webnovel

Bab 17. Rencana Yang Penuh Dengan Fitnah

Afon meninggalkan kantor Altair dengan hati riang. Hari ini dia memang tidak bisa berbicara pada Vipera, tapi ia akan mencarinya lain waktu. Ia harus bisa membawa gadis itu ke perusahaannya. Jika Altair sangat menghargainya, maka Afon percaya bahwa kemampuan Vipera memang sebagus itu. Baginya saat ini tidak masalah jika Altair tidak menginginkan Anjani. Dia bisa menawarkan Vipera pada pria itu, bukankah Altair terlihat sangat menghargainya? Bahkan menyebutnya sebagai karyawan terbaik.

Dan dari cerita Anjani, Altair juga sangat melindungi Vipera. Bahkan jika Altair memutuskan Anjani hanya demi Vipera, saat ini Afon tak lagi peduli. Baginya selama Vipera bisa dimanfaatkan, maka apapun kesalahannya bisa dimaafkan. Lagipula tidak masalah jika Anjani bersama Lev, ia hanya perlu membujuk Anjani kembali pada pria itu. Karena bagaimanapun Lev berasal dari keluarga yang sangat terhormat. Keponakan kesayangan seorang Abrisam, pria yang memiliki grup perusahaan yang ada di beberapa negara, tidaklah rugi jika Anjani memasuki keluarga seperti itu.

Hanya perlu membujuknya untuk bisa merayu Lev berbaikan kembali. Mereka pernah melewati bertahun-tahun bersama, tidak mungkin tidak ada perasaan diantara mereka. 'Akan lebih bagus jika mereka pernah tidur bersama,' pikir Afon. Mengingat sikap bebas Anjani selama ini, ia yakin putrinya itu pasti sudah pernah menjerat Lev di tempat tidur. Dan Afon akan menjadikan itu sebagai senjata untuk membuat Lev bertanggung jawab pada Anjani.

'Sempurna,' begitu yang ada dalam kepala Afon saat ia pulang dari kantor Altair. Dalam pikirannya, Afon merencanakan beberapa bagian yang bisa menjerat Altair maupun Lev. Kedua laki-laki itu akan sangat bermanfaat bagi perusahaannya jika mereka memasuki keluarga Afon. 

Afon bergegas pulang ke rumah, ia harus bicara dengan Anjani. Gadis manja yang telah mogok melakukan apapun kecuali makan dan shopping itu semringah ketika ayahnya pulang. Ia memburu Afon dengan mata penuh harapan.

"Gimana Pa? Altair mau?" kejarnya.

Afon memaksanya untuk duduk dan menatap Anjani serius. "Sampai dimana hubunganmu dengan Lev?" tanyanya kemudian.

Anjani melengak mendapat pertanyaan tidak diduga itu, bukankah ayahnya pergi menemui Altair? Kenapa jadi membicarakan Lev?

"Apa maksud Papa?"

Afon memegang bahu Anjani dengan sedikit kasar, membuat gadis itu meringis dan mencoba melepaskan diri. "Katakan pada Papa, apa kau pernah tidur dengannya?"

"Tidur?" heran Anjani, otaknya yang hanya berkapasitas 512 Mb itu mendadak berhenti bekerja.

"Tidur Anjani, tiduuur," geram Afon. "Kau pernah satu ranjang dengannya? Maksud Papa kau memberikan keperawananmu padanya?"

"Ha? Tidak tuh," sahut Anjani. "Bukan dia."

"Apa maksudmu bukan dia?" sentak Afon, apa gadis ini menyerahkan keperawanannya pada pria lain?

"Ya memang bukan Lev."

"Lalu siapa?"

"Ga tau, soalnya Anjani mabuk Pa…tau-tau udah di kamar hotel."

Rasanya Afon ingin menggaruk isi kepala anak gadisnya ini. "Kapan itu terjadi? Apa saat kau sudah pacaran dengan Lev?"

"Kapan ya? Kayanya udah lama sih, mungkin waktu Anjani SMA apa SMP ya?"

