webnovel

URAKAN

[under revision] ---------- Demonstrasi STM MAHASISWA itu mengajarkan banyak hal pada Sean : hidup itu penting, tak melulu tentang tawuran. Dan juga ... cinta. Benar, di tengah rusuhnya demo, Sean menemukan tambatan hatinya. Dan lelaki itu, adalah alasan Sean masuk ke dalam kampus berlogo Raja bersama dua anaknya. Universitas yang sangat jauh dari rumahnya dan terletak di Timur Pulau Jawa ini. Hanya dengan berbekal nama dan almamater, Sean mencarinya. Dan sumpah Sean adalah untuk mendapatkan lelaki yang bahkan tak mencintainya itu ... entah bagaimanapun caranya. ------ visualisasi URAKAN dapat ditemukan di ig @deelnefire

Deelnefire · LGBT+
Not enough ratings
27 Chs

14: Kenapa Hesa (b)

Hari itu, meski Andre tidak tidur, dia bertahan untuk melek. Wajahnya penuh determinasi, sepertinya dia sudah membulatkan tekad atau apalah. Lalu setiap waktu luangnya, dia gunakan untuk mantengin media sosial.

Satu fakta yang Andre ketahui adalah Sean mencari Hesa sudah dari lama. Dia tak pantang menyerah. Semua dimulai dari cuitannya di dalam menfess mahasiswa.

[ [cm]

To : kakak beralmet biru yang meninggalkan almamaternya

Dari : anak STM yang nyaris ketubruk mobil polisi

Kak ... Kakak dimana? Dengan siapa? Sekarang berbuat apa?

Tolong DM gue kak. Gue nyariin lu di media sosial yang luas ini!

Kangen~ ]

RT dari cuitan ini segambreng. Andre pun tahu jika beberapa doujinshi mengusung cuitan ini sebagai ide komik strip mereka. Bukan, kali ini diluar komisi Sean, jadi memang mereka melakukan itu sendiri. Lalu ada lagi, lirik full dari lagu yang digunakan di setiap doujinshi bahkan sampai cerbung. Retweetan untuk ini juga duhile, buanyak. Inti lagu itu, tentu, harapan sang pencipta untuk bertemu kekasih hati yang bahkan dia tak tahu siapa.

Hati Andre teremat membaca cerita demi cerita yang menjadi saksi bisu perjuangan Sean. Dia suka mengikuti orang yang mengesampingkan mereka ada di negara apa, yang mayoritas manusianya bagaimana, dan pantang menyerah untuk terus mengejar cinta belok.

Andre mengagumi mereka yang punya nyali.

Tapi … Kenapa harus Hesa? Kenapa orang yang rela menerjang segala rintang ini harus mengejar Hesa?

Menggigit bibir, Andre memandang ke arah lelaki berambut ikal yang kini tengah mengunyah jajanan micin. Headphone terpasang di kepala pemuda itu selagi tangan lain memainkan ponsel. Muka Hesa serius sekali, kilat matanya yang tajam membuat listrik statis mengaliri tubuh Andre; dia bergidik.

Dan tanpa bisa dinyana, hati pemuda ini bergemuruh. Mukanya memanas. Juta rasa berkecamuk di dada.

Ada satu titik yang menginginkan dia memberi tahu Hesa jika di luar sana, ada yang mencarinya. Bukankah Andre ingin Hesa bisa kembali seperti dulu? Bisa membuka hati dan merasakan cinta di usianya yang masih muda. Namun ada juga sisi hati Andre yang berbisik … 'biarkan. Biarkan Hesa tak tahu. Jika dia tak bisa memilikinya, maka akan lebih baik tak ada yang memilikinya sekalian.'

"HAH! SING NGGENAH AE (YANG BENAR SAJA), KOEN—" Andre yang frustasi tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya, menggebrak meja. Dia lupa sedang dimana, membuat seluruh penjuru mata menoleh padanya. Tapi ups, lidahnya tak bisa direm. "—TOL."

