3 Salah Satu Alasan

Langit biru cerah dengan selimut kemilau cahaya keemasan telah menunjukkan diri. Seluruh kehidupan kembali bangun dan beraktivitas. Tidak terkecuali Liana dan Nenek Louvinna. Malah mereka sudah bangun lebih dahulu dari pada yang lainnya. Kalau ditanya kenapa, 'lebih enak saja, tidak terburu-buru dan tubuh juga lebih segar,' begitulah kiranya jawaban mereka berdua.

Setelah mengurus rumah dan sarapan pagi, Liana pergi kerja ke salah satu kota di Kerajaan Ellenia.

"Nenek, aku akan pergi kerja. Kalau Nenek ingin minum teh dan makan roti panggang isi, Nenek bisa mengambilnya di kotak saji bawah mengkilap yang telah ku letakkan di sini," ujar Liana pada Nenek Louvinna sambil menunjuk meja kecil di samping kursi goyang Nenek Louvinna.

"Iya Liana, terima kasih telah menyediakannya untukku. Seharusnya kau tidak perlu repot-repot," ujar Nenek Louvinna yang sedang merajut kaus kaki natal yang lucu. Entah apa yang ada difikiran Nenek Louvinna untuk merajut kaus kaki natal baru yang padahal sudah sangat menumpuk di dalam laci kayu depan kamarnya.

Kotak saji cembung mengkilap adalah kotak yang bisa menyimpan makanan agar lebih hangat/dingin lebih lama. Bisa ditekan sampai 15 cm dari ukuran normalnya yang setinggi 40 cm agar hemat ruang apabila disimpan, lalu bisa ditarik 15 cm lebih besar dari ukuran semula agar bisa menyimpan makanan cukup banyak. Liana sengaja menyisihkan uang gaji nya lebih besar agar bisa membeli kotak ini. Ia tidak tega kalau membiarkan Nenek Louvinna terlalu lama tanpa ada teh ataupun sajian hangat, bisa-bisa Nenek Louvinna kelaparan. Meskipun Nenek Louvinna bilang ia bisa saja menyiapkannya sendiri, namun Liana tetap saja membelikannya. Liana khawatir Nenek Louvinna salah menyalakan pemanas makanan, bisa-bisa Nenek Louvinna terluka. Begitulah pemikiran Liana. Bahkan di sela-sela jam istirahatnya, Liana menyempatkan pulang sejenak dan membelikan makanan hangat di luar untuk Nenek Louvinna. Karena tentu saja makanan yang ia siapkan pagi tadi telah dimakan oleh Nenek Louvinna.

Liana juga bekerja di sebuah kedai di dekat pusat kota. Pemilik kedai tersebut bernama Hurrold handpull, pria berumur 41 tahun yang cerewet namun sebenarnya baik hati. Liana bersyukur beliau mau memperkerjakannya di kedai milik beliau. Karena kebanyakan orang pasti tidak mau menerima Orph di tempat kerjanya, hanya Pak Hurrold dan segelintir orang saja yang berserdia memperkerjakan Orph.

Liana bekerja di situ sudah dari beberapa tahun yang lalu. Liana mengenal Pak Hurrold saat dirinya tersesat di pusat kota bumi Kerajaan Ellenia.

Liana yang kala itu masih berumur 12 tahun pergi bersama Nenek Louvinna ke sebuah festival besar Kerajaan Ellenia, yaitu festival pengangkatan Ksatria sihir baru kerajaan. Meskipun terdengar berlebihan, namun sudah menjadi tradisi untuk merayakan diangkatnya para ksatria muda tersebut. Setiap stan makanan dan pernak pernik digratiskan oleh raja. Tidak sedikit ksatria sihir muda yang berasal dari anggota keluarga bangsawan terpandang, jadi untuk bentuk menghormati dan mengagungkan para bangsawan kerajaan festival tersebut diadakan.

