webnovel

Chapter 7

Sesampainya di mesjid yang agak besar terletak bersebelahan dengan kampus Aisyah aku lalu memarkirkan sepedaku kemudian sholat sunnah di masjid tersebut, setelah selesai sholat aku sempatkan untuk membaca Al quran kecil yang ada disaku baju ku. Setelah membaca beberapa ayat mata ku begitu berat dan akhirnya tertidur pulas di masjid tersebut.

Suasana didalam masjid yang sejuk dan tenang membuat ku makin terbuai dalam mimpi hingga tanpa sadar begitu lamanya aku tertidur sampai pengurus masjid tiba tiba membangun kan ku.

"Mas...Mas...bangun...mau masuk dzuhur"

"oh udah masuk dzuhur yah Mas?, maaf aku ketiduran disini" ujar ku sembari mengucek mata ku

"yasudah mumpung orang masih baca Al quran Mas mandi aja dulu"

"oh iyah Mas,makasih" ujar ku yang kemudian berdiri lalu berjalan kearah belakang Masjid yang ada kamar mandinya untuk menumpang mandi sebentar.

Setelah selesai mandi tanpa pakai sabun dikarnakan sabun nya enggak ada terpaksa cuman basah basahan doang yang penting di liat orang abis mandi, aku kemudian berjalan lalu duduk di masjid sembari menunggu adzan di kumandangkan.

Setelah selesai menghadap Rabb Alam Semesta kemudian aku duduk santai di pelataran masjid sambil melihat hiruk pikuk kesibukan orang lalu lalang di jalan raya yang jaraknya sangat dekat dengan Masjid, pandangan ku terarah kepada seorang akhwat yang memakai baju gamis hitam dan jilbab besar hingga menutupi hingga betisnya lalu bercadar hingga tinggal matanya doang siapa lagi kalau bukan Aisyah.

Dirinya lalu berjalan mendekat kepadaku hingga ketika kami berjarak 2 meter lalu berhenti seraya menyapa ku.

"Mas ayo pulang" ajaknya

"kok anti jalan?, kenapa enggak sms aja tadi biar ana jemput"

"enggak usah khi, ana males entar dia ngajak ribut antum lagi" ujarnya

"dia siapa?" tanya ku penasaran

"antum udah ketemu kok tadi pas habis ngantar ana"

"oh cowok yang tadi pagi toh, itu pacar anti yah?" goda ku

"bukaaaannn...khi, dia aja yang suka ngejar ngejar ana tapi ana males deket deket cowok macam dia, suka ngumbar perasaan ke akhwat lain tapi enggak berani nikahin"

"tapi anti suka kan 😄"

"sekali lagi antum maksa ana bilang suka ke dia ini sepatu bisa melayang di batok pala antum"

"wew jangan dong 😆"

"yaudah ayok buruan pulang, panas nih" rengeknya

Lalu aku bergegas mengambil sepesa onthel ku di parkiran kemudian mendatangi Aisyah yang sudah menunggu didepan gerbang Masjid, kami kemudian meluncur menuju jalan pulang kerumah Aisyah, ketika dijalan diriku menggenjot sepeda pelan karna banyak turunan gunung hingga enggak terlalu capek membonceng Aisyah.

"khi..." Aisyah tiba tiba menyapa ku

"hmmm..." sahut ku tanpa menoleh kearahnya

"bantuin ana please" doi mulai merengek lagi kek anak balita

"bantuin apa?" tanya ku

"ngomong ke Ayah ana tolong pernikahan kita dipercepat aja"

"uhuuk...uhhuukkk..." diriku terkejut sampai sampai nelen ludah kayak nelen biji kedondong

"antum kenapa?, kok kaya kaget gitu?"

