Tidak terasa hari cepat berlalu, sejak permasalahan dengan Antoni membahas apakah dia benar-benar cinta pada Anita. Ternyata itu muslihat semata agar Anita mau mematuhi hubungan dengannya. Anita memang bodoh, bodoh atau hanya pura-pura saja. Bahkan ia juga terlalu polos untuk percaya kata-kata lelaki seperti Antoni. Andre apalagi? Apakah Anita akan lebih percaya dia?
Kadang-kala Anita serba salah dibuat oleh orang-orang tidak mementingkan dirinya. Apakah ini yang dinamakan cinta pengkhianatan, dicintai atau mencintai? Bahkan Anita tidak bisa membedakan mana yang dicintai atau mencintai, hingga sekarang diusia 28 tahun pun, ia masih juga belum memahami sebenarnya. Apakah mereka benar-benar sayang dirinya? Kenapa ia begitu bodoh menyerahkan tubuh ke mereka? Apa ia juga termasuk sama seperti wanita ada di luar menjual tubuh sebagai kesenangan sendiri?
Anita sudah berharap banget setelah menikah dengan Andre, ia akan diperlakukan seperti wanita yang disayang, dimanja, dan diberi perhatian lebih selayak di film-film ia tonton. Ia juga mencoba untuk melupakan lelaki di masa lalunya. Para mantan yang pernah ia pacari, pernah ditiduri. Setiap ia duduk di balkon kamarnya, hanya dua pilihan ia melamunkan.
Apakah dimasa datang nanti ada lelaki yang benar-benar tulus, menerima masa lalunya, dan menerima kekurangan dari dirinya. Menerima dirinya apa adanya, jika tahu dirinya tidak suci seperti wanita mana pun. Kedua, apakah ia harus seperti ini terus, melayani nafsu hasrat para lelaki yang datang, dan mendekati lalu pergi untuk dipuaskan seksual?
Teman-teman sebayanya telah menikah, memiliki buah hati yang lucu, bahkan terlihat bahagia dimata mereka. Anita merasa iri kepada mereka, kenapa dulu ia tidak menerima saja seseorang yang benar-benar serius padanya? Lebih buruk lagi, hubungan itu selalu dilakukan setiap hari bersama mantannya. Namun ia tidak kunjung untuk hamil. Anita sangat berharap hamil diluar nikah, meskipun dirinya disebut anak durhaka, anak bandel, dan pergaulan bebas.
Namun, Anita masih waras, ia tidak mungkin melakukan itu jika orang yang berhubungan dengannya tidak bertanggungjawab. Sekarang ia sudah menikah, apalagi yang mau ia takutkan? Hamil dari Andre? Tentu Anita akan lakukan, bukankah ia sudah menikah? Walau menikah secara diam-diam atau sebagai wanita simpanan?
Dari tadi melamun tidak penting itu, tetiba ponselnya berdering. Dengan cepat ia mengangkat dengan nama tertera adalah KAKAK TERTUA / JENNY
"Halo!" sapa Anita pada sambungan ditelepon seberang.
["Halo!"] balas sapaan dari Anita. Suaranya sangat lembut sekali.
["Bagaimana kabarmu? Sudah makan?"] lanjutnya berbicara.
"Baik, sudah, jam 10 pagi," jawabnya
["Baguslah, jadi.... di sana bagaimana? Mereka baik padamu?"]
"Baik, sangat baik malahan, di sana gimana?" giliran Anita bertanya.
["Biasa saja, mereka tidak telepon kamu? Tanya kabarmu, atau bagaimana?"]
"Tidak!"
["Jadi di sana suasana bagaimana? Siapa yang masak?"]
"Ada orang yang masak, tangan kanan dari bosnya Hardi,"
["Oh! Baguslah, kalau begitu, kamu juga jaga diri baik-baik di sana, ya! Lain waktu aku hubungi kamu lagi,"]
"Hmmm ..."
Setelah perbincangan dengan Jenny, kakak tertuanya. Anita pun kembali melamun. Ya, melamun melihat galeri di sana. Hanya Jenny lah yang paling simpati padanya. Walau memiliki beberapa saudara, tidak ada yang tanya kabar dirinya hingga kini.
Bahkan ia ingin curhat pun hanya bisa memendam di hati hingga menangis diam-diam. Kini ia tinggal seorang diri. Antoni sudah kembali kerja mengganti posisi Andre. Hingga saat ini Andre belum menghubunginya. Embusan napas yang resah, setiap hari duduk seperti ini pun bisa gila lama-lama.
Ia ingin keluar jalan-jalan, tetapi tidak tahu jalan-jalan ke mana. Kenal wilayah sini saja ia tidak tahu. Bahasa Inggris hanya paham yes or no. Jika negara ini Kamboja, ia tidak perlu takut nyasar. Karena ia tahu jalan sekitar kota Kamboja. Apalagi di sana juga bisa berbahasa Indonesia, jadi mudah saja.
