"Pak Yoga susah tidur?" tanya Meta hati-hati. Melihat dari mimik wajah dari bosnya, sepertinya bosnya ini memiliki penyakit susah tidur. Jenis penyakit yang sering diderita oleh orang-orang yang memiliki banyak pekerjaan di dalam pikirannya.
Yoga mendongak, memandang Meta yang sedang memerhatikannya. Kemudian Yoga mengangguk. Tanpa mengatakan apa pun Yoga terus memijat pangkal hidungnya yang tiba-tiba terasa sakit.
"Coba dipijat bagian bahu, kemudian kening, Pak. Biasanya stres juga pemicu susah tidur," jelas Meta hati-hati. Dia tahu ini dari bundanya, sebab dulu bundanya juga sering mengalami hal ini. Terlebih, ketika orang jahat itu berbuat ulah kepada bundanya.
"Bisa Anda lakukan itu?" tanya Yoga.
Meta nyaris melompat, disuruh Yoga memijatnya. Padahal dia ingat betul jika kemarin disentuh Meta pun Yoga tak mau. Kenapa sekarang malah bosnya sendiri yang meminta dipijat dengan terang-terangan? Sebenarnya, apa yang terjadi kepada bosnya? Atau lebih tepatnya malah, apa benar yang telah memperkosanya semalam adalah bosnya? Mengingat hal itu tubuh Meta langsung merinding hebat, ingin rasanya dia menanyakan hal itu langsung tapi rasa malu sudah lebih dulu merambat ke ubun-ubun.
"Tapi--" kata Meta terhenti, melihat wajah Yoga yang tampak semakin pucat. "Iya," putusnya.
Takut-takut Meta memijat bahu Yoga, kemudian memijat keningnya. Laki-laki itu merebahkan tubuhnya di bantalan kursi, dan kemudian napasnya tampak begitu tenang dan beraturan.
Bosnya tidur? Tanya Meta dalam hati.
Ia pun berjinjit melihat dari samping wajah Yoga, tampak jelas kelopak mata Yoga tertutup sempurna. Menampilkan bulu-bulu mata lentiknya yang indah. Bahkan, Yoga tampak seperti malaikat tanpa dosa. Tanpa sadar Meta pun tersenyum, dan melanjutkan memijat Yoga. Dia tahu sebagai seorang pimpinan perusahaan, terlebih di usia yang masih sangat muda, merupakan pekerjaan yang sangat tidak mudah. Mungkin itu yang menjadi beban Yoga, sampai ia tak bisa tidur.
"Pak--"
Meta langsung mengisyaratkan Pak Cipto yang baru saja masuk ruangan Yoga untuk tidak berisik. Sementara Pak Cipto yang tahu kalau Yoga tidur pun kaget bukan main. Baru kali ini Pak Cipto tahu kalau Yoga bisa tidur tanpa minum obat, dan itu karena Meta? Ini benar-benar suatu hal yang luar biasa, setelah hal-hal luar biasa lainnya yang Pak Cipto tahu beberapa hari belakangan ini.
"I... itu Pak Yoga?" tanyanya pada Meta setengah tak percaya. Meta mengangguk. "Pak Yoga tidur? Beliau tidur?" tanya Pak Cipto lagi. Sebuah senyum tampak jelas di bibirnya. Untuk kemudian, dia memilih untuk pergi dari ruangan Yoga.
Meta pelan-pelan hendak pergi, dia melangkah menjauhi Yoga. Tapi sosok yang sedari tadi dipijitnya itu mendadak bangun. Dia memandang Meta sambil menyipitkan matanya, kemudian dia memandang jam yang ada di pergelangan tangannya.
"Berapa lama aku tertidur?" gumamnya.
"Kira-kira dua jam, Pak," kata Meta dengan senyum sumringah.
Dia juga tak pernah menyangka, jika dalam waktu hampir dua jam dia tak merasa pegal sama sekali memijat bahu Yoga. Terlebih dari itu adalah, kenapa dia sangat bahagia melihat bosnya itu terlelap dengan sangat nyenyak? Apakah dia sangat bangga telah menjadi dokter dadakan tadi? Salah satu kelebihan yang dimilikinya? Sepertinya setelah ini, Meta harus membuka praktik terapi untuk mengobati orang-orang yang susah tidur seperti Yoga,
Yoga menarik sebelah alisnya, dia benar-benar sangat heran. Bagaimana bisa dia tidur di jam kerja? Terlebih setelah ia tak bisa tidur tanpa obat, tadi dia bisa melakukannya dengan pijitan dari Meta? Ini adalah kali kedua dia tidur tanpa obat setelah semalam. Dan ini adalah kali kedua juga dia tidur dan selalu ada Meta di sisinya. Lantas, apa maksud dari semua ini? Apakah Meta mempengaruhi pola tidurnya? Meta telah membuatnya bisa benar-benar dari obat-obatan itu? Yoga kembali tak habis pikir, apa istimewanya sekertarisnya itu sampai dia bisa tidur tanpa obat dan hanya butuh ditemani oleh Meta? Yoga benar-benar tak habis pikir dengan hal itu.