"enggak, ana enggak apa apa kok, cuman sedikit kaget aja kok anti berpikiran pengen cepet di laksanakan pernikahannya?, emang anti udah ngebet yah pengen nikah sama ana hihihi"

"enggak usah ketawa gitu jelek tau, sama tuh otak mesum di ilangin maksud ana kita nikahnya dipercepat supaya enggak ada lagi ikhwan yang ganggu ana di kampus, bete ana selalu aja di ganggu kadang ada ikhwan datang pengen lamar ana lah tapi enggak berani kalau ana suruh nemuin orang tua, apalagi si Rendy yang ketemu antum tadi pagi tuh enggak ada puas puasnya ganggu ana khi"

"oh jadi motivasi anti pengen nikah cepet cuman gara gara enggak mau di ganggu para ikhwan di kampus?, bukan karna pengen menyempurnakan separuh agama gitu atau untuk memperbanyak keturunan supaya Rasullullah bangga akan banyak umatnya diakhirat kelak?"

"itu juga ana mau khi, nikah kan ibadah dan juga bisa melindungi ana dari para ikhwan ikhwan yang hobi mengganggu ana"

"yaudah deh entar ana bicarakan sama Ayah dan Ibu dulu apakah mereka mau mempercepat pernikahan kita" ujarku

Saat sampai dirumah Aisyah aku lalu disuruhnya menunggu sebentar di luar karna doi ingin memanggilkan Ayahnya. Padahal sebenernya aku pengen cepet pulang supaya Om Rahman enggak memberiku uang lagi, bagi ku pemberiannya semalam terlalu banyak hanya untuk mengantarkan Aisyah doang ke kampus.

"eh ada Nak Abe, mau ngomong disini apa di dalam aja?" ucap Om Rahman dari arah pintu

"maksud Om?, Om mau ngomong sama aku?" ujar ku yang kebingungan

"lah kata Aisyah Nak Abe mau ngomong 4 mata sama Om?. Yang bener yang mana ini" beliau ikut bingung

"wah sial ini pasti ulah Aisyah yang ngebikin rencana" bathin ku seraya menatapnya di belakang Om Rahman

Doi lalu mengedipkan matanya seperti mengisyaratkan supaya diriku ngomong agar pernikahan kami dipercepat.

Akhirnya dengan berat hati aku lalu masuk kerumah Aisyah bersama Om Rahman lalu duduk di ruang tamu sedangkan Aisyah main nyelonong masuk kekamarnya tanpa mempertanggung jawabkan kata katanya tadi.

Lama sekali aku terdiam karna ingin merangkai kata kata yang sebenernya mudah hanya tinggal bilang "om boleh saya minta agar pernikahan kami dipercepat" namun karna gugup dan takut menyinggung Om Rahman kata kata yang mudah menjadi sangat berat bagai memikul beban satu ton di pundak ku.

"Nak kalau mau ngomong,ngomong aja sama Om enggak usah sungkan gitu"

"tapi Om,anu...emhh..." sembari menggaruk kepala yang sebenernya enggak gatal

"masalah pernikahan mu dengan Aisyah yah" ujar beliau

Dengan setengah terkejut aku lalu menatap wajah beliau yang sedang tersenyum kearah ku, aku lalu berucap

" loh kok Om tau tentang apa yang mau aku omongin?"

"iyah Om tau dari istri Om, masalahnya Aisyah kalau curhat pasti ke Ibunya. Hmmm...emang Nak Abe siap nikah sebelum bulan ramadhan?"

"bulan ramadhan Om?, kan tinggal beberapa minggu lagi?, aduh apa enggak kecepeatan?"

"lebih cepet lebih baik kan, dari pada menimbulkan fitnah antara Nak Abe dan Aisyah? gimana? Nak Abe siap enggak?"

"sii...sii...siiaaap om aku siap insya Allah" jawab ku tergagap

"yasudah sampaikan salam om ke Ayah dan Ibu kamu jangan lupa bilang kalau pernikahan kamu dan Aisyah dipercepat" pinta Om Rahman sembari menepuk bahuku

Entah lah apakah aku akan siap menjalin rumah tangga dengan Aisyah di umurku yang masih 19 tahun?, sedangkan persiapan ku saja belum cukup tentang mempelajari bagaimana karakter wanita, ceramah ceramah yang aku ikuti pun kadang cepat hilang dari ingatan ku.

"yah semoga pernikahan ku dengan Aisyah kelak enggak seperti yang aku bayangin" bathin ku sembari berjalan pulang meninggalkan rumah Aisyah