Kepala Afon hampir meledak sekarang, semua rencana indahnya buyar seketika dan ia menatap Anjani dengan mata yang hampir berputar saking pusingnya. Bagaimana dia membesarkan putrinya selama ini?

"Jangan bercanda Anjani!" bentaknya.

"Papa gimana sih? Kan tadi nanya. Dijawab malah ngamuk," rajuk Anjani. Ia menghempaskan tangan Afon yang seketika lunglai mendengar jawabannya. Runtuh sudah harapannya sekarang, satu-satunya yang bisa ia harapkan hanyalah Vipera. Tapi ia tidak akan menyerah begitu saja.

"Dengar, Altair tak bersedia kembali meneruskan pertunangan. Dia sudah terlanjur kecewa karena kau berkencan dengan Lev saat kalian masih terikat pertunangan. Sekarang yang bisa kau lakukan hanyalah kembali pada Lev. Bujuk dia untuk mau bersamamu lagi dan kau harus bisa membuatnya menikah denganmu," ujar Afon.

"Kenapa jadi Lev?" jerit Anjani sebal. "Harus Altair!"

Plak! Tanpa sadar Afon menampar wajah cantik putrinya. Membuat Felicia yang tengah berada di dapur berlari mendekat dan memaki-maki suaminya. Ia memeluk Anjani yang sesenggukan tak menduga ditampar sang ayah.

"Kau ini kenapa?" jerit Felicia.

"Aku kenapa?" sentak Afon kasar. "Coba kau pikir, anak perempuanmu sudah kehilangan kesuciannya sejak SMP? Kau pikir itu wajar?"

Felicia tersentak, ia mendorong Anjani sedikit menjauh dari tubuhnya. Menatap mata putrinya yang masih banjir air mata. "Apa itu benar?" sahutnya pelan, tapi jelas mengandung amarah.

"Memangnya kenapa sih Ma? Teman-teman Anjani juga begitu!"

Kepala Felicia ikut berputar seperti otak Afon yang melayang-layang demi mendengar jawaban Anjani. Ia terhuyung dan jatuh duduk di sofa dengan perut mual. "Kau bertanya kenapa Anjani? Kesucian adalah harta bagi seorang perempuan. Kepada siapa kau memberikannya?" tanya Felicia, mencoba melembutkan suaranya sementara amarah berdentum-dentum dalam dadanya.

"Ga ingat," jawab Anjani.

"Ga ingat? Memangnya kau sudah melakukannya dengan siapa saja?"

Anjani merengut dan berdiam diri, ia tidak mungkin jujur pada orang tuanya bahwa tubuh cantiknya itu telah dijamah oleh banyak laki-laki.

"Apa kau pernah melakukannya dengan Lev atau Altair?" tanya Felicia, mengeluh ketika Anjani menggeleng. "Kau berpacaran dengan Lev selama enam tahun dan bertunangan dengan Altair selama tiga tahun, tapi kau tidur dengan orang lain? Mama sekarang mengerti mengapa mereka membuangmu!"

Menjalin hubungan dengan Lev selama masa pertunangannya saja sudah membuat nama Anjani seperti gadis murahan. Jika kelakuan bebasnya tersebar, Felicia tak tahu lagi bagaimana ia harus membuat gadis ini punya muka berhadapan dengan orang tua Altair.

"Maa! Mereka itu dirayu sama Ular!" teriak Anjani.

"Jangan bawa-bawa Vipera dalam kasusmu ini!" bentak Afon seketika. Felicia dan Anjani melotot kejam pada pria itu.

"Papa membela dia?" keduanya bertanya bersamaan. Afon menghempaskan tubuhnya di sofa.

"Tidak, Papa bukan membela dia. Tapi, sekarang ini masalahmu tidak ada kaitannya dengan anak itu," sahut Afon lemah. "Apa menurutmu kau kehilangan kesucianmu di tangan orang yang tidak bisa kau ingat adalah kesalahan Vipera?"

