webnovel

Unfaithful From 2568 KM

Penampilan bukanlah tempat penilaian sikap seseorang, dan hati tidak bisa sepenuhnya dinilai melalui sikap. Terkadang seseorang terlihat biasa saja dalam menghadapi apa yang dia cintai, dan tidak ada yang mengetahui isi hatinya yang sebenarnya. Ibaratkan buah manggis yang nampak gelap dari cangkangnya namun begitu putih, bersih, dan lezat rasa buahnya. Dia sangat mencintaimu, hanya saja dia memiliki cara tersendiri untuk melakukannya. Lalu bagaimana jika di antaranya lupa akan janjinya untuk memeluk erat kembali jiwa yang telah jauh darinya … karena sudah terlanjur jatuh ke dalam pelukan jiwa yang lain? Entah itu teman mereka atau temannya sendiri, yang jelas dia harus benar-benar dilepaskan. Siapa mereka? Siapa yang harus melepaskan, dan siapa yang harus dilepaskan? Biarkan waktu yang mengungkapkan segalanya. “Gue selalu berusaha buat ngisi penuh botol itu. Tapi nyatanya gue gagal.” -Seseorang yang terkhianati

Indriani0903 · Others
Not enough ratings
63 Chs

UF2568KM || 06

Malam Harinya. Bastian, Jifran, Jian, dan Haris pergi ke salah satu club malam yang memang selalu dikunjungi oleh Sakti.

"Lo yakin ini tempatnya, Ris?" Jian merapihkan rambutnya yang sedikit berantakan setelah ia melepas helm miliknya. Keempat pria itu memperhatikan club malam yang tidak jauh dari tempat mereka berhenti.

"Iya gue yakin, soalnya gue udah pernah diajak 2 kali sama dia ke sini." Haris menjawab pertanyaan Jian yang tadi. Merekapun mulai mengedarkan pandangan mereka pada sekitar sana.

"CCTV, noh!" Jian menunjuk pada sebuah CCTV dari sebuah apotik yang letaknya tak jauh dari club.

"Jeli juga mata lo, ya. Ya udah kita ke sana, yu!" Ajak Bastian pada mereka. Saat baru saja mereka hendak menyalakan motor untuk menuju apotik itu, tiba-tiba Haris berseru.

"Bro, itu si Sakti!" Mereka bertiga langsung melihat ke arah mana Haris menunjuk. Di sana mereka melihat Sakti keluar tergesa-gesa dari club itu dengan seorang wanita yang mencoba mengejarnya.

"Sakti!!!" Wanita itu meneriakkan nama pria itu setelah dia pergi meninggalkannya. Tanpa aba-aba, Haris langsung menancap gasnya untuk menghampiri wanita itu.

"RIS, LO MAU NGAPAIN?!" Teriak Jian di belakang sana setelah melihat Haris menyalakan motornya dan pergi mendekati area club.

Setelah Haris ada di hadapan wanita itu, dia langsung turun dari motornya. "Lo Citra, kan?" Tanyanya dengan tatapan mengintimidasi.

"Iya, lo siapa?" Tanya wanita itu heran. Karena ia tak pernah bertemu dengan pria ini sebelumnya, jadi ia merasa heran saja kenapa ada seorang pria asing yang tiba-tiba menghampirinya dan mengetahui namanya padahal mereka tidak pernah kenal sebelumnya.

"Lo ikut gue sekarang!"

"Apa?" Haris langsung menarik wanita itu menuju ke arah teman-temannya yang ada di seberang sana. Wanita itu terlihat kebingungan ketika ia diseret begitu saja untuk berhadapan dengan pria asing lainnya.

"Ini ceweknya," ucap Haris pada mereka.

"Ini apaan, sih? Lo semua siapa?" Tanya wanita itu dengan raut wajah kebingungannya seraya ia menunjuk keempat pria yang tak pernah ia temui sebelumnya itu.

Mereka memperhatikan wanita itu dari atas sampai bawah. Sungguh dia sangat terbuka. Melihat bajunya yang kurang bahan itu membuat keempat pria itu memiliki kesan buruk terhadap wanita tersebut.

