webnovel

Penilaian

Dia mengambil troli dan mulai mencari barang yang dibutuhkan. Matanya melihat dengan seksama beberapa nama produk di sana.

Sampai tak menyadari seorang gadis kecil mungkin baru berusia dua tahun berada di bawah trolinya. Masuk ke tempat barang berat berada. Ia sadar ketika ingin meletakkan persediaan beras di sana.

Gadis itu tiduran sambil meminum susu yang terletak di dalam botol.

Gadis itu menatap ke sekeliling bingung.

Takut membahayakan jika terlalu lama, ia pun meletakkan kembali beras itu dan berjongkok. Mengendong anak itu. Beruntung gadis kecil itu tak menangis. Segera saja ia berjalan ke arah kasir. Ingin memberitahukan soal kehilangan anak sepertinya.

Sang pelayan kasir tadi sempat melihatnya masuk, tapi tidak melihat gadis itu menggendong anak, lalu dia dapat dari mana batita itu.

"Adikmu? Mau di titip? Kan ada—"

"Tidak, dia bukan adikku, aku menemukannya—"

"Sedang apa kamu dengan anak saya! Kamu penculik ya?"

Seorang pria memakai jaket kulit dengan wajah marah menatap ke arahnya, langsung saja pria itu mengambil bayi perempuan tadi untuk di gendongnya.

Dua orang Kasir langsung menoleh kaget, sementara gadis tadi nampak menatapnya datar.

Begitu digendong bayi perempuan itu langsung menangis.

Si pria berusaha menenangkan si gadis kecil, namun batita itu makin menangis keras. Terlihat panik pria itu hendak pergi dari sana. Namun buru-buru sang gadis merentangkan tangannya dan menyuruhnya berhenti.

"Penculik?" Ulangnya menatap pria tadi. Sementara sang batita masih menangis.

Gadis itu kemudian melirik ke arah petugas keamanan yang baru bergerak ketika dilirik olehnya.

"Anda bukan keluarga anak kecil itu, siapa kau?" tanya sang gadis.

Beberapa saat kemudian, seorang pria dengan wajah panik langsung menghampiri mereka.

Ia yang melihat batita itu langsung mengambilnya dengan sedikit gemetar.

Pria besar tadi nampak kaget sebelum berniat lari. Baru saja start, Xena dengan cepat menghalanginya dengan sengaja menjegal kakinya, membuat pria besar itu jatuh terjerembab.

"Penculik!" kata sang gadis dengan suara agak besar, membuat perhatian orang-orang langsung mengarah padanya. Buru-buru petugas itu mengamankan pria tadi, dengan dibantu oleh beberapa orang yang lain.

Sementara anak kecil itu kini sudah berhenti menangis.

"Terima kasih, terima kasih," katanya terdengar gemetaran sambil memeluk putri kecilnya. Xena tahu, ucapan itu dialamatkan padanya.

"Anda bisa kembali," katanya pada pria itu yang masih agak syok, hampir kehilangan putrinya.

Pria itu mengganguk dan langsung melegang pergi. Sementara petugas keamanan tadi dan yang lain membawa terduga penculik untuk pergi dari sana.

Sementara para kasir menatap ke arah Xena dengan takjub. Xena sendiri nampak tak peduli dan memilih untuk melanjutkan belanjanya.

Seorang karyawan supermarket menanyakan bagaimana dengan barang belanjaan yang ada di troli bapak tadi, troli itu nampak separuh penuh teronggok begitu saja. Temannya yang berada di kasir menyahut untuk mengembalikan ke tempat masing-masing, sepertinya untuk sementara bapak itu tidak akan datang ke sini diiringi dengan tatapan ngenes temannya. Karena pekerjaan nya bertambah.

Namun secara tiba-tiba, troli itu akhirnya di dorong oleh seseorang, yang tak lain adalah Xena ke meja kasir.

"Saya yang bayar," katanya kemudian pergi ke arah trolinya lagi.

"Anak itu tidak bercanda kan?" bisik temannya.

"Mungkin anak orang kaya," sahut temannya menuruti ucapan Xena dan mulai memindai produk.

Tak berselang lama juga, gadis itu kembali dengan sekeranjang troli penuh.

Namun di susun dengan sangat rapi di trolinya.

"Mau pergi berkemah?" ujar salah seorang kasir lagi ramah.

"Persediaan," sahut Xena singkat.

"Mau dibantu untuk membawanya ke rumah?" tawar salah seorang karyawan laki-laki. Sepertinya memiliki usia yang sama dengan Xena.

