webnovel

500 Juta

Mercedes Benz keluaran terbaru berhenti tepat di lobi. Penjaga lobi reflek menunduk setengah badan ketika Sky keluar dari balik kemudi mobilnya. Menyerahkan kunci kepada penjaga lobi sambil sedikit melonggarkan ikatan dasinya yang terasa sedikit mencekik lehernya sedari tadi.

"Selamat pagi Pak Sky," sapa Dika, seorang sekretaris yang sedari tadi sudah menanti bos besarnya di bibir pintu lobi.

"Pagi," jawab Sky datar, melangkahkan kakinya dengan gagah menyapa kilau lantai yang bersinar terang menyambut kedatangannya.

Sekretaris Dika segera membuntuti di belakang Sky sambil membacakan jadwalnya besar hari ini. "Pukul 11.00 pagi ada meeting virtual dengan departemen SDA, pukul 13.00 penentuan final design kemasan produk baru yang akan diluncurkan tahun depan. Pukul 15.00 penandatangan perjanjian dengan investor dari jepang di Yoshimura."

"Tentang jadwal oke, lalu bagaimana dengan hal yang ke perintahkan kepadamu minggu lalu?" tanya Sky kepada Dika tanpa menoleh sedikitpun.

"Sekarang Pak Sky?"

"Ga, tunggu lebaran monyet. Ya sekarang, pake tanya segala." Semprotan di pagi hari dari Sky memang hal yang lumrah bagi Dika. Lima tahun mendampingi seorang Sky, Dika sudah bisa dikatakan sekretaris yang paling tahan dengan Sky, di samping mereka juga sudah berteman sedari kecil.

Kini Sky telah mendaratkan bokongnya dengan empuk di sofa ruang meeting, menatap layar dan mendengarkan penjelasan dari sekretaris Dika mengenai bangunan dan tata letak yang hampir mirip dengan keterangan Sky saat melihat kejadian nahas 15 tahun yang lalu.

"Next …."

"Next …."

"Next …."

"Next …."

Hanya kata itu yang terucap dari bibir Sky saat Dika mencoba menjelaskan rincian letak dan bangunan yang terpampang di layar.

"Dan selanjutnya, terima kasih?" Tulisan itu bertengger pada layar, menjadi akhir dari presentasi Dika.

"Banyak …." Dika melanjutkan kata-kata Sky.

"Ga lucu Dika."

"Maaf, saya juga tidak bermaksud untuk melucu Pak Sky," ucap Hans sambil menundukkan wajahnya.

Sky menyempatkan diri untuk menyeruput secangkir kopi hitam yang masih hangat bertengger di mejanya.

"Setengah jam lagi jadwal Pak Sky untuk …."

"Sudah tau," jawab Sky singkat sambil melenggangkan kakinya menuju lift. Tak ada percakapan sedikitpun antara bos dan sekretaris selama mereka di dalam lift.

Saat keluar dari lift, pandangan Sky dan Dika sedikit tertarik pada staf admin baru yang tengah berdiri menanti lift terbuka dengan goresan beberapa luka di lengan kanan dan kaki kirinya. Sky yang berwatak sombong itu acuh, melewati gadis yang tengah menunduk ke arahnya begitu saja.

Sampai di dalam mobil, Dika mencoba memberanikan diri untuk berbicara. "Maaf sebelumnya Pak Sky, boleh saya berpendapat?" Dika mencoba untuk membuka topik pembicaraan.

"Tidak!" Jawaban singkat dari Sky itu langsung membungkam mulut Dika yang sebenarnya ingin melanjutkan kata-katanya.

Sky menghembuskan napas berat, "Saya tau. Orang tua saya, para karyawan, bahkan mungkin juga kamu. Akan berpikir bahwa saya ini gila, kurang kerjaan atau stres! Mencoba mengulik dan mencari tau hal yang terjadi sudah 15 tahun yang lalu, yang bahkan aku sendiri samar-samar mengingatnya. Tapi aku sudah bersumpah pada diriku sendiri, jika aku tidak bisa selangkah lebih tau atas kejadian 15 tahun itu. Maka aku sendiri juga tidak akan bisa maju satu langkah dengan hidupku saat ini." Sky berkata demikian sambil membolak-balikkan berkas gambar-gambar bangunan yang tadi Dika presentasikan.

"Maaf Pak Sky, saya sudah lancang. Tapi saya tidak akan bertanya masalah itu." Dika merasa tidak enak dengan pemikiran Sky yang menarik kesimpulan sendiri begitu saja.

"Lalu?"

