Setelah Kasih meninggalkan kakek tua misterius tersebut. Dia berjalan keluar dari hutan, menemukan desa kecil. Desa itu bernama desa Tertak, tempat tinggalnya Kasih. Saat memasuki desa, perasaan Dejavu menghantui pikirannya. Disamping kiri, ada lapangan kosong. Pada saat kecil dia sering bermain kejar-kejaran bersama teman-teman. Kemudian di menyebrangi jembatan dibawahnya sungai air jernih, kala itu dia teringat. Pernah berenangan di sekitarnya bersama teman-teman. Lalu Kasih berhenti di depan pohon yang besar, dibawah sana ada pondok kecil. Kasih teringat, sering bermain ular tangga disini bersama teman-temannya. Dia sangat bahagia saat itu sehingga kasih hanya dapat mengingatnya kembali dan tidak bisa mengulanginya lagi. Kasih menundukkan kepalanya sedikit di iringi senyum sambil menutup mata.
"Benar juga kata kakek itu, kenyamanan hanya sementara. Jika di ulang, rasanya pasti ada sedikit perbedaan dan hanya sebentar, tidak mungkin lama. Aku juga berpikir demikian jika aku mengulanginya."
Setelahnya, Kasih pun melanjutkan perjalanannya dan sampailah di depan rumah. Tapi bukannya lega kembali ketempat tinggalnya dia malah khawatir, tidak tau apa yang membuatnya seperti ini. Perasaan yang Menjangkal.
"Rasanya.... aku sudah tidak layak lagi disini."
Kasih masuk ke dalam dan pergi ke kamar ayahnya, membuka pintu. Saat itu dia bercermin, memandangi dirinya yang mungkin bagi dirinya lemah dengan tatapan kesal.
"Kamu liat sendiri Kasih. Dirimu yang lemah ini." Tapi saat emosi ingin melahapnya. Pandangan dia teralihkan Dengan ada sesuatu yang di tangan kirinya. Yups, betul. Itu adalah pedang katana, pedang yang tajamnya bisa menghancurkan dinding penjara dan menyelamatkan hidupnya dari api. "Aku harus mengulang permainan ular tangga ini."
Dengan begitu Kasih merendamkan kesal pada dirinya sendiri dan menguatkan tekadnya untuk mencari tujuan hidupnya yang baru. Pasti ada yang bertanya, kenapa Kasih selalu mengucapkan kata "ular tangga"? .
Sebabnya saat ia berusia 5 tahun.
Kasih bermain bersama ayahnya Kala itu waktu kasih kalah. Kasih memikirkan sesuatu. Melihatnya memikirkan sesuatu, ayah menjawabnya.
"Kasih, kamu tau? Hidup ini seperti ular tangga."
"Seperti ular tangga? Emang hidup mempunyai dadu untuk berjalan di petak-petak?"
"Bukan seperti itu. Perhatikan ini" Ayah memegang pion ( sebut aja pion soalnya gatau namanya ) lalu menaruhnya ke petak awal. "Ular tangga memiliki awal, begitu juga kehidupan. Jika kamu ingin melakukan apapun pastinya kamu berada di petak awal atau di tempat awal dimana kamu belum mengetahui apapun." Kemudian mengambil dadu lalu melemparkannya. Dadu tergeletak bertitik 2 dan 4 yang artinya jalan 6 langkah kedepan. "Saat melempar dadu, pion akan bergerak. Begitu juga dengan kehidupan. Jika kamu ingin melakukan sesuatu maka berusahalah dan semakin lama akan semakin kamu paham apa yang kamu harus lakukan kedepannya."