Seketika keheningan membalut. Hesa yang asyik nyemil sambil main hp buru-buru memasukkan micinnya ke dalam saku dan membuka buku tebal bertajuk SKRIPSI di depannya.

Petir serasa menyambar Andre. Akhirnya dia ingat ada di mana dia. Muka Andre pucat pasi seiring matanya memandang ke seluruh penjuru. Lebih dari lima pasang mata memandangnya tajam, muka mereka kesal. Seketika keringat dingin mengaliri punggung pemuda naas itu.

Keringat segede jagung makin deras membasahi bagian belakang tubuh si cepak ketika suara dehaman menggaung di ruangan itu. Seseorang berdiri di belakang Andre. Beliau berkacamata dan berambut klimis. "Andre Bima Suhendra. Keluar dari mata kuliah saya, sekarang!"

TIDAAAAAAAAAAAKKKKKKKKK!!

Dan yak. Andre terpaksa angkat kaki dari perkuliahan metodologi penelitian.

***

Sudah keusir dari kelas pun Andre tak jera. Dia justru hepi-hepi saja, melipir ke lab terdekat dan nimbrung di ruangan asisten serasa lab itu milik sendiri. Berikutnya ia kembali menggulir ponsel dan mencari informasi sedetail mungkin tentang Sean.

Lama sekali Andre menyelam. Jantungnya jedug jedug tak beraturan setiap kali mendapatkan informasi tentang Sean.

Tahu-tahu saja sehari berlalu.

Tahu-tahu saja waktu sudah menunjukkan pukul 18:00 Waktu Indonesia bagian Urakan.

Dan tahu-tahu saja dia lupa mengikuti 2 matakuliah.

"Koen nang kampus gae dolanan hp tah kuliah se? Cek wenak e nang kene terus? (Kamu itu sebenarnya ke kampus buat main hp atau kuliah sih? Kok enak sekali berada di sini terus?)" Radit menggeleng melihat kelakuan temannya, kakinya menendang paha Andre, berusaha memberi tahu pemilik rambut hitam pudar di sana untuk segera ngalih—pergi. Ceritanya, meski sama-sama di dalam workshop Robotika, Radit adalah asisten lab Sistem Digital, lab yang jauh berbeda dengan lab Hesa.

"Iyo iki wes mari. Kate moleh. Sssh. Rame ae koen iku (Iya ini sudah selesai. Mau pulang. Sssh. Kamu kok rame aja)," gerutu Andre tapi masih dengan tangan cetak cetuk di atas layar ponsel. Dia bahkan belum menggeser pantatnya sedikit pun. Pemilik rambut nggembel (tebal) bagian atas ini melengos, matanya berputar mendengar jawaban Andre; agaknya dia tak yakin.

Namun tak mau ambil pusing, dia bergerak ke arah lokernya dan mengambil barang dari dalam sana. "Heh, aku sing ngancing lab, ayo moleh (Hei, aku yang ngunci lab, ayo balik)," katanya sambil menenteng tas.

Tanpa menunggu lama, Radit bergerak ke arah pintu. Manusia kelahiran tahun 99 yang melihat hal ini menghela napas sebelum ikut berdiri dan memasukkan barangnya dengan tergesa.

"Bangsat. Aku diusir," gerutu Andre setelah selesai berbenah. Dia berjalan malas ke arah kawannya itu.

"Daripada galau gitu mending kamu baikan sama Hesa. Aku pusing ngerasain kamu nangkring di labku kaga ngapa-ngapain. Bikin mata sepet."

Andre menganga mendengar betapa jujurnya Radit. Berdua, berjalan keluar dari lab, akhirnya mereka saling cekcok.

Sudah jadi pengetahuan bersama kalau Andre ini demen ngekorin Hesa. Meski Andre supel, tidak semua orang betah dengan dirinya yang ramai atau gloomy abis. Hanya Hesa yang bisa dengan tepat mengatasi si bangsat.

