webnovel

Wanita Sang Boss

Meta, seorang perempuan berusia 34 tahun yang masih lajang. Dia adalah lulusan terbaik di kampusnya, dengan segala predikat sempurna yang melekat pada dirinya. Namun, karena hal itulah membuatnya kesulitan mendapat jodoh. Hingga berkali-kali, tawaran perjodohan selalu gagal di tengah jalan. Rasa frustasi Meta akan jodoh, ditambah dengan keluarnya dari perusahaan, membuatnya semakin dilema. Hingga suatu hari, Kinan--teman satu kos Meta memberikan informasi jika di perusahaannya sedang membutuhkan seorang sekertaris kompeten. Tak butuh waktu lama, akhirnya Meta pun diterima kerja di sana. Dan siapa sangka, perusahaan maju, bergengsi itu dipimpin oleh seorang lelaki muda. Yoga, bos perusahaan itu, adalah jenis pria yang kolot dan selalu semua berjalan dengan sempurna. Kekolotannya sering membuat Meta keteteran dibuatnya. Hingga akhirnya, perdebatan-perdebatan kecil yang menjadikan mereka terbiasa, tak bisa lepas satu sama lain, dan menimbulkan getaran-getaran aneh di hati Meta.

PrincesAuntum · Sci-fi
Not enough ratings
1035 Chs

Pergi Berdua

Yoga melepas panggutannya kepada Meta, keduanya tampak saling pandang dalam diam. Hal yang terjadi benar-benar di luar batas nalar mereka. Dan sekarang ada puluhan pasang mata yang telah memandang mereka. Pandangan dengan penuh tanda tanya, pandangan dengan penuh keterkejutan, dan lain sebagainya.

Lagi, Yoga menggenggam tangan Meta. Kemudian dia mengajak Meta keluar dari kantor dan pulang ke apartemen. Meski di sepanjang perjalanan, mereka saling diam. Seolah terlalu sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.

Sesampainya di apartemen, buru-buru Yoga menarik tangan Meta untuk segera masuk. Menutup pintu apartemen kemudian mencumbu kembali bibir Meta yang telah membuatnya candu. Kali ini Yoga sudah tidak bisa menahan lagi, semua hal yang ada pada tubuh Meta sudah terlalu membuatnya banyak bersabar.

Meta tampak menggigit bibirnya, saat Yoga sudah mencumbu lehernya dengan banyak kecupan. Bahkan saat ini dia benar-benar merasa menikmati apa yang telah dilakukan oleh Yoga.

Namun ketika tangan Yoga hendak melepas seutas tali gaun yang melilit di leher Meta. Dia pun terhenti, menenggelamkan wajahnya pada leher Meta untuk mencoba mentralkan semua nafsunya.

"Nanti, jangan lagi lakukan permainan seperti itu jika tidak ada aku," katanya. Menarik diri dari Meta, kemudian masuk ke dalam kamar mandi.

Meta terdiam, dia menatap Yoga dengan pandangan nanar. Kemudian, dia menyentuh bibirnya yang mungkin kini telah bengkak karena ciuman membabi buta Yoga. Untuk kemudian seulas senyum tersungging dari kedua sudut bibirnya. Dan dia pun, bangkit dari sofa, masuk ke dalam kamar dan berbaring. Dia benar-benar tidak tahu, jika di dalam hidupnya, malam sepanas ini akan ia rasakan. Terlebih itu bersama Yoga, bosnya.

Dan entah bagaimana caranya, otak bodohnya diam saja. Bahkan menikmati semua itu. Terlebih, otak bodohnya terlalu patuh menuruti perintah Yoga. Salah satunya menuruti Yoga untuk tinggal seatap dengannya.

*****

Pagi ini tampaknya Meta tengah bersiap. Dia telah memilih beberapa baju, namun diletakkan lagi di atas tempat tidur. Sampai tumpukan baju itu membuat Yoga yang sedari tadi membaca buku sembari duduk di atas ranjang pun melirik. Apa sebenarnya yang Meta lakukan? Sampai nyaris seluruh pakaian yang ada di lemarinya dikeluarkan semua. Dan, dengan cara yang amat berantakan pula. Terlebih, Yoga paling tak bisa melihat sesuatu yang berantakan. Semua harus rapi, dan bersih. Semua harus tampak sempurna, itulah prinsip Yoga.

Lagi, Meta tampak menghela napas panjang. Kedua alisnya saling bertaut, kemudian dia tampak tak suka dengan penampilannya. Masuk ke dalam kamar mandi lagi, kemudian keluar dengan baju lainnya.

Tapi, Yoga mengamati itu hanya diam. Meski dia cukup penasaran kenapa sampai wanita satu itu cukup repot dengan penampilannya. Padahal biasanya, dia memakai pakaian sekenanya saja. Yoga kembali sibuk dengan bukunya, mengabaikan Meta yang bolak-balik ke kamar mandi bahkan nyaris belasan kali.