"Bagaimana kalau itu benar? Dia yang menjebak Anjani sampai mabuk lalu membawanya ke hotel? Dia bisa saja melakukan itu dan menyuruh orang menodai Anjani?" suara Felicia terdengar penuh harapan. Sebisa mungkin ia mengarahkan semua kesalahan pada Vipera, agar Anjani selamat dari amukan Afon selanjutnya.

"Kau pikir dia bisa melakukan itu?" tanya Afon.

"Tentu saja, dia sama berbisanya seperti ibunya," sahut Felisia kejam. Dan Afon dengan bodohnya berharap itu benar. Bahwa memang Viperalah yang menjebak Anjani agar ia punya alasan untuk memaksa Lev atau Altair meninggalkan dia dan kembali pada Anjani.

"Papa harus kasih tau Altair sama Lev tentang betapa jahatnya dia," isak Anjani. Dia dengan sempurna menamatkan kisah palsu itu. "Mereka harus tahu kalau dia perempuan yang tidak pantas untuk dicintai."

"Itu benar," sahut Felicia bersemangat. "Mama akan bicara pada Ibu Altair agar dia bisa menasehati anaknya."

Wajah Anjani seketika riang, tidak sulit ternyata untuk menjadikan Vipera sebagai sumber kemalangannya. Orang-orang akan seketika percaya dengan ceritanya karena tidak banyak yang tahu tentang Vipera. Dia selalu hidup dalam kesendirian dan terkucil. Hanya Bi Sumi yang benar-benar mengenalnya dan perempuan itu tak mungkin bisa membela Vipera sekarang. Senyum licik Anjani mengorak seperti kelopak bunga Wijaya Kusuma yang bergerak mekar.

"Papa juga harus menemui Ular itu agar dia mau mengakui perbuatan jahatnya," sandiwara Anjani berlanjut. Ia bertekad untuk membuat hidup Vipera tidak pernah nyaman dan jika perlu berakhir dengan mengenaskan. Orang-orang yang ada di sekitarnya sekarang tidak tahu masa lalunya, teman-teman SMP dan SMA Anjani tak lagi banyak yang berkomunikasi dengannya. Dan mereka tidak akan mungkin merespon berita itu jika kelak rumor bahwa Vipera menjebak saudara tirinya hingga ternoda menyebar.

Afon yang melihat itu sebagai satu-satunya jalan akhirnya mengangguk dan menyanggupi untuk bicara pada Vipera. Tapi di sisi lain, Felicia memiliki rencana sendiri. Ia yakin suaminya akan menjalankan rencana dengan setengah-setengah, karena itu dialah yang harus bertindak lebih cepat. Orang-orang harus segera tahu betapa menderitanya Anjani karena ulah jahat Vipera.

Sementara itu, Vipera yang baru kembali dari bertemu klien bersama Altair dan rombongannya menghela nafas ketika sederet pesan dari Afon singgah di kotak pesannya. Tidak saja Afon, bahkan Felicia pun mengiriminya belasan atau mungkin puluhan pesan panjang.

'Apa ini?' batinnya ketika memeriksa semua pesan itu. 'Aku menjebak Anjani hingga mabuk dan membawanya ke hotel? Kisah apa yang sedang mereka mainkan?'

Gadis itu tersentak ketika Lev menghubunginya. "Vipe, apa yang terjadi?" tanya Lev dengan nada sangat lembut, ia terdengar cemas.

"Aku baik-baik saja," ujar Vipera pelan.

"Kau bertengkar lagi dengan keluargamu?"

"Ah tidak. Hari ini Tuan Afon datang ke kantor, sepertinya dia bicara dengan Altair. Hanya itu," sahut Vipera.

"Apa yang mereka bicarakan?"

"Lev, aku ngga mungkin bertanya pada mereka apa yang mereka bicarakan bukan?"

Terdengar helaan nafas berat Lev dari seberang sana, Vipera tahu ia pasti juga mendapatkan pesan yang sama dari Afon, Felicia atau Anjani. "Kau juga menerima pesan mereka?" tanya Vipera pelan.