Liana pergi ke stan falttel orm, erron jig, dan busshy grassh. Untuk soal makanan Liana tidak akan tanggung-tanggung. Berat badan nomer sekian pokoknya. Flattel orm adalah gandum yang dibuat pastel basah di dalamnya namun renyah di luar, berisi banyak toping gurih yang bisa dipilih. Erron jig adalah nama untuk menu es yang cukup unik, sebuah potongan es dimasukkan dalam wadah kotak, lalu diberi sendok kecil berapi yang digunakan untuk memotong es tersebut. Tentunya ada sendok lain, untuk menyuap es tersebut. Rasa panas manis diluar namun manis lembut dingin di dalam membuat sensai unik pada sajian erron jig itu. Api yang ada di sendok tersebut juga aman, dan tidak akan melukai kulit kalau misalnya terkena, sehingga aman untuk anak-anak. Lalu busshy grassh adalah menu yang cocok untuk dijadikan permainan adu cepat dalam makan. Terbuat dari tumbuhan tebu plurahebs yang akan terus tumbuh apabila tidak habis dimakan sampai ke pangkal tumbuhannya. Makanan yang satu ini akan membuat mulut kita sibuk mengunyahnya tiada henti. Meski begitu kita tidak akan merasa bosan dan enek, karena manis dan teksturnya yang sangat enak dan pas.

Beralih soal makanan, sekarang Liana bersama neneknya melihat-lihat ke seluruh bagian festival, banyak sekali atraksi-atraksi yang dipertunjukkan kala itu. Liana benar-benar takjub dan kagum pada para akrobatik tersebut, bahkan tanpa menggunakan kekuatan magis mereka, mereka bisa melakukan aksi ekstrim dan menakjubkan tanpa kesulitan sedikitpun. Tapi mereka juga menggunakan kekuatan magis mereka untuk memperindah beberapa penampilan mereka, seperti ilmu magis kabut pesona yang dapat membuat pemandangan di langit-langit ruangan menjadi sangat indah bagai melihat nebula di luar angkasa sana secara langsung.

Liana sangat senang, dia tersenyum gembira dan melangkah dengan riang. Nenek Louvinna yang berjalan agak lamban sampai kewalahan mengikuti Liana. Saking gembiranya, Liana tanpa sadar berjalan jauh dari Nenek Louvinna. Liana terkejut, karena ketika menoleh ke samping kiri kanan ataupun belakang Nenek Louvinna tidak ada di dekatnya. Liana yang belum tahu seluk beluk pusat kota bumi Kerajaan Ellenia jadi takut, dia panik dan berlari kesana kemari. Dia terpisah semakin jauh dari Nenek Louvinna. Liana mencoba meminta tolong pada orang dewasa lain yang berada di festival tersebut, namun mereka tidak menggubris Liana. Apalagi para keturunan bangsawan, mereka langsung memaki Liana dan bersikap kasar pada Liana.

Namun Liana tidak putus asa, Liana mencoba untuk berjalan terus mencari Nenek Louvinna. Sampai ia tiba diujung tempat festival, ia mendengar suara orang merintih kesakitan. Liana mendengar itu langsung buru-buru mengejar ke asal suara itu terdengar. Ketika melewati sebuah celah lorong sempit di antara bangunan ia melihat ada dua anak kembar yang sedang di palak oleh penjahat-penjahat berwajah seram.

"Cepatlah! aku tidak akan menghajar kalian lebih dari ini kalau kalian memberi 50 ribu agre pada kami," ucap salah satu preman botak yang menarik rambut salah satu anak kembar tersebut.

"J-jangan sakiti saudaraku! k-kami tidak punya uang sebanyak itu! kalaupun kami punya, kami tidak akan menyerahkannya pada kalian!" ujar salah satu anak kembar itu, dia duduk di kursi roda. Kelihatannya dia tidak bisa berjalan normal seperti orang pada umumnya.

"Beraninya kalian berdua!" Preman tersebut menampar anak yang berbicara tadi, "Ayo kita hajar mereka berdua sampai mampus!" seru preman itu pada teman-temannya.

Liana tidak bisa membiarkan itu terjadi, dengan cepat ia masuk ke lorong itu dan menghentikan niatan buruk preman-preman tersebut.

"Hentikan! jangan beraninya main keroyokan! hadapilah aku!" ujar Liana dengan lantang.

"Hahahaha, lihat teman-teman! ada pahlawan cantik yang pemberani. Sayang keberaniannya akan mengantarkannya pada kesialan," ujar preman gondrong yang tertawa meremehkan.

"Lumayan juga, aku sudah lama tidak ke rumah bordil. Kita biaa melampiaskan hasrat kita ke gadis mungil ini." Preman dengan bahu lebar dan mempunyai 11 jari menatap nafsu pada Liana. Liana tentunya jijik dengan tatapan itu.

Dengan cepat para preman itu menyerang Liana. Ada dua preman yang mengucap mantra magisnya.

