Penyerangan dimulai. Leomord dan lainnya mempersiapkan untuk menyerang pertama di Georgopol. Georgopol merupakan tempat latihnya para Abyss. Mereka berkumpul di bukit-bukit.
"Baiklah semua, nanti 3 kelompok akan berpencar dari arah utara. Kemudian kalian langsung serang mereka. Seperti biasa, lumpuhkan ditempat. Mengerti?"
"Mengerti!"
"Bagus. Kalau begitu, *keluarkan pedang* langsung serang!" Leomord langsung maju dengan kudanya, Barbiel.
Semua pasukan Leomord maju dengan serentak. Para Abyss kaget dengan adanya serangan mendadak dari kaum Twilight. Mereka belum siap untuk berperang, namun genting mereka serang dengan kemampuan dengan seadanya.
Para Twilight hanya menggunakan kemampuan Chaos untuk melumpuhkan para Abyss yang habis bangun tidur.
...
Di tempat lain seperti di bagian timur, Faramis dan kawanan memeriksa wilayah disekitar Kameshki.
"Mereka tidak ada disini!" Teriak salah satu pasukan.
"Cari terus!" Perintah Faramis.
Walaupun nihil, salah satu pasukan lapor bahwa wilayah ini aman.
"Tuan, wilayah ini memang terlihat kosong. Tidak ada jejak dari para pasukan Abyss."
"Baiklah, kita akan berpindah di tempat lain." Mereka bergerak ke arah bawah hingga seterusnya.
...
Max dan Lunox berjalan ke arah selatan. Perjalanan yang akan tuju pertama adalah sebuah tempat sekolah.
"Kira-kira, aku boleh tanya tentangmu?" Tanya Max yang hanya memakai helm level 3 dan panci.
"Untuk apa kau tanya tentangku?" Tanya balik Lunox.
"Aku hanya ingin tahu saja. Kau tahu, aku jarang berbicara dengan perempuan."
"Tapi kau tahu Max? Aku orangnya yang tidak bisa bicara banyak. Aku dingin dengan laki-laki."
"Mengapa begitu?"
"Aku mengalami kejadian buruk dengan laki-laki."
"Maksudnya?" Lunox menghentikan langkahnya.
"Jika kau berada di dimensiku. Pasti kau banyak mengetahui cerita-cerita kerajaan Twilight, termasuk aku ada di dalamnya. Dimulai dari aku saat remaja..."
Flashback...
"Lunox, mengapa kita sering kemari?" Tanya Vale yang berbaring bersama Lunox dibukit dengan sebuah pohon yang tegak melihat ke arah matahari terbenam.
"Entah, kenapa?" Tanya Lunox yang masih berumur 16 tahun.
"Kau tahu kita sering melihat matahari terbenam. Di dalam matahari yang terbenam itu ada sebuah makna yang indah. Kau tahu, kita sering menukar cerita satu sama lain kan?"
"Iya. Aku senang mendengarnya. Jika kau tahu, aku cukup nyaman dengan tempat ini. Aku suka sekali, Vale. Hehehe..."
"Lune, ada yang ingin aku sampaikan denganmu."
"Apa itu?" Vale memegang kedua tangan Lunox.
"Aku... aku... menyukaimu, Lunox. Aku mencintaimu."
"Hah..?" Muka Lunox memerah.
"Aku menyukaimu, Lune. Maukah kau menjadi milikku?"
"Aku... bagaimana ya menjawabnya?"
"Terimalah. Aku yakin kau menerimaku."
"Hahahahahahaha..... kau ini, lucu sekali." Lunox tertawa dengan sikap Vale.
"Mengapa kau tertawa?"
"Aku menyukaimu juga, Aang. Aku sayang denganmu." Lunox memeluk Vale.
"Terima kasih, Lune. Janji untuk terus kepadaku."
"Aku janji." Janjinya dibukti dengan ikatan kelingking.
...
Selama 1 tahun berhubungan, Vale dan Lunox selalu bersama. Sering berjalan bersama di taman-taman kerajaan. Berbagi cerita, makan malam bersama, berkemah, membantunya, dan bercanda ria.
"Terima kasih untuk semuanya, aku jadi senang."
"Tidak apa-apa, Lune. Yang penting aku sudah mengajakmu jalan-jalan lagi."
"Oh iya, Vale. Kapan-kapan ajak aku lagi ya?"
"Dengan senang hati, tuan putri."
"Ok. Sampai jumpa, Vale." Lunox masuk ke dalam istana. Sedangkan Vale pulang ke rumahnya.
...
Ketika hari ulang tahunnya, Lunox pergi ke rumah Vale untuk merayakan hari ulang tahunnya. Saat di rumah Vale, dia melihat seorang perempuan yang mesra dengan Vale. Vale mengecup pipi perempuan itu. Lunox yang sebelumnya senang menjadi sedih.
"Vale...?"
"Lune? Hee... ini bukan seperti yang kau maksud."
"Jadi sekarang kau tidak memperdulikan aku?" Air mata Lunox berlinang.
"Lune, maafkan aku. Ini tidak benar." Vale mencoba untuk mempercayai Lunox. Tetapi dia menolaknya.