Kemudian ayah meletakkan pion di tangga lalu mengunakan tangga itu untuk maju ke petak diatas. "Saat kamu telah melangkah maju, ada saatnya kamu diberikan jalan pintas untuk lebih cepat mencapai tujuan. Begitu juga dengan kehidupan, jika kamu ingin sesuatu maka berlatihlah. Supaya kamu lebih cepat berkembang dibandingkan kamu tidak melatih." Ayah menaruhnya di mulut ular lalu pion termakan ( atau kata lain pion turun petak ) . "Saat kamu dimakan oleh ular, itu akan menjadi masalah seperti kamu akan lebih lama untuk mencapai tujuan. Begitu juga dengan kehidupan. Sesuatu pasti ada masalah nya tersendiri, janganlah menyerah, teruslah untuk bangkit dan berusaha. tidak ada yang namanya kelancaran untuk mencapai tujuan." Saat-saat terakhir. Yaitu adalah berada di petak terakhir atau bisa disebut sebagai petak yang ke 100. "Jika kamu berada di sini, maka kamulah pemenangnya. Begitu lah dengan kehidupan. Kamu akan senang jika sudah melalui rintangan atau perjalanan untuk mencapai tujuan." Kemudian ayah menaruh pion di petak 28 dan mengambil pion yang lain lalu menaruhnya di petak yang sama. "Pastinya, setiap permainan ada persaingan atau kata lain orang yang memiliki tujuan yang sama seperti kita. Begitu juga kehidupan, kamu harus berusaha dan berlatih agar lawanmu berada dibawahmu."
Sebelumnya, Kasih paham dengan semua perkataannya tapi tidak paham dengan perkataan yang baru saja di ucapkan.
"Ayah, agar lawanmu berada dibawahmu itu maksudnya apa?"
"Maksudnya, jika kamu sudah melampaui musuhmu. Kamu yang mendapatkan tujuan tersebut bukan dirinya, begitu juga sebaliknya. Jika kalah kamu tidak bisa berbuat apa-apa lagi dan akan mengulangi permainan tersebut. Tapi ini sama saja halnya dengan kamu yang menenangkannya. Setelah mencapai tujuan, kamu akan bermain permainan lain dengan cara bermain ulang."
"Ohhh.... Aku paham sekarang."
Ayah kemudian menggosok kepalanya sebagai respons.
Itulah alasan mengapa Kasih selalu berkata hal aneh yang berkaitan tentang ular tangga, karena dia menganggap kehidupan sama seperti ular tangga.
Kembali ke awal, dimana Kasih berdiri tegak di depan cermin, dia membuang pedangnya ke kasur lalu membuka bajunya dan celananya. Dia terkejut melihat keadaan tubuhnya. Kasih terlihat cantik dan seksi dengan payudara yang kecil dibalik bra hitam dan Sempak hitam.
"A-a-apaan ini?"
Seharusnya tubuh Kasih di penuhi dengan bekas luka dan bengkak, tapi dia tampak mulus, juga menggoda.
"Aneh sekali, seharusnya tubuhku penuh dengan luka." Kasih tidak terlalu memikirkan hal itu. "Ah... Ya sudah lah."
Kasih membuka lemari dan mengenakan setelan hitam legam formal di susuli oleh Kasih yang memakai dasi putih. Di bawahnya dia memasang sepatu putih. Sehabisnya memakai, Menaruh perlahan tangannya ke dada.
"Ayah, ibu. Aku akan menjadi kuat dan akan mengubah takdirku yang konyol ini."
Kasih kemudian menurunkan tangan dengan keras. Alasan dia menggunakan pakaian formal ini adalah pakaian yang ayahnya sering kali digunakan oleh ayah. Itulah mengapa dia memakainya. Dia mengambil kembali pedang dikasur lalu keluar dari kamar dan menutup kembali, begitu juga dengan rumahnya. Kasih berjalan keluar meninggalkan desa sambil membawa pedang katana di tangannya. Bagi kasih, dia sudah tidak pantas lagi disini dan memutuskan untuk berpergian jauh, entah itu pergi kemana. Genggaman pada pedangnya semakin kuat, yang mengartikan bahwa dia ada rasa gugup untuk menjalankan kehendaknya.
Beberapa waktu berlalu, Kasih berada di hutan. Kasih mendengar suara dari arah belakang. Saat berpaling, hewan buas seperti harimau datang. Kasih merasa sedikit panik karena ini pertama kali baginya berhadapan dengan harimau. Kasih mengeluarkan pedang dari sarung lalu memamerkan kepada harimau. Harimau berjalan kesamping, mencari celah untuk menyerang Kasih. Kasih menghelakan napas panjang dan menutup matanya.
"Tenang saja, aku pasti bisa."
Menenangkan perasaan lalu berpikir tenang dan berkonsentrasi.