Ia pun mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi, lalu beranjak dari duduknya, dan bersanding lihat jalanan kecil di bawah sana. Beberapa menit kemudian ponselnya berbunyi lagi. Dari Andre.
"Halo!" sapa Anita lembut.
["Di mana sekarang?"] balas Andre dengan suara badmood banget.
"Di kamar," jawab Anita.
["Dari tadi aku telepon tidak tersambung terus, telepon siapa kau?"]
"Ah? Oh itu, tadi kakakku telepon, ada apa?"
["Kakakmu? Yang mana?"]
"Yang tertua, tinggal di Medan kota,"
["Oh!"]
"Hem!"
Sama-sama diam membiarkan sambungan aktif, kemudian Anita kembali terdengar suara keributan di seberang. Dapat Anita tebak suara wanita, adalah istrinya Andre. Apakah Andre sedang ribut dengan istrinya. Tidak mungkin, Anita tidak boleh prasangka buruk soal itu. Ia saja belum bertemu dengan wajah istrinya. Mana mungkin istrinya tahu kalau Andre sudah menikah lagi. Kalau tahu pastinya dia sudah datang, dan minta penjelasan.
["Ya sudah, nanti aku telepon kau lagi, jangan ke mana-mana. Tetap di sana, kalau ada apa-apa, hubungi Antoni, Miss you!"] akhir percakapan di telepon sebentar saja. Sebelum dimatikan, Anita masih bisa dengar jelas suara dari istrinya.
Anita bisa harap apa? Ia di sini cuma sebagai bayar hutang abangnya. Apa yang ia inginkan dari Andre? Andre belum tentu menerima ia apa adanya.
"Heh! Apa yang kau tangisi Anita? Kau itu bukan siapa-siapa mereka. Kau itu hanya sebagai tawanan bayar hutang abang mu," gumamnya berbicara diri sendiri sembari mendongak untuk tidak mengeluarkan air matanya. Cukup untuk detik ini menangis tidak penting itu.
****
Sedangkan di Indonesia, pertengkaran hebat antara Stella dan Andre. Sedangkan putrinya sementara dibawa oleh pengasuh ke kamar. Andre mencoba menenangkan Stella untuk tidak mudah percaya soal foto yang dia terima dari pengirim tidak dikenal.
"Apa lagi yang mau kau sembunyikan dariku, Andre! Ini buktinya?! Kau diam-diam menyimpan wanita ini di apartemen mu?! Kau ini anggap aku apa? Kau sudah menikah?! Kau sudah punya Angela?!" murka Stella melempar lembar demi lembar ke muka Andre.
Andre memejamkan matanya setelah Stella melempar lembaran foto ke mukanya. Dia mencoba tenang, tidak mungkin Anita se-ceroboh ini keluar masuk dari apartemen.
"Percaya ini hanya editan, pasti ada yang sengaja menghancurkan rumah tangga kita, Stella! Aku tidak mungkin sembunyikan wanita mana pun?!" ucapnya tetap membela dirinya sendiri.
"Benarkah? Lalu ini apa? Kau diam-diam merayakan pesta kecil-kecilan di apartemen? Lalu duduk berdua dengannya? Apa lagi yang mau kau sembunyikan dariku? Alasan apa lagi yang kau berikan pada aku dan putrimu?! Setiap aku tanya kapan kau bawa kami ke sana?! Alasanmu selalu nanti, nanti, NANTI?!" teriak Stella tidak peduli jika putrinya mendengar suara karena amarah.
Andre masih tetap tenang, "Terserah apa katamu, aku sudah menuruti semua keinginanmu. Apa kau tahu aku kerja untuk keluarga kecil kita. Aku kerja keras agar kau bahagia. Tetapi setelah menikah, kau selalu menyalahkan aku bukan-bukan. Kalau pun aku menikah lagi, apa kau bersedia menerima wanita itu masuk keluarga kita? Pasti tidak akan, bukan? Karena orangtuamu belum tentu menerima semua takdir ini?!" ungkap Andre kemudian keluar dari kamarnya. Di sana ada putri kecilnya Angela menatap sangat takut dan diam bersama pengasuhnya. Semua karena dia sendiri, jika bukan karena Hardi. Tentu rumah tangganya tidak akan retak seperti ini.
Stella merosot ke lantai, dan menangis. Ia tidak pernah semarah ini sejak menikah dengan Andre. Bahkan ia selalu setia menunggu, dan sabar kepulangan suaminya kerja di sana. Setelah memiliki Angela, sikap Andre berubah. Dingin, dan tidak se-cerewet dulu lagi.
"Mama! Mama kenapa menangis? Papa pukul Mama, ya?" Angela menghampiri Stella, dan menghapus air matanya menggunakan tangan imutnya.
Stella cuma memeluk putrinya, ia tidak ingin melibatkan putrinya atas masalah ini. Putrinya tidak tau apa-apa, ia pun akan cari tahu keberadaan wanita di lembar foto itu. Sosok wanita saat keluar bersama seseorang menggunakan jaket milik Andre.