webnovel

Wanita Kedua

"Kalau begitu, kamu harus menjadi wanita kedua saya. Menemani dan melayani saya sampai waktu yang saya tentukan."

"A-apa?!" Caca terhenyak mendengar kata-kata yang baru saja bosnya ucapkan itu. Begitu juga dengan Dika yang tak kalah terkejutnya dengan keputusan Sky.

"Tidak mau? Kalo begitu kamu bisa meninggalkan ruangan saya sekarang."

Caca terdiam sejenak, ia berpikir jika hal ini tak ada bedanya seperti Ibunya menjual dirinya kepada rentenir. Tapi, bukankah Pak Sky sudah memiliki istri yang cantik dan kaya bak ratu di negeri dongeng? Kenapa masih meminta upik abu seperti dirinya untuk menjadi wanita kedua? Pertanyaan-pertanyaan itu berkecamuk di dalam hati Caca. Sama-sama menukar dengan tubuhnya, tetapi setidaknya Caca masih memiliki sedikit kebebasan jika memilih dengan Pak Sky.

"Saya mau Pak Sky, tapi dengan satu syarat," pinta Caca dengan wajah tegasnya.

"Apa itu? Katakan." Smirk di wajah Sky seolah menunjukkan sebuah kemenangan.

"Saya bersedia menjadi wanita kedua Pak Sky, asalkan kita menikah. Saya tidak mau terjerat dalam dosa besar demi mendapatkan uang 500 juta itu." tegas Caca penuh dengan keyakinan.

"Jaga batasan kamu Caca!" Dika terpaksa ikut campur, karena hal ini benar-benar sudah di luar nalar yang ada. Apa kata Nona Vivian nanti jika sampai mengetahui hal ini. Bukankah Sky juga akan ikut dalam kubang masalah nantinya.

"Biarkan saja dia berbicara Dika. Kamu hanya perlu diam." Tatapan Sky tajam menusuk pandangan Dika. Seketika Dika sadar diri dan diam.

"Menikah? Apa kamu sudah yakin dan siap suatu saat menjadi janda? Saya punya istri pertama, jadi tidak mungkin suatu saat saya menceraikan istri pertama saya hanya demi kamu."

"Jika tuan sadar sudah beristri, lalu apa tidak ada hal lain yang bisa saya lakukan untuk meminjam uang ini." Dua bulir air mata luruh begitu saja. Caca sudah sedikit membayangkan akan statusnya kedepan jika hal ini tetap berlanjut.

"Apa itu jadi urusanmu? Itu uang saya, dan saya yang berhak menentukan apa yang saya inginkan. Lakukan yang saya minta atau tidak sama sekali! Saya akan menikahi kamu, sampai saya tidak membutuhkan kamu lagi."

Ya Tuhan, kata-kata itu terdengar sangat menyakitkan. Sebagai perempuan, Caca merasa benar-benar sudah tidak memiliki harga diri.

"Saya siap Pak Sky, apapun yang Pak Sky tentukan. Saya akan menerimanya." Keputusan terpahit yang harus Caca benar-benar ambil kali ini.

Senyum kemenangan yang begitu dingin, benar-benar terpancar kali ini. Sky berdiri dan memasukan kedua tangan di saku celananya.

"Kamu mau cek, atau cash?"

"Cash tuan."

"Baiklah, pulang kerja nanti kamu akan diantar Dika. Dan Dika juga akan membawa uang 500 juta milikmu tanpa kurang sedikitpun. Sekarang kembalilah ke meja kerjamu."

***

"Dika, kamu harus pastikan jika gadis itu tidak akan kabur dariku. Dan pastikan mulai besok dia tinggal di hotel," titah Sky kepada Dika, sebelum mengantarkan Caca pulang bersama dengan uang pinjamannya itu.

"Baik tuan."

Dika segera melajukan mobilnya untuk mengantar Caca pulang.

"Aku melihat alamat rumah pada data diri anda dengan alamat komplek aku menemukan anda tadi pagi berbeda. Manakah yang benar?" tanya Dika saat bersiap menginjak pedal gas untuk memulai perjalanan.

"Alamat yang benar pada data diri saya Pak Dika."

Tak ada kata lagi yang terucap dari Dika, pria berwajah lumayan dengan semerbak aroma maskulin itu langsung mengantar Caca.

Matahari yang mulai turun untuk menutup diri masih menyandarkan sedikit jingga di langit luas didominasi koloni awan berwarna putih.