Gadis itu mengganguk. Tak mungkin juga ia bisa membawa semuanya sekaligus. Kecuali jika dia bolak-balik dua kali.

"Tolong pisahkan dengan belanjaan yang pertama," kata Xena.

Petugas kasir itu mengganguk. Ia menggunakan kantung belanjaan yang berbeda.

"Terima kasih, semoga hari anda menyenangkan," kata karyawan itu.

Sementara itu, Xena sendiri menjinjing satu kantung belanjaan, dan pemuda yang mengikutinya tadi, membawa barang belanjaan dengan troli yang bisa dibawa dengan mudah dan cukup memudahkannya, walau ia sudah menawarkan Xena untuk membawa semuanya.

Xena hanya berdiri diam saja, demikian dengan pemuda yang berada di dekatnya.

"Bapak tadi tinggal di lantai 8, nomor 84," kata pemuda bernama Ali tersebut membuka percakapan.

"Tetangga," gumam Xena.

Xena kini menatap padanya.

"Bapak tadi biasanya belanja dengan istrinya, dan aku sering mengantarkan barang ke sana," katanya lagi menjelaskan seakan-akan sudah tahu maksud dari tatapan Xena padanya.

Pintu lift terbuka dan Xena berdiri di depan pintu apartemennya.

Terdengar bunyi Biip dan pintu terbuka.

Pemuda itu terdiam di depan pintu ketika Xena sudah masuk.

"Aku bongkar di sini saja?" kata pemuda itu.

Xena menggeleng.

"Masuklah," katanya.

Pemuda itu jadi agak canggung, baru pertama kalinya ia disuruh masuk ke apartemen seseorang, sebab biasanya jarang ada yang mengizinkan orang asing untuk masuk. Biasanya juga ia hanya menunggu di depan pintu.

Xena kemudian mulai membongkar barang belanjaan, dan meletakkannya di atas meja. Dibantu oleh pemuda itu pula.

Xena lalu menyodorkan sekaleng minuman yang baru saja dibelinya.

"Tidak, aku langsung kembali saja ke supermarket," katanya menolak.

Xena langsung membuka minuman itu dan kembali menyodorkannya pada pemuda itu dalam artian kali ini ia tak bisa menolak.

"Makasih."

Xena kemudian berjalan ke arah kamarnya, membiarkan pemuda itu duduk di sana sambil minum sambil sesekali memerhatikan sekitar.

Sepertinya gadis itu baru saja pindah ke sana. Tapi tidak terlihat ada tanda-tanda orang lain.

Tak lama Xena muncul lagi.

Kali ini gadis itu tak mengenakan penutup jaket di kepalanya. Membuat pemuda tadi bisa melihatnya lebih jelas, sebab rambut Xena dikuncir.

"Bisa tolong antarkan kantung ini ke apartemen 84?" tanya Xena kembali meletakkan dua kantung barang belanjaan ke atas troli.

Pemuda itu mengangguk.

Ia segera bangkit dan begitu keluar dari apartemen Xena, gadis itu pun menutup pintunya.

Setelahnya ia berjalan ke arah apartemen nomor 84, membunyikan belnya. Tak lama muncul seorang wanita, wanita dan putrinya yang mengekori ibunya.

"Saya mengantarkan barang belanjaan," kata pemuda tadi.

Sejenak wanita itu agak linglung.

"Oh, terima kasih, berapa total belanjaannya? Biar saya langsung bayar," kata wanita itu melirik suaminya.

"Saya tidak tahu, tadi dibayarkan oleh gadis di apartemen nomor 83."

Setelah menurunkan belanjaan pemuda itu langsung pamit. Suaminya berjalan mendekat untuk menghampiri istrinya.

"Aku tidak kenal dengan gadis nomor 84," kata suaminya cepat, takut Istrinya mengira ia punya selingkuhan.

"Apa gadis yang menolong anak kita mengenakan jaket berwarna biru dongker?" tanay wanita itu.

Sang suami nampak takjub ketika mendengar ucapan istrinya itu benar.

"Darimana kau tahu itu?" tanyanya.

Sang istri menghela napas panjang.

"Rupanya aku salah menilai orang," gumamnya membuat suaminya kebingungan.

Karyawan supermarket itu baru saja tiba di lantai satu. Ketika tiba-tiba meletakan tangannya ke saku jaket. Ia berhenti berjalan ketika merasakan ada sesuatu di sana.

"Terima kasih, Ali." Secarik kertas dengan selembar mata uang. Semacam uang tip.

Membuat pemuda itu tersenyum. Bukan karena tipnya. Melainkan sikap gadis itu.