"Lo beneran Citra, ceweknya Sakti?" tanya Bastian to the point. Wanita itu mendengus kesal sambil melepaskan tangannya yang masih ditahan oleh Haris.

"Jadi cuma mau nanya itu doang? Gak guna banget." Saat wanita itu hendak melengos pergi, Haris kembali menariknya dan menahannya. Kali ini Haris menahannya lebih kuat dari yang sebelumnya.

"Ihhh! Kasar banget sih jadi cowok!" Wanita itu kembali menarik paksa lengannya dari genggaman Haris.

"Ya lo jawab dong, kita kan nanya sama lo."

"Kalo iya gue pacarnya Sakti, lo semua mau apa?" Tanya wanita itu dengan nada yang angkuh dan menantang.

"Lo beneran hamil anaknya Sakti?" Tanya Jifran santai. Ia rasa jika wanita ini adalah wanita yang kasar, jadi ia mengira wanita ini akan semakin kasar jika diperlakukan dengan sama.

"Kalian gak perlu tau," cetus wanita itu seraya menyilangkan tangannya di dada dan mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Sakti itu sahabat kita, masalah dia adalah masalah kita. Lo yakin itu anaknya Sakti?" Bastian kembali membuka suaranya setelah terdiam sedari tadi.

"Yakinlah, orang gue yang ngalamin. Lo semua tau apa? Lo disuruh sama Sakti, iya? Aduhh … itu cowok emang beneran gak mau tanggung jawab, ya." Haris mendengar itu tak terima. Ya, dia tak terima jika sahabatnya itu dikatakan sebagai pria seperti itu.

"Dia bukan gak mau tanggung jawab tapi dia gak ngerasa sama sekali udah hamilin lo," cetus Haris.

"Pantes aja gak ngerasa, orang dia merkosa gue waktu dia mabok kok." Wanita itu mencoba melakukan pembelaan terhadap dirinya. Ia ingin keempat pria itu berhenti bertanya dan percaya saja padanya agar ia bisa segera terbebas dan pergi dari tempat itu.

"Gue juga pernah mabok, tapi gue bisa inget kok apa yang udah gue lakuin pas gue udah sadar." Wanita itu terdiam setelah mendengar penuturan Haris dan ia hanya bisa menghela napasnya saja.

"Kita nanya serius sama lo. Kalo misalnya lo cuma drama doang buat ancurin Sakti, mending lo batalin aja rencana lo itu! Lo gak kasian sama dia? Orangtua dia udah cerai dan dia tinggal sendiri di rumahnya, gue yakin lo juga udah tau itu. Masalah hidup dia itu udah rumit, lo jangan suka nambah-nambahin beban hidupnya! Gue tau Sakti emang liar. Tapi, kalo masalah dia hamilin anak orang, gue gak akan percaya itu. Gue udah kenal lama sama dia dan gue tau banget sikap dia kaya gimana terhadap cewek. Gue tau model pacaran dia kek gimana, dia cenderung cuek dan gak pedulian …,

… cewek dia emang banyak, tapi semua itu cuma simpenan doang, cuma koleksi. Gak ada cewek yang bener-bener dia cintai selain ibunya sendiri. Lo semua cuma pelampiasan dia doang supaya dia gak terlalu ngerasa kesepian," Jelas Bastian panjang lebar. Dia berharap Citra akan mengerti dengan apa yang dia katakan. Mereka berharap jika semua ini memanglah tidak benar, semoga saja ini semua hanyalah sebuah kesalah pahaman atau mungkin yang lebih buruknya adalah sebuah fitnah. Itulah yang sangat diharapkan mereka semua saat ini.

Wanita itu masih terdiam dan tidak berani menjawab apa-apa lagi. Dia begitu kebingungan apalagi ditambah keempat pria itu menatapnya dengan serius.

"Oke gue nyerah." Citra menghela napasnya sebelum dia kembali berbicara.