"Mereka mengirimnya padamu?" sergah Lev, jika tadi ia terdengar cemas sekarang suaranya mengandung amarah. "Aku akan menjemputmu sekarang," sambungnya.

"I'm ok," sahut Vipera menangkan. "Aku baik-baik aja Lev. Aku akan pulang sesuai jam kerja. Jangan khawatirkan aku," sambungnya.

Tapi Lev tidak bisa tenang, membaca seluruh pesan yang dikirimkan Afon dan Anjani padanya, tentang Vipera yang menjebak Anjani saat SMP Lev yakin salah satu dari mereka akan mendatangi Vipera di kantor. Haruskah ia mendatangi kantor Altair sekarang atau haruskah ia memberitahu Dan? Atau memberitahu Altair?

Dalam hati ia bertanya-tanya apakah Altair juga mendapatkan pesan yang sama? Dan bagaimana reaksinya? Mungkin dia percaya?

Lev menghubungi Dan, bicara panjang padanya tentang semua pesan yang ia dan Vipera dapatkan dan kemungkinan keluarga Afon membuka rumor itu ke media demi mendapatkan perhatian Altair. Dan tercenung sejenak setelah mendengar cerita Lev.

"Bisa-bisanya mereka membuat cerita seperti itu," keluh Dan.

"Kau tahu bagaimana mereka, tentu saja mereka bisa melakukan itu," sahut Lev. "Dan aku khawatir orang-orang disekitar Vipe akan mempercayai berita itu," sambungnya.

"Yah bisa saja itu terjadi. Kita juga harus mempersiapkan diri untuk melawan mereka," sahut Dan pelan. "Aku punya beberapa foto dan video kekerasan yang mereka lakukan pada Vipe. Aku juga punya beberapa foto dan video tentang Va maupun Anjani. Tapi sekalipun itu bisa kita jadikan senjata, tetap saja kita harus merencanakannya dengan baik agar Vipe tidak terluka lagi," imbuhnya.

"Oke, kita bicarakan sore ini di rumah," sahut Lev. "Berharap ini hanya beredar diantara kita saja."

Tetapi harapan Lev menguap ketika sorenya sebuah media daring memberitakan rumor palsu itu. Lengkap dengan sebuah foto Anjani remaja yang dipapah oleh seorang perempuan menuju hotel. Seringai buruk terbit di bibir Lev, ia tentu saja mengenali foto itu. Foto Anjani yang diambil oleh seorang paparazi saat ia mabuk dan dibawa salah satu temannya ke hotel. Tapi disana tertulis, yang tengah memapahnya adalah saudari tirinya, Vipera. Bahwa Vipera membawanya ke hotel setelah membuat Anjani mabuk dan meninggalkannya sendirian di kamar hotel bersama beberapa pria yang kemudian menodai Anjani.

Dan sekarang akibat kejadian itu, Anjani diputuskan Lev dan juga diputuskan Altair. "Mereka benar-benar sialan, tapi media brengsek yang hanya menerima uang tanpa mengecek kebenarannya jauh lebih sialan," maki Lev.

Ia lalu meminta salah satu anak buahnya untuk mengetik komentar di bawah berita itu. "Apa kalian tidak pernah berpikir bagaimana bisa seorang gadis yang telah bertunangan tapi juga berkencan dengan pria lain? Mungkin itulah yang membuat Altair maupun Lev memilih meninggalkannya?"

Jika diatas komentar itu ada banyak yang memaki saudari tiri Anjani, komentar dari anak buah Lev seketika mendapatkan perhatian. Beberapa orang menyukai komentar itu bahkan ada yang membalasnya dengan nada setuju. Sebagian lain justru mengomentari bahwa mereka beberapa kali pernah melihat Anjani mabuk di klub malam bersama beberapa pria.

Sekalipun kemudian komentar itu ditimbun dengan komentar lain yang memojokkan Vipera tapi Lev tersenyum. Ia hanya perlu mengerahkan beberapa orangnya untuk membuat rumor lain tentang Anjani dengan foto-foto dan video yang ada di tangannya. Sedikit demi sedikit ia akan mengeluarkan aib keluarga Afon.