"Nanti malam Anda bersiaplah, temani saya untuk datang pada sebuah acara," kata Yoga yang sudah berbicara dengan formal kembali. Sambil meraih beberapa dokumen yang ada di meja, kemudian mempelajarinya.
"Acara apa, ya, Pak? Kok tidak ada agenda di jadwal perusahaan?" tanya Meta lagi. Agaknya, ini adalah kali pertama Meta menghadiri acara perusahaan, dan itu benar-benar membuat Meta bahagia tak karuan.
Lagi, Yoga kembali melirik Meta, kini dengan tatapan semakin dingin. Kemudian, ia memalingkan wajahnya. Mengabaikan Meta dan memilih kembali sibuk pada dokumen-dokumen yang terabaikan ia pelajari gara-gara dia tertidur selama dua jam tadi.
"Acara pesta ulang tahun, Cipto akan membawakan Anda sebuah gaun. Dan berpura-puralah untuk menjadi pasangan saya nanti malam," jelas Yoga.
Betapa kaget Meta saat diberitahu kabar itu. Dia disuruh untuk pura-pura jadi pasangan bosnya? Ini benar-benar gila! Apa bosnya tidak berpikir jauh? Jika ini pesta ulang tahun, bukankah ini adalah ranah publik? Dan jika bosnya mengaku dia adalah pasangannya, bukankah itu nanti akan menimbulkan sebuah gosip? Terlebih, Meta pikir tadi adalah ajakan bosnya untuk menghadiri acara perusahaan. Lalu, bagaimana bisa tiba-tiba pekerjaannya menjadi melebar ke mana-mana? Bukankah ini bukan kewajibannya sekarang?
"Tapi--"
"Cipto, carikan perlengkapan pesta untuk Meta, nanti kirimkan ke kontrakannya.," perintah Yoga, melalui panggilan ponselnya. Tanpa peduli jika saat ini Meta merasa keberatan atau tidak.
"Tapi, Pak, menghadiri sebuah pesta terlebih berperan sebagai pasangan Bapak bukanlah bagian dari pekerjaan kantor saya, kan?" tanya Meta, dia setidaknya ingin meminta sebuah penjelasan yang masuk akal. Agar setidaknya dia benar-benar paham tentang apa yang telah terjadi di sini. Setelah sepagi tadi dia melihat banyak cupang di dadanya, sekarang dia harus menjadi pasangan Yoga di pesta. Ini benar-benar sangat gila! Terlebih, segila apakah bosnya sampai menyuruh-nyuruh seenak hatinya saja.
Yoga hendak pergi, tapi dihadang lagi oleh Meta. Dia benar-benar penasaran, tentang apa yang ada di dalam pikiran bosnya.
"Pak, saya tidak mau ikut dalam acara nanti malam. Saya rasa itu bukan pekerjaan saya. Jadi, maaf, saya tidak bisa ikut,"
Mendengar perkataan itu, rahang Yoga pun mengeras. Matanya memandang ke manik mata Meta dengan begitu dingin dan tajam. Meta langsung mundur tanpa aba-aba, kemudian dia menelan ludahnya dengan susah. Bahaya! Kali ini dia benar-benar dalam radar bahaya sekarang.
"Anda tidak memiliki hak untuk menolak perintah saya," kata Yoga, begitu dingin dan penuh penekanan. Untuk setelah itu dia keluar dari ruang kerjanya.
Meta langsung melorot di balik pintu, tubuhnya benar-benar panas dingin, sampai kedua kakinya tak lagi mampu menopang tubuhnya. Dia bahkan baru tahu, jika ada seseorang yang memiliki aura membunuh seperti bosnya. Aura yang sangat mengerikan, sampai-sampai Meta tidak bisa menjabarkan seperti apa mengerikan itu sendiri.
Lagi, Meta hanya bisa kaget tak percaya. Bahkan untuk menolak pun dia tak bisa. Bosnya benar-benar memperdayakannya sekarang! Tapi, apa yang bisa Meta lakukan, saat ini dia hanya bisa menurut dan tak bisa membantah apa pun. Dia pun kembali ke mejanya, merutuki nasib sialnya sambil menangis.