"Rumah saya yang paling ujung Pak Dika."

Dika sedikit terkejut saat mendapati penampilan rumah Caca, sangat kecil dan sederhana. Lalu untuk apa gadis itu sampai meminjam uang 500 juta kepada Sky? Apa untuk DP rumah baru? batin Dika sedikit menerka.

"Akh- itu anakku sudah pulang," ujar wanita paruh baya dengan penampilan yang sangat mencolok. Berbanding terbalik dengan keadaan rumahnya yang terlihat biasa saja, bahkan terkesan sedikit kumuh.

Tuan Malik dengan dua bodyguardnya juga sudah berada di sana.

"Kamu bawa uangnya kan Ca?" tanya Suci untuk memastikan kepada anaknya.

Brugh!

"Ini 500 juta, hutang Ibu saya sudah lunas! Jangan ganggu hidup kita lagi!" Dengan geram Caca memberikan peringatan kepada Malik. Sementara itu Dika hanya mengamati itu dari dalam mobil dengan kaca terbuka.

Plak!

"Apa-apaan kamu Caca! Jangan mengancam tuan Malik seperti itu, nanti kalau Ibu mau pinjam uang lagi biar tidak dipersulit!"

Malik hanya menyeringai sembari memerintahkan anak buahnya membawa uang dalam tas dan berlalu begitu saja.

"Aku tidak mau membayar hutang Ibu lagi. 500 juta itu saja harus Caca cicil kepada bos Caca Bu, Caca hanya ingin kita hidup sederhana dengan tenang Bu. Caca ingin kita hidup bahagia, dari kecil Caca di panti asuhan. Seharusnya Caca menemukan kebahagiaan setelah bertemu dan hidup bersama Ibu." Dengan emosi yang meledak-ledak, Caca mengutarakan perasaannya.

Tamparan keras kembali menyapa pipi Caca, Suci tak main-main jika bermain fisik kepada Caca. Sekalipun itu dilihat oleh para tetangganya.

"Sini kamu!" Suci menyeret Caca untuk masuk ke dalam rumah. Tatapan benci para tetangganya bisa Suci lihat. Ia tak mau mengambil risiko jika ada tetangga nanti yang berani speak up menyalahkan perbuatannya, lalu membela Caca.

Caca hanya bisa menuruti apa yang Ibunya perlakukan kepadanya, ia bisa memahami penilaian orang dari satu sisi saja tentang dirinya atau Ibunya.

Kepribadian Caca yang tertutup menambah deretan salah paham di antara semua orang tentang dirinya. Orang akan mengira ia lemah dan tak berani melawan sikap Ibunya yang sudah keterlaluan. Tapi Caca sungguh tidak peduli dengan penilaian orang lain tentangnya. Ia tak mau menjelaskan apapun tentang dirinya kepada orang lain. Yang tidak suka akan tetap tidak suka kepadanya tanpa alasan apapun, sedangkan yang suka akan tetap menyukainya tanpa alasan apapun jua.

Sekilas bayang memorinya dengan sang Ibu melayang, ketika ia dipukul habis-habisan, ditendang bahkan disiram air panas dan masih banyak lagi memori pelik yang selama ini telah menghantam jiwanya dengan pukulan telak.

Caca duduk di pojok kamarnya sembari memeluk kedua kakinya. "Selama ini bisa aku tahan, akan aku tahan Bu. Yang terpenting aku masih bisa bersama Ibu." Caca bicara dengan dirinya sendiri sembari menahan air mata agar tidak mengalir lagi membasahi pipinya.

Dentingan notifikasi ponsel Caca berbunyi beberapa kali, gadis itu bangkit. Memungut ponsel yang bukan keluaran terbaru itu dari atas nakas. Ternyata ada beberapa pesan dari nomor Pak Dika.

[List pekerjaan yang harus anda kerjakan saat bersama tuan Sky, baca dengan baik dan teliti. Tian Sky tidak suka dengan pertanyaan ulang.]

Seketika kedua bola mata Caca membulat, saat sekilas ia membaca list pekerjaannya. Pada salah satu list terdapat point ia wajib memandikan atau mandi bersama dengan pihak 1 jika pihak 1 memintanya.

"Bolehkah aku mengeluarkan seluruh nama binatang yang ada di kebun binatang?" batin Caca tak terima, tanpa sadar tangannya juga meremas ujung bajunya dengan geram.

Bersambung ...