"Tidak perlu terlalu frontal," ucapnya sendiri. "Mari kita bermain dengan cantik Tuan Afon."

Dan yang juga melihat berita itu bangkit dan mendekati Vipera berharap ia tidak melihatnya. Tapi sayangnya ada salah satu karyawan yang sudah membacanya dan memberitahu gadis itu.

"Dan kau percaya?" tanya Ruly dengan nada aneh.

"Kenapa? Mungkin saja itu benarkan?" sahut temannya. "Bisa saja Vipe iri pada Anjani yang dilimpahi kasih sayang orang tuanya."

Ruly mengekeh panjang, membuat semua mata menatapnya aneh. "Aku mengenal Anjani sejak kami SD," sahutnya. "Aku tahu persis bagaimana perilakunya sejak remaja. Kami satu sekolah sejak SD hingga SMA, dan aku tahu bagaimana dia. Dia bilang dia dijebak? Bahkan sejak kelas satu SMP dia sudah mengenal klub malam, merokok, mabuk, dan bergaul dengan para berandal. Jelas dia tidak dijebak tapi menerjunkan diri kedalamnya," sahut Ruly, terdengar kesal.

"Kau mengenalnya? Pantas saja kau tidak pernah ramah padanya," sahut si teman yang tadi mencoba memojokkan Vipera. "Maaf Vipe, aku tak seharusnya mengatakan hal buruk itu."

Vipera tersenyum lembut. "Tidak apa-apa, sudah biasa," sahutnya pelan. Dan menepuk lembut bahu sahabatnya itu, mengacak rambut Vipera dan kembali ke mejanya sendiri.

"Kau mengenalnya sejak lama?" tanya Vipera ketika ia dan Ruly tinggal berdua. Ruly mengangguk.

"Aku juga tahu betapa buruknya mereka memperlakukanmu," sahut Ruly pelan. "Kau tidak mengingatku? Yah, kau mungkin tidak mengenalku sekalipun aku ada disekitarmu sejak lama."

Vipera menatapnya lama. "Ibuku adalah asisten ibumu dulunya, setelah ibumu meninggal, dia terpaksa menjadi asisten Nyonya Felicia untuk beberapa waktu. Karena itu kami sering datang ke rumah itu," cerita Ruly.

Mata Vipera melebar mendengar cerita itu. "Kau? Ibumu mengenal ibuku?"

"Hmm, kalau kau ingin bertanya tentang beliau, aku yakin Ibu ngga keberatan. Aku bisa mengenalkanmu pada ibuku," janji Ruly. "Dan aku juga bisa membuat Ibu bicara yang sebenarnya tentang Anjani agar rumor ini tak terus merebak."

"Tapi, bukankah beliau asisten Nyonya Felicia?" tanya Vipera.

"Ibu berhenti saat kau kabur dari rumah. Ibu mencoba menemukanmu dan sesekali mendatangi rumah lama ibumu berharap kau ada disana. Tapi rumah itu selalu terlihat sepi."

"Aku memang tinggal disana sampai beberapa waktu lalu," sahut Vipera. "Hanya aku dan Bi Sumi, tidak banyak yang tahu kami tinggal disana. Aku sengaja menutup diri agar keluarga Afon tak mudah menemukanku. Tapi toh akhirnya mereka tahu bahkan mereka membuat kunci duplikat dan bisa memasuki rumah."

"Vipe, kau pasti sangat terluka dengan perlakuan mereka," sahut Ruly. "Harusnya aku dan ibuku menemuimu di rumah itu. Kami benar-benar tidak tahu jika rumah itu ada penghuninya karena setiap kali datang, tidak pernah ada orang yang terlihat disana. Sekalipun rumah itu terawat dengan baik, Ibu hanya berpikir bahwa itu dilakukan oleh keluarga ibumu."

"Tidak ada keluarga ibuku yang tersisa Ruly. Hanya aku, setelah Tuan Afon merebut segalanya dari mereka. Termasuk nyawa mereka semua."

*Bersambung*