webnovel

Dia dan Caranya

Acacia merasa kepalanya sangatlah pusing, seakan ditimpuk oleh batu yang begitu besar. Ingin rasanya ia menangis, tetapi waktu seakan tak memberinya celah untuk merenung. Terlebih lagi, benaknya sudah memberi alarm untuk berhati-hati terhadap apa yang akan dilakukan oleh kekasihnya.

Acacia menghela napas sembari mengepalkan tangan, daripada bersedih dan pasrah akan apa yang dilakukan oleh Kenzo, ia kini memilih untuk memberontak. Dengan sisa tenaga yang ada, Acacia menghempaskan tangannya yang dicengkeram oleh Kenzo.

"Lepas!" teriaknya nyalang.

Napas Kenzo bergemuruh karena Acacia berani melawannya, ia menatap Acacia dengan tatapan sinis. "Kamu berani sama aku, Ca? Aku udah bilang sama kamu, jangan ngeyel!"

Acacia menggelengkan kepalanya tegas. "Aku mau bukti! Aku mau bukti kalau kamu emang punya vidio panas itu! Aku enggak bisa begitu aja percaya sama kamu, 'kan?"

Mendengar itu, Kenzo tertawa kencang. Ia lalu menyeringai dingin. "Oh ... jadi kamu nantang aku? Oke, aku akan buktiin sama kamu!"

Kenzo mengambil ponselnya yang ada di saku celana, jemarinya dengan cepat mencari vidio yang ia simpan di folder tersembunyi. Saat sudah menemukannya, Kenzo memutarnya tepat di depan mata Acacia.

Tubuh Acacia gemetar hebat melihat tubuh polosnya terpampang jelas di dalam Vidio, dadanya seketika terasa sesak. Air mata yang sudah sekuat tenaga ia tahan akhirnya luruh, tubuhnya bahkan begitu lemas menyadari Kenzo tidak main-main akan ucapannya.

"Gimana? Udah percaya sekarang sama aku?"

PLAK!

Acacia menampar Kenzo dengan keras, ia mengeraskan rahangnya karena merasa marah. "Kamu bener-bener enggak punya hati, Ken! Kamu jahat!"

Kenzo mengelus pipinya yang terasa sakit karena tamparan Acacia sambil tersenyum mengejek. "Huh? Jahat? Semua manusia punya sisi jahat. Jangan naif ... Ca."

"Sisi jahat kamu benar-benar mengerikan!" desis Acacia dengan kedua tangan yang terkepal erat.

"Aku enggak peduli kamu mau ngomong apa, intinya kamu harus nurut sama aku. Sekarang ayo ikut aku, kita ke apartemen sekarang!" seru Kenzo sembari menarik tangan Acacia.

Namun, Acacia tidak mau berjalan. Perempuan itu bahkan kembali menghempaskan tangan Kenzo yang ada di pergelangannya. Ia menatap tajam Kenzo walau air matanya masih menetes, kilatan kecewa dan amarah bisa Kenzo lihat di manik mata kekasihnya.

"Aku akan laporin kamu ke polisi, Ken! Kamu udah maksa aku, ini udah termasuk kejahatan. Kamu bisa dipenjara! Jadi aku minta ... cepat kamu hapus vidio itu sekarang!"

"Hust ... jangan keras-keras ngomongnya, Sayang. Nanti kalau ada yang denger gimana?" tanya Kenzo sambil menaikkan salah satu alisnya ke atas.

Acacia mengigit bagian bawah bibirnya kencang-kencang, ia jadi takut bila ada yang mendengarnya. Kenzo yang merasakan kekhawatiran Acacia, mengelus rambut perempuan itu dengan lembut. Ia lalu mendekatkan bibirnya pada telinga kekasihnya itu.

"Kamu mau laporin aku? Laporin aja, kalau kamu emang mau orang tua kamu tau anaknya udah pernah dipake sama laki-laki lain. Ah ... kalau aku sebarin vidio dan viral di kampus, pasti kamu dikeluarin, dong. Kamu mau?" bisik Kenzo di telinga Acacia.

Tubuh Acacia melemas mendengar ancaman dari Kenzo, ia bahkan sampai lupa konsekuensi yang akan didapatnya apabila Kenzo tidak main-main pada ucapannya. Mau ditaruh mana mukanya jika semua orang tau? Pastinya Acacia akan dicap sebagai wanita murahan yang sudah berani melakukan hal memalukan sebelum menikah.

Acacia menggeleng, ia sungguh tidak mau itu semua terjadi. Memijat pelan pelipisnya, Acacia menghela napas guna menetralkan rasa takut yang seketika hinggap di pikirannya. Ia benar-benar takut saat ini, takut pada Kenzo dan takut pada masa depannya.