Lalu, salah satu preman mengeluarkan rantai dari telapak tangannya, dan satu orang lagi mengeluarkan cairan beracun dari ujung rambutnya. Cukup berbahaya, namun Liana masih berdiam saja di tempat semula.

2 preman lainnya merasa geram lalu ikut menyerang Liana juga. Di saat mereka sudah sangat dekat dengan Liana, Liana melompat dengan lincah lalu memegang tubuh mereka berempat.

"Mergesangini"

Sambil diiringi bunyi 'poff' keempat preman itu berubah menjadi weapon kecil sejenis pisau. Tentunya mereka berempat kaget dan meronta. Namun apa daya mereka telah berubah bentuk menjadi seperti itu. Cukup simple, karena menurut Liana preman-preman itu adalah orang bodoh, jadi taktik sederhana seperti tadi cukup untuk melemahkan mereka berempat.

Liana mendekati kedua anak kembar yang terluka tadi, nampaknya ada memar pada wajah dan lengan mereka berdua. Liana menenangkan mereka berdua, mencoba berbicara pada mereka berdua untuk menanyakan dimana mereka tinggal.

"T-terima kasih, apa kau terluka? k-kau lumayan nekat menyelamatkan kami dari mereka. Maaf sudah merepotkanmu kak," ujar salah satu anak kembar yang duduk di kursi roda.

"Apa yang terjadi? apa mereka sudah kalah?" ujar anak kembar yang satunya, tatapannya kosong ke depan. Nampaknya ia punya keterbatasan penglihatan.

"Mereka sudah kalah Alphonso,"

"Benarkah? sungguh tuhan telah memberkati kita. Tadi aku sempat mendengar suara perempuan, apa dia baik-baik saja?"

"Ya, dan kakak itu sedang berdiri di hadapan kita."

Anak itu meraba-raba ke arah depan, lalu dia menemukan tangan Liana dalam genggamannya. Ia tersenyum dan berkata, "Terima kasih banyak kakak telah menyingkirkan para penjahat tadi. Kami tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya apabila kakak tidak ada."

Liana terkekeh lalu mengusak pelan rambut anak itu, "Sama-sama, tapi aku tidak berbuat banyak. Hanya kebetulan aku sedang beruntung kali ini, ngomong-ngomong nama kalian berdua siapa?"

"Namaku Alphonso Handpull, dan saudara kembarku ini bernama Alwhin Handpull,"

"Senang berkenalan dengan kalian. Alphonso, Alwhin. Namaku Liana, Liana saja tanpa marga," ujar Liana memperkenalkan diri.

"Senang berkenalan denganmu kak Liana," ucap mereka berdua serempak, sungguh kompak sekali dua saudara kembar ini.

Mereka bertiga lalu berbincang-bincang, seraya menelusuri tempat festival. Liana bercerita kalau dia tersesat dan terpisah dari neneknya. Lalu si kembar Handpull menawarkan diri untuk ikut membantu Liana mencari neneknya. Liana mengangguk setuju, namun dengan syarat luka si kembar harus diobati terlebih dahulu. Setelah luka si kembar diobati, barulah mereka mencari keberadaan Nenek Louvinna. Mulai dari stan makanan, stan pernak-pernik, tenda acara sirkus, hingga lapangan penobatan ksatria muda sudah mereka lewati. Namun Nenek Louvinna tak kunjung ketemu. Liana sangat khawatir, ia takut Nenek Louvinna tersesat juga seperti dirinya.

Selama perjalanan itu Liana tahu kenapa mereka tidak bisa melawan para penjahat tadi, mereka terkena suatu ilmu magis jahat. Sehingga mereka mengalami kecacatan dan kehilangan kemampuan ilmu magis mereka. Padahal dulu mereka memilikinya. Alphonso (yang buta) dulu memiliki kemampuan untuk melihat segala kemungkinan beberapa detik lebih cepat dari kenyataan, sedangkan Alwhin (yang lumpuh) memiliku kemampuan untuk melangkahkan kakinya dengan sangat cepat. Sungguh kombinasi yang sempurna, sayang semua itu dirampas begitu saja oleh sosok jahat yang tidak memiliki hati nurani.

Lalu Alwhin menenangkan Liana, lalu mengajak Liana untuk ikut ke kedai ayah mereka. Liana mengangguk setuju, sekalian mencari Nenek Louvinna diperjalanan menuju kedai tersebut.

