webnovel

Bab 13 : Menjadi awal.

“Aaaaa!”

Teriak Mera sambil menahan pakaiannya.

“Apa yang kamu lakukan?” tanya Rian meninggikan suaranya.

“Aku hanya menunjukkannya kepada kalian. Bocah, tolong jangan tahan pakaian 'Ganti' mu itu untuk berubah.” katanya melembut pada Mera.

“Apa maksudmu hah! Tidak akan, tidak akan kulepaskan!”

“Lihat dulu, aku tidak akan berbuat jahat padamu. Aku janji. Jadi lepaskanlah dulu.” ucapnya melunak.

Mera kemudian dengan ragu melepaskan ganggamannya pada pakaiannya. Seketika pakaian 'Ganti' itu jatuh dan tersisa pakaian putih-putih. Kami terkejut. Mematung.

Bagaimana bisa pakaian itu berubah. Sejak saat tadi aku memakainya, aku tidak memakai pakaian putih-putih seperti itu.

Mera, dia hanya bisa memperhatikan pakaiannya. Terkejut.

“Ba-bagaimana bisa?” lirihnya.

“Tentu saja bisa, maka dari itu pakaian ini dinamakan pakaian 'Ganti'.” senyuman bangga itu dia sunggingkan kepada kami.

“Maaf.” gumam Mera.

Dia menundukkan pandangannya malu. Tidak bisa berkata apa-apa atas kesalahpahaman tadi.

“Sudahlah, tadi kamu bilang akan bertarung denganku kan.”

“Jadi bagaimana merubahnya?”

“Seperti ini, tali ini, kalian tarik.” tunjuknya sebagai jawaban pertanyaanku.

Lalu pakaiannya berubah, terlepas jatuh dan berganti menjadi putih-putih. Kami yang memperhatikan langsung saja mempraktekkannya.

Keren sekali. Sesaat setelah aku menariknya pakaian itu berganti menjadi pakaian putih-putih yang bersih.

“Sudah kan? Kalau begitu ayo masuk ke ruang pelatihan.”

Arion berjalan ke samping kanan ruanganya dan membuka pintu menuju ruang lain. Sebelumnya dia meletakkan pakaian ''Ganti''-nya di atas meja. Kami mengikutinya berjalan.

Saat memasuki ruangan, terlihat dinding kayu dan lantai matras berwarna putih menyambut kami. Beberapa orang sedang berlatih disana. Mengikuti pemimpin gerakan.

Arion tidak berhenti, dia terus berjalan lurus membelah mereka yang sedang berlatih. Kami yang dibelakang hanya bisa mengikutinya sambil menunduk menghormati. Hingga berhenti di depan pintu kayu geser. Dia membukanya dan membiarkan kami dibelakangnya masuk.

“Tolong yang paling belakang tutup kembali pintunya.” titahnya yang langsung saja dilakukan oleh Rian.

“Jadi, tadi siapa yang menantangku?” ucap Arion berbalik kepada kami.

Kini kami berada di ruangan kecil tertutup dengan matras putih yang tebal sebagai lantainya. Hanya kami berenam disini. Suara di balik pintu tidak lagi terdengar.

“Sombongnyaa, Ela, tolong jadi wasitnya yaa!” jawab Mera sembari maju ke depan Arion.

Agam, Rian, dan Zeta menepi, sedang aku melangkah maju menjadi wasit seperti yang diminta Mera.

“Oke, sudah siap?” lirikku pada mereka berdua.

“Pertarungan dimulai dalam tiga, dua, satu!” ucapku yang kali ini semangat setelah mereka menganggukan kepala tanda telah siap.

Mereka mulai mengawali pertarungannya. Kuda-kuda mereka pasang kuat-kuat. Tangan mereka kepal. Mera dan Arion terlihat mulai saling menilai. Terus bergerak memutar sambil memperhatikan lawan dari atas kepala sampai kaki.

“Ayo, maju! Katanya mau lawan?” ledek Arion pada Mera. Dia memiringkan kepalanya, tersenyum meledek.

Mera yang mudah terpancing emosi kali ini lebih pintar. Dia terlihat lebih tenang.

Lalu dengan cepat Mera melayangkan pukulan pertamanya. Meleset.

“Segitu aja? Cih!”

“Berisik!”

Arion mencoba menghilangkan fokus Mera, yang kupikir itu salah satu cara cerdas mengalahkan dia.

“Hoi, jangan terus berputar! Bisa kesemutan mata kami melihat kalian seperti itu terus!” sorak Rian ditepi ruangan.

Bugh!

Satu serangan telak mengenai perut Mera. Dia mundur dua langkah. Pukulan itu termasuk kuat. Belum pernah aku melihat pukulan sejenis itu.

“Sorry Mer!” teriak Rian santai.

Arion yang melayangkan pukulan itu tersenyum sinis. Mera mengepalkan tangannya dan mulai kembali maju.

Lalu dengan cepat ia layangkan satu tendangan ke arah kepala. Tetapi gagal. Kakinya lebih dulu dicekal Arion.

Mera kalah cepat.

“Ayo Mer! Kamu pasti bisaa!” semangat Zeta sambil bertepuk tangan.

“Lepasin kaki aku.” suara Mera rendah.

“Tidak.”

Bugh!

Mera memutar tubuhnya membuat satu kaki lainnya menghantam kepala Arion. Dia melepaskan pegangannya. Mera bisa kembali berdiri. Sedangkan Arion hanya bergeser satu langkah ke kiri.

“Aman?” tanyaku padanya.

Dia hanya menjawabnya dengan acungan jempol.

“Pintar juga kamu ya.”

“Iyalah karena itu aku. Huh! Percuma saja aku menyombongkan aku mendapat ranking satu disekolah. Tidak ada gunanya di kerajaan ini kan.”

“Ada tentunya. Kamu pasti lebih pintar dari yang lain kan?”

“Jangan sok tahu ya!”

“Sepertinya pertarungan ini berubah jadi lomba debat.” ucap Agam lirih.

“Heii! Cepatlah aku juga ingin bertarung dengan Zeta!” kataku akhirnya.

“Ei?”

Bugh!

Tendangan Arion tepat mengenai pinggang Mera.

“Kau curang!” teriak Mera diatas matras.

“Salah siapa tidak fokus.”

Mendengar gangguan datang lebih banyak, Mera langsung melawan membabi buta. Pukulan, tendangan menjadi lebih cepat dari sebelumnya. Kuda-kuda, kepalan tangan lebih keras dari sebelumnya.

Arion yang menyadari hal itu pun ikut memperkuat pertahanannya. Sekali dua kali pukulan dia menghindar, lalu berbalik menyerang. Keadaan yang sebelumnya membosankan kini terasa menegangkan.

Mera terus memperkuat pertahanannya. Perutnya sudah terkena pukul tiga hingga empat kali. Lututnya sudah mencium matras berulang kali. Begitu juga Arion, kepalanya sudah terkena tendangan Mera dua kali. Dadanya sudah terhantam dan pipinya pun sudah tertumbuk dua tiga kali. Aku tidak menyangka Mera menjadi lawan yang sebanding dengan Arion.

Sial! Yang itu berarti dia ada kemungkinan bisa mengalahkanku. Tapi tidak apa, aku akan memintanya mengajariku melawan seorang mengesalkan seperti Arion.

Dag.

Mera menendang Arion hingga jatuh. Dan kini dia menahannya untuk terus berbaring dengan menggunakan kakinya.

Kaki yang menahan dagu. Aku jadi teringat satu adegan di buku.

“Satuu, duaaa,” Aku mulai menghitung.

Duuuarr….