"Ken ... aku mohon sama kamu jangan kaya gini," lirih Acacia memohon.

Kenzo menjauhkan tubuhnya dari Acacia, ia lalu mencengkram dagu perempuan itu. "Aku udah bilang, Ca. Kamu itu aman kalau nurut sama aku."

"Aku ... aku takut kamu maksa aku buat ngelakuin hal yang aneh-aneh. Aku enggak mau, Ken! Cukup kemarin aja kamu hancurin hidup aku, tolong jangan lagi. Aku enggak sanggup." Acacia masih setia meneteskan air matanya, bahkan kini hidungnya sudah memerah karena terlalu lama menangis.

Tak tega melihat kekasihnya menangis, Kenzo melepas cengkraman di dagu. Lelaki itu menghela napas berat, ia jadi simpati karena Acacia memohon padanya. Namun, Kenzo tidak ingin hubungan mereka sampai kandas. Oleh karena itu, ia tetap memilih mengacam Acacia untuk mempertahankan perempuan itu di sisinya.

"Jangan maksa aku untuk berbuat kasar, Ca. Ayo kamu ikut aku dengan tenang," ucap Kenzo lalu kembali meraih tangan Acacia dan menariknya.

"Enggak mau! Lepas, Ken!" jerit Acacia sambil memberontak.

"Diem! Aku bilang jangan sampai aku berbuat kasar!"

Acacia menggeleng. "Aku bilang aku enggak mau!" serunya.

"ACACIA!"

Panggilan tersebut berhasil mengalihkan atensi Acacia dan Kenzo, mereka lalu melihat ke arah kanan untuk mengetahui dari siapa sumber suara itu berasal. Seketika mata mereka terbelalak melihat Ketua BEM kampus ini, bahkan kini Gavin berlari pelan ke arah mereka.

Gavin mengatur napasnya yang memburu setelah sampai di hadapan Kenzo dan Acacia, ia lalu mengusap peluh di dahinya yang muncul. "Huh ... cape juga lari," gumamnya.

Lelaki itu lalu tersenyum sambil menatap Acacia. "Ca, kamu tadi dicari sama Bisma dan Karina. Karena kebetulan sekarang saya lihat kamu di sini, jadi saya mau menyampaikannya."

Acacia buru-buru mengusap pipinya yang basah akibat air matanya, ia lalu mengangguk-anggukkan kepalanya. "Makasih udah kasih tau aku, Ka."

"Sama-sama."

Tatapan Acacia lalu mengarah pada Kenzo, perempuan itu tersenyum tipis. "Aku pergi dulu, Ken."

Acacia sangatlah bersyukur Gavin datang, jika tidak mungkin saja Acacia akan benar-benar dibawa oleh Kenzo ke apartemennya.

"Ayo bareng sama saya, kita jalan ke arah yang sama soalnya," ajak Gavin membuat Acacia mengangguk.

Setelah pamit pada Kenzo, Acacia dan Gavin berjalan beriringan menuju ke tempat Bisma dan Karina berada. Kenzo yang melihat Acacia jalan bersama laki-laki lain mengepalkan tangannya, ia benar-benar merasa cemburu saat ini.

Diperjalanan hanya ada keheningan yang menyelimuti, baik Acacia dan Kenzo tidak ada yang membuka suara. Mereka sibuk pada pemikirannya masing-masing, sampai tidak sadar bahwa mereka berdua sudah berjalan jauh tanpa tujuan.

Acacia lalu menghentikan langkahnya, Gavin yang sadar Acacia berhenti mengikutinya. Namun, lelaki itu tetap diam tanpa mengatakan apapun. Acacia yang merasa kesal akhirnya memilih memulai percakapan.

"Kata Kaka Bisma sama Karina manggil aku, terus sekarang mereka ada di mana? Soalnya kita dari tadi jalan, tapi aku enggak tau ini arahnya mau ke mana," tanya Acacia sambil menatap Gavin.

Gavin mengangkat bahunya acuh. "Saya enggak tahu mereka ada di mana," ucap Gavin santai.

Acacia terkesiap dengan mulut yang sedikit terbuka, ia benar-benar bingung pada sikap Gavin. "Terus .. maksud Kaka apa? Kenapa tadi Kaka ngomong kalau Karina sama Bisma cari aku?"

"Saya bohong ...." Ada jeda sebelum Gavin melanjutkan ucapannya, lelaki itu menatap Acacia dengan tatapan teduh. "Karena dari jauh saya lihat kamu berantem sama Kenzo."

Bagai tersambar petir, tubuh Acacia terpaku mendengar penjelasan Gavin. Perempuan itu tidak menyangka Gavin peduli bahkan menolong dirinya.