"Aku akan kalah jika aku tidak berpikir tenang, aku akan menguatkan mental ku, aku tidak ingin menjalani permainan ini dengan mental keripik kentang. "
Harimau di belakang Kasih, mengaung nyaring lalu menerjang keras dengan kecepatan tinggi. Kasih masih merilekskan pikiran dari kepala, saat kuku tajam harimau ingin mengenainya lalu Kasih bergerak cepat Mengayunkan pedang dari depan kebelakang tubuh ke perut harimau. Cahaya berwarna biru melintas di area tubuh harimau....dan tubuh terbelah dua jatuh ketanah. Kasih membuka matanya, melihat tubuh harimau terbelah dua, darah dari harimau memenuhi sekitarnya tubuhnya sendiri.
Anehnya Kasih kecapekan, menaruh pedang kembali ke sarung kemudian dia jatuh kebelakang terduduk Mengeluarkan keringat dingin.
"Aneh sekali, padahal aku bergerak hanya sedikit. Kok bisa secapek ini ya..."
Dia terus mengambil napas dari mulut begitu juga dengan mengeluarkannya. Kasih kembali berdiri tegak, berbalik badan. Terus melanjutkan perjalanan. Mendalami hutan dan sering kali berjumpa dengan hewan buas hutan lainnya yang dia telah bunuh, Seperti Singa, sekelompok Serigala, Ular cobra. Seiring waktu berjalan, Kasih dengan cepat memahami dan menguasai teknik berpedang dalam beberapa jam saja. Hari mulai sore, kasih menemukan sebuah sungai besar, terdapat beberapa tinjakan kayu yang bisa untuk menyebrangi sungai. Kasih melompat ke tinjakan pertama masih aman terus melompat-lompat sehingga di tengah-tengah sungai, mulut panjang berwarna hijau tua dengan gigi-gigi kecil yang tajam mengigit kaki bawah Kasih. Dengan melebihi sewajarnya mata manusia, mulut itu terpotong dari asalnya, menyusul dia jatuh. Kasih melompat maju kembali, buaya loncat menerjang Kasih dari air terdekat, tapi mirisnya dia bernasib sama seperti temannya tadi yang telah di potong mulutnya. Setiap kasih melompat ke tinjakan lain, terjangan terus menerus dari buaya lainnya ingin menyerang Kasih tapi Hal ini mudah sekali bagi Kasih sekarang karena dia telah mengetahuinya dan mempelajari trik yang sama digunakan sebelumnya. Pedangnya menari-nari diantara mereka, Kasih terus loncat dan terus memotong buaya-buaya yang terus menyerangnya tanpa henti. Kasih tergirang - girang dan senang, tersenyum lebar dan ketawa-ketawa.
"Ahahahahahahhahahahahahaha..."
Bagi kasih, ini hal yang mudah baginya. Karena dia telah mempelajarinya saat bertarung dengan sekelompok serigala, kala itu serigala dengan bergantian menyerang, sama seperti buaya ini. Dan loncatan terakhir dari Kasih, telah melalui serangan beruntun dari buaya. Berbalik badan dan melihat suasana sungai dipenuhi dengan badan buaya yang terbelah-belah, darahnya terus mengalir sehingga sungai menjadi merah, ini mengingatkan Darah bercucuran di ruang tamu rumah Kasih, mayat keluarga yang bergeletak sembarangan dengan dirinya di belakang sebagai saksi mata keluarganya dibunuh oleh perempuan muda rambut hitam panjang dan bermata merah. Dia mengunakan jubah hitam yang menutupi seluruh tubuhnya, dan membawa Pedang katana bergagang merah di punggungnya.
Kasih menggertak giginya, ini adalah hal yang sudah ditakdirkan.
"Sepertinya aku sudah menemukan tujuan yang harus ku capai."
Kasih berbalik badan dan melanjutkan perjalanannya. Dan tibalah dia di kota yang sunyi dan sepi, perumahan sekitar Tampak rusak dan ada beberapa tempat yang di tutup oleh lumut. Dia melihati pemandangan yang aneh ini hingga seseorang muncul didepannya dari simpangan, wajah Kasih mempucat dan menggertak giginya melihat seseorang yang baru saja dia ingat tadi sebelumnya.
"Orang ini..!?!?"
Perempuan muda cantik berambut hitam panjang dan bermata merah, Dia mengunakan jubah hitam yang menutupi seluruh tubuhnya, dan membawa Pedang katana bergagang merah di punggungnya. Perempuan itu membuka mulut dengan tenang menanyakan.