"Iya, ini bukan anak Sakti. Ini adalah anak dari cowok gue sebelum gue dengan Sakti. Orangtua gue gak ngerestuin hubungan gue dengan dia, sampai akhirnya kita nekat buat ngelakuin hal itu. Tapi, setelah dia ngelakuin itu sama gue, dia tega ninggalin gue demi cewek lain. Akhirnya gue dapet pengganti dia dan Sakti adalah orangnya. Pas gue udah pacaran sama Sakti, tiba-tiba aja gue udah hamil 2 bulan. Gue gak pernah nyangka kalo gue bakalan hamil, jadi gue bilang ke orangtua gue kalo Sakti yang udah hamilin gue dan dia harus bertanggung jawab. Lo semua puas dengan pengakuan gue?!"

"Ada ya cewek kaya lo. Lo udah jeblosin seseorang yang sama sekali gak ada dosa tau gak? Kita gak mau tau, lo harus bebasin Sakti dari masalah lo! Masalah lo ya masalah lo, gak usah lo bawa-bawa dia!" gertak Haris yang membuat wanita itu semakin menciut.

"Terus nasib anak gue gimana entar kalo dia gak ada bapaknya? Gue gak mau kalo dia lahir tanpa ayah." Suara wanita itu terdengar memelan dan perlahan air matanya pun jatuh membasahi pipinya.

"Ya lo tinggal aja minta tanggung jawab sama mantan lo itu, apa susahnya, sih?" Tanya Jian.

"Orangtua gue gak restuin kalo gue sama dia!" Wanita itu kembali meninggikan suaranya seraya menatap tajam ke arah Jian.

"Itu dulu, kan? Coba lo ngomong baik-baik sama orangtua lo sekarang. Gue yakin orangtua lo baik dan bakal nerima, mereka pasti gak akan bersikeras buat maksa Sakti tanggung jawab karena mereka pasti ngerti, dia gak salah," tutur Jifran. Melihat Bastian kembali memakai helmnya, merekapun sama segera memakai helmnya. Motor Haris yang ia tinggalkan di depan club pun segera ia bawa.

"Terakhir gue tekankan, bebasin Sakti dari masalah lo!" Tegas Bastian sebelum mereka semua benar-benar meninggalkan wanita itu di sana. Bastian merasa khawatir pada Sakti setelah ia melihat sahabatnya itu keluar dari club dengan air muka yang sangat marah tadi. Ia takut terjadi sesuatu hal yang buruk pada sahabatnya itu karena Sakti dikenal memang tidak bisa mengontrol emosinya sendiri.

"Bas, kita mau ke mana?" Tanya Jian dengan sedikit berteriak karena mereka memang masih dalam perjalanan.

"Kita ke rumah Sakti sekarang." Bastian menyahut dengan sedikit berteriak juga. Merekapun langsung memilih jalan menuju rumah Sakti.

Setelah mereka sampai, mereka terkejut ketika melihat tangan Sakti penuh dengan darah.

"SAKTI!!!" Haris berteriak dan merekapun langsung menghampirinya yang saat itu sedang menahan rasa sakit di ruang tengah.

"Lo ngapain, sih? Lo gila ya?!" Jifran langsung menjauhkan pecahan botol kaca itu dari Sakti dan segera membuangnya. Haris langsung mengambil kotak P3K yang ada di lemari.

"Sak, lo bisa denger gue, kan? Lo harus sadar apa yang lo lakuin ini bahaya tau gak?!" Sakti sempat bertatapan dengan Bastian yang menepuk-nepuk pipinya sebelum akhirnya ia tak sadarkan diri.

Bastian, Jian, dan Jifran langsung menggotong Sakti ke sofa, sedangkan Haris segera mengobati luka di kedua tangan Sakti dan membalutnya dengan perban.

"Kayanya kita harus nginep malam ini. Gue khawatir kalo Sakti berbuat macem-macem ntar."

"Jifran bener, kita harus nginep." Akhirnya mereka semua memutuskan untuk menginap di rumah Sakti malam ini. Mereka takut jika Sakti akan melakukan hal yang lebih buruk dari ini nantinya.

•To be Continued•