja sama dengan perusahaan kita jika Sefia sendiri yang mengantarkan berkas kerja samanya ke kantor mereka."

"Serius pah?" Tanya Bima penasaran Ia harus berhati – hati dengan rekan bisnisnya itu berarti.

Bratasena mengangguk lalu pergi begitu saja dari samping Bima yang masih terpekur dengan kejujuran sang papa.

"Siapa laki – laki itu pah?" Tanya Bima saat menyadari sang papa telah sampi di ambang pintu kamarnya tanpa memberi tahu siapa lakia – laki yang pernah menginginkan Sefia.

"Carai tahu sendiri." Sahut sang papa lalu benar – benar keluar dari kamar sang anak.

"Shit!" Umpat Bima.