"apa yang kamu cari disini?"
Kasih menatap dia, merubah ekspresi pucat menjadi tegang di wajahnya. dia bisa merasakan energi yang besar di pedang belakangnya, auranya begitu menakutkan sehingga Kasih rada sedikit bergemetaran saat berhadapan seperti ini.
"Pedang yang sama seperti milikku, aku rasa dia pasti memiliki kekuatan sihir atau semacamnya. Tidak mungkin manusia biasa bisa membuat takut lawannya tanpa melakukan apapun, cukup berdiri berhadapan seperti ini saja membuat lawannya takut itu sangat tidak logis!"
Kasih perlahan mengabaikan rasa takut yang dibuat olehnya sambil mengeluarkan pedang dari sarung... Mengambil kuda-kuda tanpa Perlu memikirkan hal lain selain rasa ingin bertarung yang kuat melawan pemuda didepannya. Pemuda itu keheranan memiringkan kepalanya sedikit sebagai tanggapan.
"Aku tidak mengerti apa yang kamu inginkan."
Kasih tak menghiraukan ucapannya, dia melangkah maju perlahan sambil berjaga-jaga... Pemuda itu mengungkapkan sesuatu.
"Kamu ingin membalas dendam orang tuamu ya?"
Perkataan itu membuat perasaan Kasih menjadi sakit, sebabnya dia tak bisa berpikir tenang. Kasih langsung menerjang pemuda itu... Kecepatannya lebih cepat daripada kecepatan suara, tapi sayangnya, Sayang, sayang sekali. Serangannya adalah serangan kecil bagi pemuda itu, dia menahan dengan dua jarinya. Tak lama setelahnya, darah bercucuran dari jarinya. Pemuda ini tidak menyangka kalau dia bisa dilukai oleh pedang seperti itu, setelah melihat pedangnya...hal yang tampak tidak nyata dan mustahil terjadi pada dirinya.
"Tidak mungkin..!! Pedang ini?!"
Karena pemuda itu mengetahui identitas pedang katana itu, dia menginjak Kasih lalu meloncat kebelakang dan berniatan untuk mundur dari pertempuran. Terlempar jauh dari situ, tapi Kasih memanfaatkan pedangnya dengan cara ujung bilah di tancapkan ke tanah sehingga mengurangi kecepatan saat terlempar, ini juga mengakibatkan tanah terbelah menjadi dua karena ketajaman dari bilah pedangnya. Saat mereda Kasih menarik kembali pedang dari tanah dan berdir tegak.
Bukti Bagi pemuda itu mustahil untuk berlawanan dengan penggunaan pedang katana tersebut. Pedang katana sangat tajam bahkan jika dia lebih lama dan lebih dalam menguasainya, bisa membelah matahari, bahkan alam semesta dengan mudah. Tapi jauh diluar sana perlu menjalani waktu yang sangat panjang bahkan tak hitung mungkin belum bisa untuk mendapatkan ketajaman dahsyat seperti itu.
Dalam sejarah, belum ada bahkan belum pernah seseorang bisa melakukannya hanya beberapa rumor yang mengatakan ketajaman bilahnya bisa membelah alam semesta.
"Apa ini?! Aku tidak mengerti..!! Pedang seperti itu ada di tangannya, kenapa tidak berada di tanganku saja?"
Pemuda ini tampak gregetan dengan Kasih, mungkin dia sangat memahami identitas pedang katana itu dan dijadikan sebagai impiannya. Pemuda ini tak bisa berpikir lagi untukku bertarung dan berlari meninggalkannya, saat jauh dari situ kata-kata terakhir untuk kasih.
"Aku akan mengalahkanmu di papan ular tangga takdir ini..!!"
Dengan begitu dia menjadi partikel-partikel kecil Bercahaya warna merah dan pergi meninggalkan jejak. Kasih tidak mengerti apa yang bicarakan barusan. Jika dia berkata begitu maka ucapan seorang ayah adalah kebenaran yang sudah terbukti.
"Ternyata memang benar. Ini adalah permainan ular tangga yang memainkan takdir."
Kasih mengembalikan pedang ke sarungnya dan melanjutkan perjalanannya.