Singkat cerita, setelah berargumen dengan Radit tentang ketegaan si tan memperlakukan Andre begitu, mereka akhirnya sampai juga di parkiran motor. Awalnya, bahkan di sini, dua manusia itu masih saling sindir akan betapa benalunya masing-masing individu pada lingkungan sekitar. Tak ada yang mau kalah. Apalagi yang lebih muda itu, kalau dibilang dia menyalahgunakan hak istimewa aslab, pasti ngegas jawabnya.

Misal nih, Radit bilang, "Ngene bro. Koen sadar diri koen iku sopo. Aslab ae ora kok yo sak penak udelmu nangkring nang ruangan aslab, nyesek-nyeseki panggon, sak suwen-suwen pisan. Yo nek labku koyok lab Elektronika e Hesa sing ndue area guedi gae aslabe sih rapopo. Lha ruangan aslab labku lho sak upil. Sadar tah ora, koen iki ngebak-ngebaki panggon? (Gini bro. Kamu sadar dirilah, kamu itu siapa. Asisten lab aja bukan, kok ya suka-suka hati gitu nangkring di ruangan khusus aslab, bikin penuh tempat, nggak pergi-pergi juga. Ya kalau labku kek lab Elektronikanya Hesa yang punya area buesaaar untuk para aslabnya, nggak apa. Tapi labku ruangannya lho kuecil kek upil. Sadar nggak sih kamu itu bikin tempat penuh?)"

Nah si Andre jawabnya ngegas, "ih kamu nolong teman kok ya perhitungan bet sih? Ikhlas nggak sih? Aku juga nggak gendats, nggak rame, diem di pojokan … udah dicecar aje." Jawabannya agak kurang singkron sebenarnya. Namun karena diutarakan dengan suara tajam dan sedikit melengking, kesan ngegasnya mengganda. Padahal nih ya. Intinya nggak di situ daaaan Radit bisa dengan jelas melihat, Andre sengaja menskip inti pembicaraan mereka dan memfokuskan pada hal lain.

Jangkrik bener. Playing victim yang luar biasa.

Radit sudah pengen banget nonjok muka Andre untuk menyadarkan manusia ini, tapi pembicaraan mereka harus terputus karena tiba-tiba, ketika mereka turun tangga dan sampai di bawah, seseorang menubruk Andre keras dari arah kiri. Saking kerasnya sampai ponsel orang itu melayang dan DAK! jatuh ke lantai dengan sangat keras.

Radit hanya terhuyung ke belakang, tapi efeknya lumayan. Sakit maksudnya. Namun dia tidak sampai jatuh, tangan besar orang yang menabraknya meraih lengannya cepat, menahan dia agar tidak jatuh dengan gaya tarik yang kuat.

"Sorry sorry Dit, buru-buru," suara familiar mengalun, Hesa terlihat di depan sana, sedang tersenyum kecil meminta maaf. Namun dia tak menunggu Radit menjawab, cepat-cepat membungkuk tuk mengambil hpnya yang mendarat di lantai itu dan bergegas pergi.

Andre yang melihat hal ini, bergerak. Dia meraih tangan Hesa, menghentikan lelaki itu dalam langkahnya dan bertanya, "kenapa Hes? Ada apa?" nadanya penuh urgensi. Karena memang, melihat Hesa yang tak tenang begini membuat Andre takut. Sesuatu yang entah apa pasti sedang terjadi!

"Nggak ada apa-apa. Permisi sek ya, buru-buru."

Dan betapa rasanya hati Andre remuk mendengar ucapan Hesa. Bahkan Hesa secara sadar, menepis tangan Andre. Dia pun berlari meninggalkannya tanpa memberi alasan.

Andre terpasak di tempat. Matanya membelalak, napas tercekat.

Hesa membuat garis pembatas di antara mereka. Dia bisa merasakannya.

Lalu cara Hesa berbuat tadi, tersirat dia memberitahu Andre, "jangan ikut campur. Ini bukan urusanmu!"

Ha ha ha.

Kenapa jadi runyam begini ya?

[]

——————

Pojok KBBI:

Nyana: Kira