webnovel

WANITA UNTUK MANUSIA BUAS

WARNING Ini POLYANDRI bukan POLIGAMI!!! Mau tahu gimana serunya kalau punya empat pasangan sekaligus. Pasangan pertama gak sengaja Pasangan kedua memang yang dicintainya Pasangan ketiga atas izin Pasangan kedua Pasangan keempat balas budi sekaligus politik. Novel ini dalam proses pengajuan kontrak, upload akan lebih banyak dan lebih sering jika banyak like, love, dan follow. Makanya agar proses lebih cepat di setujui jangan lupa klik like, love, dan follownya. Penasaran pahit manisnya punya empat pasangan di satu atap. Anindira tiba-tiba ada di tengah-tengah Hutan belantara sendirian, saat kebingungan mencari jalan keluar Halvir pemuda gagah berekpresi datar datang menolongnya membawanya ke Desa tempat dia tinggal. Selama tiga bulan dalam perjalanan yang hanya ada mereka berdua, membuat keduanya semakin dekat dan saling memahami satu sama lain. Halvir mengerti Anindira belum mengerti apa-apa dan Halvir juga tidak mau mendesaknya tapi dia ingin Anindira mengerti kalau dia menginginkannya menjadi pasangan hidupnya. Anindira mungkin belum paham tapi dia juga sadar akan perasaannya pada Halvir, tapi karena malu dia hanya diam saat Halvir melamarnya. Halvir menunggu jawabannya setelah dia kembali nanti kemudian menitipkan Anindira pada Kepala Desa. Tidak di sangka selama kepergian Halvir, Anindira mengalami musibah dia nyaris di perkosa oleh gerombolan penjarah Desa tapi di selamatkan Gavriel seorang pemuda tanggung yang berasal dari Desa yang sama dengan Halvir. Tapi karena sesuatu hal justru Gavriel yang memperkosa Anindira sampai Hamil. Di tengah kekacauan Halvir yang masih patah hati karena musibah yang di alami Anindira dengan sangat terpaksa Hans sahabat baik Halvir harus rela jadi pasangan Anindira berikutnya. Saat Halvir tahu inti permasalahan sebenarnya dia dengan lapang Dada mengizinkan Gavriel untuk menjadi salah satu pasangan Anindira tapi kenyataan berkata lain, trauma yang di alami Anindira membuatnya ketakutan dan tidak sanggup melihat Gavriel. Halvir dan Hans yang tidak tega melihat Gavriel mengizinkan Gavriel diam-diam ikut menjaga dan memperhatikan Anindira dari balik layar. Mereka berdua bekerja sama mencari cara agar Gavriel bisa masuk dan di terima oleh Anindira.

Wolfy79 · Fantasy
Not enough ratings
40 Chs

Gara-gara sayuran

Halvir menggelengkan kepala tidak mengerti, wajahnya jelas memperlihatkan ekspresi tidak puas. Anindira menarik nafas dan menghembuskannya dengan sedikit keras, dia tersenyum lagi dan kembali menjelaskan.

''Kak...'' panggil Anindira lembut, ''Sayuran yang biasa dimakan adalah sayuran yang dibudidaya.''

''Apa itu? Budi daya? Aku tidak mengerti?'' tanya Halvir dengan wajah serius.

''Hm…'' Anindira bergumam dengan suara tidak jelas memikirkan sebuah jawaban untuk pertanyaan Halvir, ''Begini, sayuran budi daya adalah... beberapa jenis tanaman yang kita tanam sendiri, kita merawatnya, sampai siap waktu panen, kurang lebih seperti itu.''

''Seperti yang dilakukan para herbivora sejati…'' ujar Halvir.

''Her-her… her?'' tanya Anindira mencoba membeo kata-kata baru dari Halvir.

''Her-bi-vo-ra... '' Halvir mendikte mengajarkan kata baru pada Anindira.

''Oh! Jadi diantara kalian ada yang melakukannya juga?!'' seru Anindira penuh semangat..

