webnovel

Ya Habibi

Sinar mentari menyelinap melalui celah jendela menyinari sesosok tubuh ramping yang masih bergelung dengan selimut, SEdangkan kedua sahabatnya sudah sibuk menyiapkan perlengkapan kuliah mereka.

"Aiz, kamu ga mau bangun, bukannya kamu ada kuliah pagi hari ini?"

Yah, selepas sholat subuh Aiz kembali memejamkan matanya dan menimbun tubuhnya dengan selimut.

"He'eh, jam berapa sekarang?"

"Udah jam setengah delapan, ayo bangun nanti kamu terlambat."

"Iya, Iya..."

Dengan malas, aiz beranjak dari ranjang dan menuju ke kamar mandi, saat itulah bel apartemen berbunyi, dan Nurul segera membukakan pintu apartemen, seperti yang dia perkirakan pasti tetangga sebelah kamar mereka yang bertamu pagi-pagi begini.

"Assalamualaikum." Sapa mereka serempak dengan senyum lebar mereka.

"Waalaikumsalam, masuk. kalian udah sarapan?"

"Udah dong." jawab Munir.

"Tumben.."

Mereka bertiga tertawa.

"Jangan gitu dong Han, suka tepat emang kalo kamu ngomong."

Hana dan Nurul mencibir, mereka duduk di sofa sambil memakan cemilan.

"Mana Aiz.." Tanya hamdan.

"Lagi mandi.."

"Masya Allah jam segini baru mandi, dasar tu bocah." Kata Arif

"Tau tuh tumben dia habis sholat subuh tidur lagi."

"Jangan-jangan dia ga enak badan, hari ini kita ada quiz lagi."

"Oya, hari ini kita ada Quiz ya dan, lupa ane.." Kata Munir.

Tak berapa lama Aiz datang dengan tampilan yang sudah rapi, Hamdan buru-buru bangkit dan menghampirinya, meletakkan tangan di kening Aiz.

"Kamu sakit?"

"Ga kog dan."

"Tapi badan kamu anget."

"Cuma sedikit pusing aja kog,"

"Ya udah nanti sepulang dari kampus kita periksa ya."

"He'eh... Yuk berangkat, nanti kita terlambat."

"Selesai Quiz kamu pulang aja deh Iz.." Kata Munir.

"Iya, kenapa sih kalian tuh bawel banget."

"Kita tuh khawatir sama kamu, inget pesen orang tua kita, bahwa kita harus saling menjaga satu sama lain." Kata Arif.

"Han, jangan lupa kunci pintunya."

"Oke"

"Iya aku akan ikuti semua saran kalian, makasih ya, kalian selalu ada buat aku."

"Ye... kita itu sahabat selamanya."

Mereka berjalan kaki menuju kampus, dan tak butuh waktu lama mereka sudah sampai di kampus mereka, Arif dan Nurul langsung masuk ke fakultas kedokteran, sedangkan Munir danAiz dan Hamdan masuk ke fakultas ekonomi Islam, sedangkan hana masuk di fakultas Tarbiyah.

---------------------

Sementara di Indonesia, kediaman keluarga Aiz, sedang ramai karena dikunjungi sanak keluarga dari luar kota, dan termasuk kakek dan nenek Aiz pun ikut serta dalam acara keluarga tersebut.

"Jadi Aiz kuliah di Mesir?"

"Ya Abah, Aiz memilih kuliah disana, memang dari dulu cita-citanya ingin kuliah di Mesir bersama sahabat-sahabatnya."

"Sahabat? maksud kamu tiga anak laki-laki yang sering bersama dengan Aiz."

"Iya bah.."

"Kamu bagaimana to le.. Anak perempuan satu-satunya dibiarkan begitu saja pergi bersama laki-laki yang bukan mahromnya, apa kamu tidak takut dosa?"

"Mereka bersama dari kecil saya yakin mereka tidak melakukan hal-hal yang melanggar agama, lagipula mereka punya latar pendidikan agama yang baik."

"Tidak ada yang menjamin jika berlatar pendidikan agama kuat bisa menangkal godaan dari setan."

"Maafkan saya abah."

"Ya sudahlah, sudah terlanjur mau bagaimana lagi, semoga Allah melindungi anak itu dari segala bahaya dan dari godaan setan."

"Oya, kamu masih ingat teman abah yang mempunyai pondok pesantren di Jawa Timur?"

"Maaf abah, tapi teman abah yang mana ya?"

"Kyai Rahmat, Ingat?"

"Oh, yang waktu itu mampir ke sini, ya ya saya ingat, bah."

"Nah, dia punya cucu laki-laki sudah mapan, dan siap menggantikan kyai Rahmat untuk memimpin pesantrennya, dan kemarin beliau menginginkan Aiz untuk menjadi cucu menantunya."