"Apa Pak Sky masih ingat dengan staf baru yang mempunyai luka di tangan dan kakinya tadi?"

"Hm ...." Jawaban Sky yang singkat, padat dan jelas.

"Dia meminta pinjaman dengan nominal besar ke departemen Finance."

"Lalu?"

"Lalu ya, ditolak mentah-mentah oleh admin Finance. Karena dia masih anak baru, dan nominal yang dia pinjam juga lumayan besar."

"Berapa?"

"500 juta Pak Sky. Tadi admin Finance berkata segitu."

"Setelah istirahat suruh staf baru itu keruangan saya."

"Baik Pak Sky."

***

Pikiran yang penuh dan terasa buntu, membuat Caca tak berselera makan. Hal ini membuat Sani khawatir kepada Caca.

"Kamu kenapa Ca? Cerita aja sama aku. Siapa tau aku bisa bantu, terus ini ... dan ini lagi, semuanya gara-gara Ibu kamu?" tanya Sani menebak sekaligus menyelidik.

Caca hanya bisa mengangguk pasrah. Ia terlalu malu untuk menceritakannya kepada Sani, terlebih masalah saat ini ia tengah membutuhkan uang sebanyak 500 juta. Sungguh, tidak mungkin ia akan membeberkan itu semua kepada Sani.

"Ca! Nanti abis istirahat langsung ke ruangan Pak Sky segera." Dengan jutek salah satu staf finance itu menyampaikan amanah dari Pak Dika.

"Hah?" Untuk beberapa saat Caca masih terbengong. Otaknya masih mencoba mencerna, apa yang baru saja kupingnya dengar apa tidak bermasalah?

"Ca! Ye ... kok malah bengong. Lima menit lagi jam istirahat selesai, tadi kamu denger kan ditunggu di ruangannya Pak Sky? Gila, punya salah apa kamu Ca? Sampe Pak Sky panggil kamu ke ruangannya. Seumur-umur manager kita aja belum pernah dipanggil ke ruangan Pak Sky," ungkap Sani heran.

"Ga tau San, ya sudahlah. Aku pasrah aja mau diapain juga. Orang miskin kaya aku bisa apa."

"Ya kali kamu mau diperkaos juga pasrah aja! Gila kamu Ca. Ya kalo yang merkaos kaya Pak Sky, aku pribadi juga ga masalah sih," tutur Sani dengan polosnya.

"Itu mah mimpinya kamu Sani!"

"Hahahaha, ya udah buruan sana. Jangan sampe telat, ntar tambah kena semprot kamu."

Caca dan Sani berpisah di depan pintu lift. Dengan langkah gugup bercampur dengan ketakutan, Caca berusaha tetap tenang menuju ruangan orang nomor satu di tempat ia bekerja itu.

"Selamat siang Pak Dika," sapa Caca saat sudah berdiri di depan ruangan Sky.

"Siang, silahkan. Pak Sky sudah menunggu." Dika membuka pintu ruangan Sky dan mempersilahkan Caca masuk.

"Pak Sky, Caca sudah datang."

Sky memutar kursi singgasananya, menatap sejenak sosok Caca dari ujung kaki hingga ujung kepalanya.

"Manager Finance mengatakan bahwa kamu mengajukan permohonan peminjaman uang sebesar 500 juta, apa itu benar?" Entahlah, Sky mulai merasa ada sesuatu yang membuatnya tak merasa bosan memandang wajah gadis yang masih terlalu polos dan lugu ini.

"I-iya Pak Sky."

"Benar 500 juta?"

"I-Iya Pak Sky, li-lima ratus juta," ucap Caca sembari menahan ketakutan yang membuat tubuhnya bergetar hebat.

"Apa jaminannya jika kamu saya berikan pinjaman sebesar itu?"

"Yang benar saja," batin Sky menggerutu. Ia kira uang 500 juta itu hanya sedikit, sama nilainya dengan membeli kacang goreng di pinggir jalan?

"Saya tidak punya jaminan Pak Sky, tapi saya berjanji akan bekerja keras dan melakukan apapun yang bapak perintahkan sebagai ganti menyicil hutang saya." Caca memohon dengan sepenuh hati.

"Apapun?" tanya Sky sembari menaikkan alis sebelah kanannya.

Caca segera mengangguk, membenarkannya.

"Kalau begitu, kamu harus menjadi wanita kedua saya. Menemani dan melayani saya sampai waktu yang saya tentukan."

"A-apa?!" Caca terhenyak mendengar kata-kata yang baru saja bosnya ucapkan itu. Begitu juga dengan Dika yang tak kalah terkejutnya dengan keputusan Sky.

Bersambung ...