"Duh," keluh Meta pada akhirnya. Setelah mencoba pakaian yang lain, kemudian dia duduk dengan sangat lesu. Ini adalah pakaian terakhirnya, dan sial saja, semua pakaiannya benar-benar tidak pantas untuknya hari ini. Seharusnya, waktu ia berkemas kemarin, dia mengambil pakaian yang lain. Bukan pakaian-pakaian dengan model seperti ini.

"Semua pakaianmu murahan. Memangnya, kamu mau ke mana sampai mengeluarkan semua isi lemarimu seperti itu? Berantakan, dan tak beraturan. Benar-benar merusak pemandangan," ucap Yoga, yang berhasil membuat emosi Meta tersulut.

"Murahan? Kamu pikir semua pakaianku ini murahan!" marahnya. Berkacak pinggang sambil melotot. "Tau murahan nggak usah kamu perjelas, dong!" gerutunya, lagi. Kini dia kembali mengemasi pakaiannya, kemudian memasukkannya dengan paksa ke dalam lemari.

Yoga yang tahu hanya bisa menahan napas, melihat keadaan lemarinya. Yang satu deretan kausnya yang tertata dengan sangat rapi, yang satu pakaian Meta yang benar-benar dilipat dengan asal, dan sangat tak karuan. Untung saja, Yoga masih memiliki satu ruang khusus untuk menyimpan sebagian besar pakaian, sepatu, dan perlengkapan lainnya. Jadi, dia tak harus membuat pakaiannya menjadi ikut berantakan karena ulah Meta.

"Memangnya kamu mau ke mana?" tanya Yoga lagi, mengabaikan amarah Meta yang meledak-ledak kepadanya.

"Kamu nggak punya mata, ya?"

"Ini, dua," jawab Yoga yang semakin membuat Meta gemas.

Meta menghentakkan kakinya, kemudian dia berkacak pinggang. Ingin rasanya dia mencekik leher jenjang yang menggoda milik Yoga. Tapi ia tahan.

"Kamu nggak lihat, dari leher sampai dada merah semua? Pakai tanya lagi kenapa aku ngeluarin baju sebanyak ini! Dasar cowok nggak peka," gerutu Meta.

Yoga langsung menutup bukunya dengan kasar, membuat Meta terjingkat. Kemudian ia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Hari ini kantor libur, jadi dia punya waktu luang sampai jam dua siang. Setelah itu dia kembali melirik ke arah Meta yang sudah merengut.

"Kamu mau belanja?" tanya Yoga.

Mata Meta langsung berbinar mendengar tawaran itu. Tapi dia masih menekuk wajahnya yang cantik itu.

"Mau belanja tidak? Beli baju?" tawar Yoga lagi. Dan Meta masih diam. "Ya sudah kalau tidak—"

"Mau!!!" jawab Meta pada akhirnya. Yoga mengulum senyum mendengar jawaban cepat itu. "Tapi ini terpaksa, ya. Kamu yang maksa," katanya. Meraih tas yang ada di lemari kemudian menarik tangan Yoga untuk keluar dari apartemen.

Setelah sampai di mall Meta terus menarik-narik tangan Yoga, memasukki tempat baju langganannya. Yoga mengerutkan kening, kemudian menarik tangan Meta untuk keluar. Meski sempat ada adegan tarik-menarik akhirnya Meta mengalah juga, mengikuti langkah lebar-lebar Yoga yang entah membawanya ke mana.

"Di sini, beli di sini sesukamu,��� kata Yoga. Yang berhasil membuat Meta terkesima.

Ini adalah tempat pakaian mahal dijual, dari perancang-perancang terkenal dan import. Bagaimana bisa dia membeli pakain di sini, bisa-bisa uang pemberian Becca akan habis hanya untuk dua atau malah sepotong pakaian saja.

"Nggak, ke sana aja, yuk! Aku biasa beli di sana," kata Meta. Hendak pergi tapi langsung diseret paksa Yoga sampai Meta terduduk.

"Aku yang bayar,"

Ucapan Yoga setidaknya cukup dipahami oleh otak cerdas Meta. Meski awalnya dia malu-malu, akhirnya dia pun memilih beberapa potong pakaian juga. Pakaian yang benar-benar dibutuhkannya. Di tengah-tengah dia memilih pakaian untuk dirinya sendiri, Meta menangkap setelan cowok yang menarik perhatian Meta. Dia pun mengambil beberapa untuk dibawa ke kasir.

"Cuma tiga buah?" tanya Yoga. Dia bingung dengan Meta, seharusnya setelah mendengar jika dia akan membayar belanjaan Meta, wanita itu bisa memborong semua yang ada di sini. Namun, dia hanya mengambil tiga potong pakaian saja. "Lalu ini punya siapa?" tanya Yoga melihat tiga potong pakaian pria. Kaus, jaket, dan celana pendek.

"Buat kamu," Meta jawab. "Penampilanmu buluk seperti kakek-kakek. Kalau aku jalan sama kamu, nanti dikira aku jalan sama Kakek Sugiono KW lagi,"

Sontak Yoga langsung melihat penampilannya, apa ada yang salah? Dia hanya memakai kemeja warna biru, dengan celana standart nasional yang sering ia pakai. Dan sejauh ini, tidak ada satu makhluk pun di muka bumi yang protes sama penampilannya.