''Ya, herbivora melakukannya. Mereka tidak suka berburu, jadi mereka menanam. Dan, kebanyakan tanaman itu digunakan untuk obat, karenanya Hans cukup akrab dengan mereka…'' ujar Halvir menjawab.

''Begitu, jadi lebih banyak digunakan untuk obat daripada di makan,'' sahut Anindira.

''Tidak juga, herbivora memakannya, kami tidak... '' jawab Halvir mengoreksi Anindira.

''Maksudnya?'' tanya Anindira heran.

''Mereka menanamnya karena mereka memang memakannya. Kami akan menukar dengan kulit atau daging, jika kami membutuhkannya untuk obat...'' ujar Halvir menjelaskan.

''Jadi kalian sama sekali tidak makan sayuran?!'' seru Anindira bertanya sekaligus menegaskan.

''Kami akan makan... '' jawab Halvir sambil mengangguk, ''Jika ada yang salah dengan tubuh kami,'' ujarnya menambahkan.

''Kebiasaan itu tidak baik!'' seru Anindira dengan wajah tegas. Membuat Halvir yang tadinya acuh memutar daging di atas api, sekarang dia serius melihat Anindira. ''Pola makan seperti itu salah!'' seru Anindira lagi, dengan suara lantang dan tegas. ''Antara daging, sayuran, dan buah semua harus seimbang. Jangan memakan makanan sebagai obat, hanya saat kita sakit, tapi makan sebelum kita sakit untuk mencegahnya!'' seru Anindira lagi melanjutkan dengan wajah serius.

''Apakah seperti pola makanmu?'' tanya Halvir masih dengan wajah seriusnya.

''Ya,'' jawab Anindira tegas.

Anindira yang terbiasa dengan wajah datar atau pun sorot mata tajam Halvir, dia tidak lagi terkejut saat Halvir bersikap serius. Halvir menatap Anindira dengan sangat serius melihat kembali keseluruhan fisik Anindira.

''Kenapa harus begitu?'' tanya Halvir lagi.

Halvir mulai antusias karena semua hal itu berkaitan dengan Anindira.

''Aku sudah bilang tadi, makan untuk mencegah kita sakit. Jangan makan saat kita sudah sakit!'' seru Anindira menjawab, ''Kenapa? Kita hanya perlu memakannya kalau kita sakit, tidak masalah kan?'' tanya Halvir lagi, dia tidak mau ambil pusing dengan apa yang dilakukan Anindira.

Kedua makhluk dari dunia yang berbeda ini sama-sama masih belum mengerti tentang pola pikir dan cara hidup masing-masing pihak. Halvir berpikir dari sudut pandangnya sebagai seorang manusia buas yang kuat. Halvir tidak berpikir tentang wanita di dunia ini yang sering sakit, karena jarangnya keberadaan wanita, dia tidak memikirkan hal itu.

Wanita yang dibesarkan oleh dua tipe manusia buas akan memiliki kondisi tubuh yang berbeda dan hal itu masih belum disadari oleh mereka yang sudah terbiasa hidup di dunia ini dengan cara hidup yang sudah turun-temurun.

''Hah... '' Anindira mendesah panjang, ''Baiklah, aku tidak akan berargumen lebih keras lagi tentang ini. Sudahi saja!'' seru Anindira lagi.

Anindira sadar dia masih belum tahu banyak tentang dunia ini, dia tidak mau jika karena argumen seperti ini malah membuat hubungannya dengan Halvir memburuk. Anindira berpikir kalau dia bisa membicarakan tentang hal ini lagi nanti, jika dia sudah tahu lebih banyak.

''Terserah padamu... Tapi, kau tetap suka makan sayuran liar itu bukan?!'' seru Halvir bertanya ingin lebih jelas.

''Ya... Aku tetap memakannya, untuk menyeimbangkan gizinya,'' jawab Anindira.