Ayah Aiz sangat terkejut dengan apa yang di sampaikan Abahnya, abahnya ingin menjodohkan Aiz dengan cucu sahabatnya, bagaimana ini, sedangkan dia sangat paham bahwa Aiz tidak pernah menyukai perjodohan.

"Lalu apa kata abah?"

"Ya abah setuju saja, mereka keluarga baik-baik dan abah sudah sangat mengenal keluarga mereka, Aiz pasti akan bahagia."

"Kenapa Abah tidak meminta pendapatku terlebih dahulu, bagaimana kalau Aiz menolaknya, ini akan membuat malu abah nantinya."

"Ya makanya, kamu bilang sama Aiz supaya dia mau menerima perjodohan itu."

Pak Burhan yang merupakan Ayah biologis Aiz terdiam, dia bingung harus menjawab apa.

"Tapi kalau tidak salah, Cucu Kyai Rahmat itu juga masih berada di Mesir, sedang melanjutkan kuliah s2-nya disana, nanti coba aku tanyakan pada beliau, kalau memang masih disana ini akan mempermudah perjodohan mereka, karena mereka akan bisa saling mengenal dulu."

Lagi-lagi Burhan hanya terdiam mendengar ucapan dari Abahnya, Burhan bukanlah orang tua yang suka memaksakan kehendaknya sendiri, namun Burhan juga sesosok anak yang berbakti dan penurut pada orang tuanya. Kini benar-benar dilema besar yang sedang dia hadapi, antara anak dan ayahnya, dia berdoa dalam hati semoga semuanya baik-baik saja, dan diberi petunjuk yang terbaik dari Allah.

-------------------

Aiz melangkahkan kakinya menuju ke toilet kampus nya, setelah selesai satu mata kuliah dia keluar dari kelas menuju ke perpustakaan bersama Hamdan dan Munir, namun di tengah jalan dia ingin ke toilet, akhirnya dia menitipkan buku dan tasnya pada kedua sahabatnya dan dia segera berlari menyusuri lorong kampus.

BRUUUUKKKKK

"Sorry, I did not mean it."

"No problem... Apa kamu dari Indonesia?"

"Ha.. Eh.. Iya kak, kok kakak tahu."

"Dari wajah kamu, aku juga dari Indonesia, perkenalkan aku Faris." Kata faris sambil menangkupkan kedua tangannya di dada.

"Saya Aiz kak, senang bisa bertemu kakak, tapi maaf saya terburu-buru mau ketoilet, udah ga tahan, saya duluan kak."

"Ya sudah."

"Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam." Faris mengelengkan kepalanya melihat tingkah mengemaskan Aiz, tanpa malu ataupun jaim dia tak menutupi jika memang dia sedang terburu-buru ingin buang hajat, berbeda dengan perempuan lain yang justru akan jaim bila di depan laki-laki,.

'Gadis yang menarik' Gumam Faris sambil melangkahkan kakinya menuju ke perpustakaan, namun di sela langkah kakinya telpon gengamnya berbunyi, dan dia segera merogoh saku jaketnya, dia melihat nama Abinya yang tertera pada layar handphone. lalu dengan cepat dia menekan tombol berwarna hijau, kemudian terdengarlah suara pria paruh baya di seberang telpon.

"Assalamualaikum, Abi"

"Waalaikumsalam, Nak, bagaimana kabarmu disana?"

"Alhamdulilah kabarku disini baik Abi, bagaimana dengan Abi dan Umi?"

"Alhamdulilah kami juga sehat, begini Abi ingin menyampaikan sesuatu."

"Apa itu Abi, sepertinya penting sekali sampai abi menelpon Faris."

"Ya, ini sangat penting karena menyangkut masa depanmu."

"Masa depan Faris?"

"Ya, ini mengenai calon istrimu."

"Calon istri?"

"Iya, Abah sudah menjodohkan kamu dengan cucu teman kakekmu, bahkan dia sekarang juga kuliah di Mesir."

"Oya, siapa? kenapa Faris tidak diberi tahu?"

"Makanya sekarang Abi telpon kamu, karena ingin memberi tahu kamu, namanya Khaizaturofiah, siapa tahu kamu sudah mengenalnya."

"Saya tidak mengenali nama itu Abi, tapi nanti faris akan mencari tahu, apa boleh Faris minta Foto Khaiza?"

"Nanti abi akan minta pada teman kakek mu, dan akan Abi kirim kan padamu secepatnya."

"Baiklah Abi, terimakasih kalau begitu."

"Ya sudah kamu lanjutkan aktifitasmu, hati-hati yan nak. Assalamualaikum."

"Baik Abi, Waalaikumsalam."

'Khaizaturofiah, apa mahasiswa baru ya.. nanti kalau bertemu Aiz aku akan menanyakan padanya, siapa tahu dia kenal' gumamnya.