"Lepaskan aku! Aku tidak mau denganmu lagi. Kita sudahi hubungan kita sampai sini!"
Lunox harus merelakan kenyataan ini. Dia masuk ke dalam istana. Orang-orang istana pada bertanya ada apa dengan Lunox. Dia masuk ke dalam kamar dan menangis.
1 hari setelah itu...
"Yang mulia, kerajaan kita sedang diserang!" Kata salah satu pengawal.
"Apa! Siapa yang melakukannya?!" Tanya Raja Estes dengan wajah panik. Seluruh warga di lingkungan istana merasa panik juga.
"Para Abyss kembali lagi!"
"Mau apa mereka menyerang kembali?"
"Hamba tidak tahu, Yang Mulia. Mereka merusak fasilitas di kerajaan dan menculik warga-warga."
"Suruh para pasukan untuk menyerang mereka dan jangan sampai mereka kembali!"
"Baik yang mulia!" Pengawal itu memberitahukan kepada panglima perang untuk segera menyapu para Abyss keluar dari ranah kerajaan.
"Ayah, ada apa?" Tanya Lunox.
"Putriku, sekarang kau cepat ke ruang bawah tanah bersama ibumu segera!"
"Tapi?"
"Tidak ada waktu bergegaslah cepat!"
"Ayo nak, ikut aku." Lunox dan ibunya pergi ke ruang bawah tanah untuk menyelamatkan diri.
"Amankan istana sekarang!" Semua pasukan di istana bersiaga di depan gerbang.
10 menit kemudian, seluruh wilayah Twilight hancur. Beberapa warga selamat yang lainnya meninggal dan menghilang. Kekuatan para Abyss sangat kuat sehingga mereka hanya merusak fasilitas saja, Raja Estes dan seluruh warga istana selamat. Lunox menjadi ketakutan dengan serangan yang mendadak dari para Abyss.
...
"Sejak itulah, aku melatih untuk menjadi orang yang kuat. Berkat keseriusan, aku tidak takut dengan namanya bahaya. Itulah sebabnya aku menjadi seorang yang dingin." Akhir cerita.
"Aku turut prihatin dengan kejadian sebelumnya, Tuan Putri."
"Tidak apa-apa, Max. Aku ikhlas semuanya." Max pun mengerti mengapa Lunox menjadi lebih dingin. Mereka pun melanjutkan kembali perjalannya.
"Kau tahu aku sebenarnya orang yang tidak berguna. Aku dikatakan pecundang, aku dikatakan orang yang lemah. Berkat motivasi dari orang tuaku, aku bisa menjadi seorang prajurit bersenjata dan berkelahi dengan musuh. Aku bersyukur beberapa orang masih peduli denganku. Begitulah, aku tidak akan lupa dengan masalah-masalahku. Malahan, itu menjadi bahan motivasi." Kata Max.
"Kemudian?"
"Aku berhasil." Senyum Max. Lunox terkagum dengan senyuman Max. Senyuman Max itu mempunyai makna menurut Lunox
"Kalau begitu Max, aku menjadi nyaman mendengarkan semuanya." Lunox pun tersenyum. Max menjadi terpana dengan senyumannya.
"Hmm... iya.. aku senang melihat perempuan dingin tersenyum."
"Max, maukah kau ingin bersamaku? Kita selesaikan perang bersama-sama." Lunox menjulurkan tangan. Max pun menerimanya.
"Iya, aku mau Lunox."
...
Sesampainya di bangunan sekolah, mereka mengantisipasi adanya serangan dari Moskov.
"Baiklah, Tuan Putri. Kau masuk lewat pintu sebelah kanan. Disitu ada celah masuk dan bersandar di dinding. Aku akan masuk ke kiri untuk mencari senjata."
"Baik, Max."
"Satu hal, *memegang tangan Lunox* tetap waspada. Aku akan menghampirimu setelah ini."
"Terima kasih, Max."
"Sama-sama." Keduanya langsung berpencar.
Max mencari beberapa senjata yang spesifik dengannya.
"Yang aku butuhkan adalah M416 dan M24." Max berlari ke dalam ruangan dan mencari senjata yang dia katakan. Baru saja masuk ke dalam kolam renang, dia mendapatkan senjata yang dia katakan sebelumnya.
"Akhirnya aku mendapatkannya." Tidak lupa pelurunya juga diambil. Dia looting dulu. Tidak lupa juga dengan pelengkapan seperti tas, armor walaupun hanya level 2.
Sedangkan Lunox masuk ke bangunan sekolah. Keadannya sangat sunyi, tidak ada orang di dalamnya. Saat dia naik ke lantai satu, dia mendengar suara-suara tersamar. Lunox sebenarnya merinding mendengarkanya, dalam hari dia katakan "Itu hanya angin saja." Suara itu semakin dekat, Lunox mempersiapkan sihir untuk siaga. Sebuah tombak meluncur dari depan muka Lunox. Untung saja dia langsung bergerak cepat. Di depan ada sesosok Moskov yang berdiri tegak dengan tombaknya.
"Aku sudah menantimu, Tuan Putri." Kata Moskov yang berdiri di koridor.
"Moskov?"
To Be Continued...