"Ah, inilah kedai milik ayah kami kak Liana. Silahkan masuk, maaf sederhana seperti ini," ujar Alphonso mempersilahkan Liana masuk. Kebetulan waktu itu kedai ayahnya Handpull bersaudara sudah tutup, jadi tidak ada orang lain selain mereka.

"Terima kasih, tempat ini begitu nyaman. Maaf sudah merepotkan kalian," ujar Liana seraya masuk.

Lalu mereka bertiga disambut oleh Tuan Hurrold Handpull. beliau sempat panik mengetahui anak kembarnya terluka dan memar. Lalu Alphonso dan Alwin menceritakan kronologi kejadian itu. Tuan Hurrold berterima kasih pada Liana karena telah menolong kedua anaknya. Tuan Hurrold juga menawarkan Liana untuk menginap di rumahnya karena hari sudah larut. Namun Liana menolak dengan halus, ia masih kepikiran tentang Nenek Louvinna.

"Kau mencari seorang nenek dengan tongkat kayu, kacamata frame ungu, dengan rambut panjang se-dada yang ikal dan berwarna pirang, dengan tinggi badannya se-dagu ku ini, serta memakai baju berwarna biru saphire selutut?" tanya Tuan Hurrold seraya memperagakan perawakan Nenek yang ia sebutkan itu.

Liana terperangah, ciri-ciri itu persis dengan ciri-cirinya Nenek Louvinna.

"B-benar Tuan, itu persis sekali dengan ciri-ciri nenek saya! apa Tuan tahu dimana beliau sekarang?" tanya Liana.

"Beliau sedang beristirahat di kamar tamu, saya menemukannya di tengah festival dalam keadaan kebingungan. Apa kau ini cucunya?"

"Iya, saya cucunya...cucu angkat. Terima kasih Tuan sudah mau menolong nenek saya," ujar Liana berterima kasih.

"Tidak usah difikirkan, yang ku lakukan hanyalah membawanya ke sini. Lebih baik kau menemuinya dulu, dia sangat mengkhawatirkan dirimu. Kau itu seharusnya lebih hati-hati anak muda. Bisa-bisanya kau meninggalkan beliau sendirian," balas Tuan Hurrold.

Liana mengangguk dan permisi pergi ke kamar tamu Tuan Hurrold. Lalu setelah itu mereka menjadi mengenal baik satu sama lain. Bahkan Tuan Hurrold memperkerjakan Liana di kedai miliknya. Mengingat Nenek Louvinna yang sudah tua dan tidak bisa menghidupi dirinya dan Liana ketika uang tabungan beliau telah habis. Liana sangat merasa tertolong dengan kebaikan hati beliau tersebut. Dan begitulah awal mulanya ia dan keluarga Hurrold bertemu.

Sampai sekarang Liana sering melihat si kembar Handpull berada di kedai ayah mereka. Dan mereka berteman baik hingga sekarang. Liana berharap mereka berdua bisa sembuh kembali seperti semula.

"Kalian tahu tentang berita mengenai tes seleksi Tummulotary Academy?" tanya Liana yang tengah mengelap meja di kedai.

"Iya, seluruh pelanggan dan tetangga sibuk membicarakan itu saja," jawab Alwhin yang sedang menyantap kudapan biskuit madunya.

"Lalu...apa kau mendaftar ke situ tahun ini Liana?" tanya Alphonso.

"Tentu saja. aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini," jawab Liana penuh semangat. "Oh iya, apa kalian juga akan mendaftar? maksudku umur kalian kan juga sudah waktunya untuk masuk academy ilmu magis, apalagi kan kalian bukan Orph. Pasti lebih mudah mendaftar disitu."

"Tapi kami tak lagi seperti dulu, dengan keadaan sekarang ini hanya ada satu opsi apabila kami mendaftar disitu...yaitu ditolak." ujar Alwhin seraya menatap Liana.

Liana terdiam, ia merasa bersalah telah mengatakan hal itu.

"Jangan merasa bersalah Liana, ini takdir kami. Dan bolehkah kami meminta sesuatu padamu," pinta Alphonso.

"Apa itu?"

"Kau harus lulus dan mengenyam pendidikan di sana Liana. Teruskanlah tekat kami, kami akan mendoakan keberhasilanmu,"

Liana begitu terharu, ia memeluk dua Handpull bersaudara. Ia semakin bersemangat untuk lulus tes seleksi masuk Tummulotary Academy. Ia akan belajar keras di sana, siapa tahu ia bisa menemukan cara untuk menyembuhkan kedua temannya ini.

avataravatar
Next chapter