webnovel

Percaya atau Tidak

Rutinitas pagi hari yang tak pernah berbeda dari Kawit terus ia jalani dengan senang hati. Perlahan bisnis bapaknya yang mulai menurun, menyebabkan Kawit dan Burhan harus lebih menghemat dan menyesuaikan keadaan yang lebih sederhana. Dari situ tekad Kawit untuk merubah semuanya harus ia capai dan ia wujudkan dimana hidup tak bisa jika mengandlakan bisnis apalagi penghasilan tidak tetap dan bergantung pada keadaan. Melihat itu semua dan mengalami keadaan secara langsung itu, Kawit semakin semangat untuk menyelesaikan kuliahnya.

Siang hari setelah ia ke kampus perjalanan yang tidak biasanya yang langsung pulang membantu ibunya berjualan, tapi ia kali ini memilih untuk ke perpustakaan membaca buku dan mempelajari mata kuliah yang belum ia pahami di kampus hari itu. Saat ia duduk berusaha membaca dan mempelajari isi buku yang ia baca.

"Boleh saya bantu mbak?"tanya seorang lelaki di belakangnya.

Dia menengok ke sumber suara dan…

"Hai Bagya… jenengan(kamu) paham?" tanyanya balik.

Sambil duduk Bagya menatap materi yang sedang Kawit pelajari,"Oh yang ini. Paham paham. Jadi ini gini…"

Kawit beralih ke pengarahan yang Bagya jelaskan panjang lebar. Perlahan dengan sabar Bagya menjelaskan sedikit demi sedikit langkah demi langkah dia memahamkan kawit hingga mereka tak sadar jika perpustakaan akan segera ditutup. Merekapun memutuskan untuk meminjam buku dan mempelajari di rumah Kawit untuk menyelesaikan pemahaman yang tadi belum selesai Bagya jelaskan. Saat di jalan mereka mengobrol sana sini tanpa mengaitkan perasaan satu sama lain. Walau begitu mereka tak lupa akan kewajiban mereka yaitu menunaikan ibadah sholat.

Sesampainya di rumah Kawit, Bagya melihat ada seorang lelaki di ruang tamu yang ditemui bapaknya. Kemudian bapak kawit melihat putri kesayangannya pulang dengan sepeda tua mendekati Bagya,"Kamu yang suka beli lotek di sini kan? Kamu ajak kemana saja anakku sampai pulang sore begini?"

"Maaf pak sebelumnya, tadi kami ketemu di perpustakaan terus melihat Kawit kebingungan memahami buku yang ia pelajari kemudian saya membantunya pak dan malah sampai sore karena kami tak sadar waktu. Sekali lagi saya mohon maaf pak," dengan tangan ngapurancang dan agak merunduk.

"Iya pak dia yang mengajari Kawit, rencananya ini mau belajar lagi. Ini buktinya pak, buku dan tulisan dia,"sambil mengeluarkan buku yang dipinjamnya tadi dari tasnya.

Bapaknya yang tiba-tiba terdiam itu melihat bukti yang dikeluarkan putrinya itu. Dan yang tidak disangka sangka beliau memilih untuk menyuruh Yono(tamu) pulang serta membatalkan acaranya mengajak Kawit keluar. Yonopun pamit pulang dan ibu Kawit keluar membawakan dua cangkir teh hangat.

"Loh Yono mana pak?"sambil berjalan menuju meja ruang tamu.

"Udah pulang bu,"jawab Bapak Kawit cukup singkat.

Sambil menaruh minuman ke meja ruang tamu kemudian melihat Bagya dengan salam yang ramah,"Eh onten cah bagus(ada anak laki-laki ganteng). Ini langganan lotek ibu kan? Ada apa le(sapaan untuk anak laki-laki orang jawa)? Mau pesen lotek?" pertanyaan yang cukup banyak membuat Kawit mendekati Ibunya dan menyenggol lengannya," Ibu, apaan sih. Ngasih pertanyaan kayak ngasih pengumuman dowo kaya sepur(panjang seperti kereta api).

Bagya tersenyum mendengar percakapan ibu dan Kawit yang menurutnya mungkin terlihat lucu. Kawit yang tersipu malu mulai menjawab satu persatu pertanyaan ibunya sebelum ganti baju.

"Gini ya bu Bagya ini tadi yang mengajariku sewaktu di perpustakaan, dia melihatku bingung memahami buku yang aku pelajari padahal itu sangat penting untuk aku kedepannya. Nah singkat cerita aja ini sekarang dia mau nerusin apa yang ia tadi sepat terangkan karena belum selesai tadi perpustakaan sudah tutup. Begitu ibuku yang cantik, bolehkan? Pak?bu?"