Anindira tidak tahu kalau Halvir tidak mengerti dengan kata terakhir yang diucapkannya. Tapi, karena Halvir terlalu gengsi, seperti biasa. Anindira suka berkata hal-hal dari dunianya dan kata-kata itu tidak dimengerti oleh Halvir. Tapi, dia malas ingin menanyakannya. Selama dia masih mengerti kalimat yang lain dia tidak peduli jika hanya satu atau dua kata dari kalimat Anindira yang membuatnya bingung.

''Apa bedanya sayuran liar itu dengan sayuran yang ditanam oleh orang-orangmu? Kau bilang rasanya berbeda…'' tanya Halvir lagi, dia masih ingin berbincang dengan Anindira.

''Eum... Ya, itu karena, di tempatku berasal sayuran ini terasa pahit dan getir, juga meninggalkan bau rumput juga bau tanah yang tajam.Karena hal itu juga, banyak yang meninggalkannya dan tidak lagi mengkonsumsinya…'' ujar Anindira mendeskripsikan sayuran di hadapannya.

''Lihat itu, seperti bayam dan anting-anting liar...'' ujar Anindira menunjuk beberapa tanaman yang ada sekitarnya duduk, ''Ini juga...'' Anindira menunjukkan seikat daun pohpohan yang dipetik Halvir untuknya, ''Di kampung-kampung masih banyak yang makan. Tapi, lain halnya dengan orang-orang di kota, tidak banyak yang tahu tentang sayuran liar ini... Aku dilahirkan dan tumbuh besar di kota, tapi aku juga sering ke pulang kampung. Ibuku dan juga nenekku adalah praktisi kesehatan. Dari didikan mereka, kami sekeluarga sangat suka makan sayuran...''

Anindira berhenti sejenak, dia sedikit mengambil nafas untuk melanjutkan kembali.

''Ini… sayuran liar yang ada di sini… mungkin karena udara yang bersih, tidak ada polusi, dan kualitas air tanah yang masih belum tercemar, membuat rasanya sangat enak, tidak kalah dengan sayuran yang dibudidaya. Aku menikmatinya, sungguh…'' ujar Anindira terus melanjutkan ceramah panjangnya tentang sayuran.

''Apa kau hanya makan sayuran yang ditanam? Bagaimana dengan daging? Apa karena bersamaku? Kau jadi lebih banyak makan daging...'' tanya Halvir menyelidik, dia cemas jika cara makannya mengubah pola makan Anindira sebelumnya.

''Daging yang kau berikan padaku, itu sangat banyak. Kau tahu porsi sehari yang kau berikan padaku, belum tentu menutup porsi makan dagingku selama seminggu…'' lanjut Anindira sambil tersenyum polos membanggakan kebaikan Halvir padanya.

Halvir dan Anindira masih belum menyelesaikan perbincangan mereka, masih dengan wajah Halvir yang memperlihatkan rasa kesalnya, karena harga dirinya terusik gara-gara sayuran liar.

''Kenapa sedikit sekali?'' tanya Halvir, ''Kau memakan daging cukup banyak, itu artinya kau bukan herbivora...'' ujar Halvir mengungkapkan pikirannya, ''Berarti benar kata Hans, klanmu lemah, bahkan ayahmu tidak bisa memberikan cukup daging untuk kau makan…'' ujar Halvir melanjutkan.

Akhirnya Halvir bisa tenang setelah puas mengemukakan pendapatnya, kemudian kembali memutar-mutar daging, dia tidak sadar kalau sekarang wajah Anindira berubah masam karena kata-katanya berusan.

''Kak, aku marah!'' seru Anindira dengan sorot mata tajam menatap Halvir, ''Aku tidak suka jika ada yang menghina ayahku,'' seru Anindira dengan ekspresi menegang, matanya sedikit melotot, melanjutkan kata-katanya. ''Jangan menghina ayahku! Dia adalah pria terbaik yang mendidik dan membesarkanku, aku tidak suka jika ada yang menghinanya meskipun itu kau!'' seru Anindira melanjutkan kata-katanya dengan ekspresi marah dan mata yang menatap lurus ke arah Halvir.