Bapak ibu Kawit diam sambil bertatapan kemudian kembali menatap kami berdua dengan cukup aneh namun perlahan mereka tersenyum dan mengangguk.

"Yeeayy terimakasih pak bu. Yasudah kawit kedalam dulu mau mandi sama ganti baju. Bapak ibu bisa temenin Bagya di sini dulu ya bentar," sambil mencium bapak ibunya secara bergantian kemudian bergegas mandi dang anti baju.

Allahuakbar… allahuakbar…

(suara adzan Magrib berkumandang memberhentikan obrolan mereka bertiga yang sedang duduk di kursi cukup apik itu)

Tak lama kemudian Kawit menyusul masih dengan bawahan celana panjang dan kaos serta jilbab yang simpel.

"Loh udah adzan, sholat berjamaah aja yuk pak bu,"ajak Kawit.

"Boleh yuk monggo(silahkan) mas Bagya," ajak bapak Kawit sambil beranjak dari tempat duduknya dan menunjukkan arah tempat wudhu.

Ibu yang turut bangkit sambil membereskan sisa cangkir minuman bapak dan Bagya yang seharusnya untuk Yono, tapi karena Yono sudah pulang jadi yang minum Bagya. Kemudian mereka sholat berjamaan dimana kali ini Burhan turut hadir menjadi makmum. Setelah sholat berjamaah selesai, Kawit menyiapkan keperluan untuk belajar bersama dengan Bagya malam itu yang berjalan hanya satu jam karena Bagya mengerti jika Kawit sudah lelah seharian. Mereka belajar bersama yang tidak tegang namun serius.

Ibu yang menyiapkan camilan untuk hidangan mereka belajar cukup banyak. Belajar yang terdapat bermacam gangguan misalnya seperti pertanyaan Burhan tentang tugas sekolahnya yang masih kebingungan itu ditanyakan saat yang kurang tepat dan terpaksa Bagya dan kawit harus memberhentikan sementara belajar mereka dan beralih ke tugas Burhan hingga Burhan paham. Akhirnya, Kawit memutuskan untuk menyuruh Burhan duduk di sampingnnya agar lebih mudah bertanya dan tidak mondar-mandir dari kamarnya.

"Maaf ya Bagya, banyak gangguan kalau di rumahku,"pinta Kawit sambil menyelesaikan tugasnya.

"Enggih boten napa-napa Wit, namanya juga anak-anak(iya tidak apa-apa Wit),"jawab Bagya dengan lembut dengan senyumannya.

"Maturnuwun sanget nggih(Terimakasih banyak ya)."

"Enggih sami-sami(iya sama-sama), dah lanjutin besok aja po? Kelihatannya kamu udah ngantuk capek,"ajak Bagya.

"Enggak ini dikit lagi selesai kok, tanggung," jawab kawit dengan berusaha melawan rasa kantuknya.

Namun ibu yang datang membawakan makan malam untuk mereka juga untuk Burhan menyela pembicaraan mereka berdua dan memudarkan fokus Burhan yang sedang mengerjakan tugasnya akibat bau nasi goreng buatan ibunya.

"Ini dicoba nasi goreng buatan ibu,"ucap ibu Kawit sambil menurunkan sepiring demi sepiring nasi goreng buatannya dari nampan(tempat menyuguhkan hidangan untuk tamu).

"Wah repot-repot bu, maturnuwun sanget lo bu(terimakasih banyak lo bu)."

"Enggih sami-sami cah bagus, yok leren sikek maem ndak adem segone(iya sama-sama anak laki-laki ganteng, yok istirahat makan dulu agar tidak dingin nasinya)," jawab ibu kawit sambil berdiri meninggalkan mereka.

Burhan yang menatap nasi goreng sejak awal diturunkan mulai merengek minta diambilkan,"Mbak aku satu!"

Sambil mengambil dua piring nasi goreng dimana yang satu untuk Burhan dan yang satu untuk Bagya,"Ini untuk adek yang …dan untuk Mas Bagya yang nyebelin tapi baik."

"Sakarepe mbak mawon, penting aku wareg(terserah mbak saja, yang penting aku kenyang),"balas Burhan sambil melahap sendok demi sendok nasi goreng yang sudah di tangannya itu.

Suasana tegang kini melebur akibat nada Burhan berbicara yang membuat Kawit dan Bagya tertawa. Merekapun menikmati nasi goreng dengan penuh kehangatan. Percaya atau tidak Kawit damai dengan Bagya yang awalnya bertentangan.